Chapter 55: Relapse

30 0 0
                                    

Isabella

Aku memutuskan untuk menarik diri dari semua orang ketika menjalani masa penyembuhan di rumah sakit. Aku merasa lebih tenang untuk berpikir ketika tak ada siapapun yang berada di sekitarku. Sebab tak ada dukungan, aku mencoba untuk berbicara dengan salah seorang psikiater yang direkomendasikan oleh dokter Mia. Dia memberikan berbagai terapi agar aku dapat kembali ke kehidupan normalku yang berakibat aku harus mengkonsumsi obat-obatan yang aku tau kemungkinan aku dapat kecanduan ketika mengalami kambuh apalagi aku baru saja selesai dari Alexander. 

Dia benar ketika mengatakan memberikan aku ruang dan waktu. Dia tidak mengirim pesan, tidak menelpon atau mengajak bertemu sama seperti biasanya. Aku tinggal di rumah kedua orangtuaku selama menjalani masa terapi bersama psikiater. Aku akhirnya menerima saran ibuku untuk berkonsultasi dengan psikiater. Sebenarnya, itu adalah hal sulit untuk ku terima, aku tetap berada di fase tidak menerima dimana semua ini telah terjadi. Namun, dengan berbagai terapi yang ku terima aku mulai membiarkan semuanya mengalir seperti semestinya.

Kedua orangtuaku menyambutku dengan pelukan hangat, mereka senang sebab akhirnya putri tunggal mereka telah kembali ke pelukan mereka. Meski telah berdamai dan memaafkan semuanya, sesekali aku masih ingat mereka yang menentang hubunganku dengan Alexander. Namun, biarlah lagipula semuanya juga sudah selesai. Alexander juga tidak menganggu kehidupanku lagi, aku yakin dia juga mulai menerima bahwa hubungan kami telah berakhir. 

"Papa senang akhirnya kau telah kembali ke rumah ini. Papa masih ingat ketika membawamu pulang untuk yang pertama kali ke rumah ini setelah dilahirkan. Kami senang dengan kehadiranmu, sama seperti sekarang." ucapnya sembari menikmati sarapannya. 

"Mama juga senang akhirnya kau menerima saran Mama untuk berbicara dengan psikiater. Mama yakin ini yang terbaik untukmu. Kau pasti bisa melalui semuanya, Isabella." ucapnya seraya menepuk pundakku dengan lembut. 

Aku hanya tersenyum sembari menyantap sarapan yang telah disediakan.

Rumah ini memiliki desain klasik yang terbuat dari kayu di setiap sudutnya sementara, sisi dinding lain terbuat dari bahan kaca anti peluru. Aku sering memandangi taman di luaran sana yang lebih mirip seperti hutan buas padahal ketika keluar kita akan masuk pada jalan komplek perumahan. Sebelah rumah kami merupakan rumah Alexander dan keluarga Foster lainnya yang direnovasi sesuai dengan kemauan masing-masing pemilik namun, beberapa pemilik mempertahankan desain lama dari awal bangunan didirikan. Komplek perumahan ini memang hanya ditinggali oleh Foster saja yang mana dekat dengan tempat kami bekerja sementara, mansion utama berada jauh dari komplek perumahan. Ya dekat area dimana rumah pribadiku berada.

Kedua orangtuaku memiliki beberapa rumah pribadi di beberapa tempat hanya saja mereka menjadikan rumah ini sebagai domisili tempat tinggal utama yang dekat dengan tempat kerja mereka. Aku besar dan tumbuh di tempat ini, aku dulu senang bermain dengan sepupuku seperti Brandon, Irene dan Alexander ketika mereka masih kecil sebelum akhirnya kami tumbuh dan fokus dengan sekolah masing-masing. 

Ada banyak kenangan di rumah ini, aku menyusuri setiap tempat setelah selesai sarapan. Kedua orangtuaku pergi bekerja seperti biasa. Aku mengingat masa kecilku yang menyenangkan, aku sering bermain bersama sepupuku dulu di rumah ini sebab tempat ini dulunya menjadi favorit kami untuk bermain. Kami dapat main apa saja di tempat ini tanpa ada larangan atau ancaman dari siapapun. Tak seperti hari ini yang dunia kami seolah tak bisa tenang sebentar saja. Mark Stevenson dikabarkan celaka akibat ulah Almonds, itu setidaknya berita yang ku dapatkan sebelum keluar dari rumah sakit hari ini. 

"Nona Foster, Dokter Hendrik ingin bertemu hari ini jika anda bersedia?" ucap Vanessa di telpon.

"Ada hal penting apa memangnya?" tanyaku penasaran. 

Forbidden DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang