Isabella
"Aku tidak tau, tapi kita harus menunggu. Kita harus tetap bersabar, Isabella." ucap Alexander sembari meneguk segelas anggur merahnya.
"Aku akan bersabar untuk terus menunggumu, Alexander." Aku berhenti sejenak menatap matanya, "Karena aku menyadari bahwa aku masih mencintaimu meski jika hari ini aku berhasil kabur darimu." Aku menghela napas dalam dan mulai meninggalkannya di meja makan.
Aku tidak punya tenaga untuk membicarakan hal yang sama. Meskipun aku sudah berpacaran dengan Mike sekalipun, semua itu tidak mengubah perasaanku kepada Alexander. Malam-malam itu, gayanya di atas ranjang, senyumannya yang hangat dan sikapnya yang gentleman tidak ku temukan kepada siapapun. Dia bahkan menungguku sampai aku kembali ke Melbourne. Dia melakukan itu karena dia tidak dapat melupakanku.
Melupakan tentu hal yang terdengar mustahil waktu itu, bagaimana tidak? Dia selalu menyempatkan waktu untuk berkunjung di Munich dengan alasan pekerjaan. Dia selalu menelponku dengan telpon video ya untuk kepuasan seksualnya. Aku menuruti kemauannya karena dia pun sangat menggoda, aku sudah tergoda begitupun telah jatuh cinta kepadanya. Walaupun aku sadar bahwa dia adalah suami orang sampai Elizabeth dan Mirabeth lelah menasehatiku untuk berhenti.
Mereka sibuk dengan kehidupan mereka dan pasangan mereka masing-masing saat ini. Sementara, aku sibuk memuaskan suami orang lain.
"Isabella, apakah kau marah? Mengapa tidak menyantap makan malamnya? Apakah kau tidak suka dengan menunya?" Alexander datang dan duduk di sampingku yang sedang tertidur. Ternyata tanpa sadar aku telah meneteskan air mata.
"Sungguh, rasanya sulit sekali di posisi ini, Alexander. Aku ingin berlanjut akan tetapi, semesta seolah ingin kita berhenti dari semua ini."
Dia mengusap air mataku. "Sudahlah, Isabella. Walaupun semesta ingin kita berhenti, semesta juga mengerti bahwasannya kita saling mencintai. Aku akan memasak menu kesukaanmu tapi, kau harus makan. Kau sangat lelah hari ini." Dia mengusap air mataku yang tersisa.
Aku duduk dan menatap kedua matanya dalam, "Aku rasanya sudah kenyang, aku ingin tidur. Aku harus bangun besok pagi untuk datang ke villa di Auckland."
Dia mengangguk paham, "Baiklah, jika itu yang kau inginkan. Jika kau lapar, kau bisa meminta pelayan untuk memasak menu apa saja yang kau mau."
Aku mengangguk saja.
Alexander menemaniku untuk istirahat di sini karena ku rasa dia juga sangat lelah setelah permainan brutal tadi sore. Dia memang gila, dia selalu mengatakan istrinya tidak dapat memberikan hal yang aku berikan kepadanya. Bahkan ketika aku menjadi dokter sekalipun, aku masih memiliki waktu untuknya sementara, istrinya hanya bekerja sepanjang waktu di luar kota dan jarang berada di rumah. Ku pikir Alexander hanya menjadikanku tempat pelampiasan karena istrinya tak punya waktu untuknya dan tak memberikan kepuasan seksual, namun setelah lebih dari 6 bulan berlalu, dia benar-benar mencintaiku.
Aku juga mencintainya, bohong jika aku tidak mencintai pria segagah dan setampan Alexander. Banyak wanita di club yang tertarik akan ketampanannya namun, di antara semua wanita itu. Dia memilihku untuk dijadikan kekasihnya, tepatnya selingkuhannya.
Aku terbangun di pagi hari untuk membereskan barang-barangku untuk dibawa ke Villa milik keluarga di Auckland. Setelah semuanya beres, aku bergabung dengan Alexander untuk sarapan. Dia masih sibuk dengan telponnya di taman, terlihat dia mencoba menenangkan seseorang, ku rasa istrinya sedang menelpon. Karena tak mau menunggu, aku segera menyantap sarapanku karena aku harus segera meninggalkan tempat ini.
"Kau sepertinya hampir selesai dengan sarapanmu, sayang." Dia duduk di sampingku.
Pelayan mulai menyajikan makanan di atas piringnya dan menyajikan minuman di gelasnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Forbidden Desire
RomanceFoster S-3 Alexander & Isabella (21+) Alexander Grant Foster memilih untuk menikah dengan Jane Maynard, kekasih dan sahabatnya setelah kematian calon istrinya. Dia mencintai istrinya yang kian hari mulai pudar karena kehidupan sebelum dan setelah pe...