Chapter 11: Punishment

122 2 0
                                    

Alexander

Isabella tampak sedikit ketakutan, namun itu adalah bagian dari permainannya. Dia sudah membuatku sangat kesal dengan mencoba untuk melarikan diri. Atas dasar itu, dia harus mendapatkan hukuman dengan cambuk ini. Aku hanya meninggalkannya beberapa saat untuk berbicara singkat dan menandatangani kesepakatan dengan Arnault karena Seth Bennet mencoba untuk menyelidiki transaksi keuangan di perusahaan Stevenson. Meskipun seorang mantan polisi, kolega Seth lumayan banyak. 

Mengingat itu membuatku semakin kesal karena kedua orangtuaku terutama sudah memperingatiku sedemikian rupa. Aku sudah melakukan segala hal untuk mendapatkan seorang Isabella Foster di genggamanku, dia akan melepaskan diri begitu saja? Jelas aku tak akan membiarkan dia sampai lari dariku. Isabella akan selamanya menjadi milikku baik aku masih bersama atau sudah berpisah dengan Jane sekalipun. 

"Alexander, apa yang akan kau lakukan? Apakah kau akan menyiksaku dengan itu?" tanyanya dengan raut wajah khawatir. 

Aku mendekat ke arah wajahnya, dapat ku rasakan detak jantungnya berdegup kencang, napasnya menderu begitu cepat menggambarkan kekhawatiran akan permainan ini. 

"Aku akan menghukummu karena kau mencoba melarikan diri dariku. Aku sudah melakukan segala hal agar kau berada di tempat ini, berada di sampingku dan kau? Kau pikir dengan mudah akan lari dariku, hmm?" bisikku di telinganya. 

"Alexander, kau sudah menghukumku dengan berhenti dari permainanmu itu. Kau tidak bisa melanjutkan itu dengan mencambuk tubuhku karena itu di luar persetujuanku." protesnya kepadaku. 

"Aku bisa, sayang." Aku meletakkan cambuk itu kemudian, mencium bibirnya sembari meremas kedua payudaranya dengan erat. Aku memainkan putingnya yang membuat tubuhnya bergerak karena terangsang oleh sentuhanku. 

"Sayang, kau tidak akan tau jika kau tidak pernah mencobanya." bisikku ke telinganya. Aku sebenarnya tak suka membuat kesepakatan akan tetapi, aku tak ingin membuatnya tak nyaman. 

"Alexander, aku tidak tau harus mengatakan apa tapi, lakukan apa saja sesukamu. Sama seperti ucapanmu, mana kita tau kalau kita tidak pernah mencoba. Walaupun sebenarnya aku tak begitu suka dengan masokis." 

Aku tersenyum menyeringai menatapnya, "Tentu saja, sayang. Sekarang, kau harus berbaring dan melebarkan kedua pahamu itu." Dia terlihat begitu polos ketika mematuhi perintahku. Aku sangat menyukainya yang kooperatif untuk kepuasan bersama, haha. 

Dia menggelengkan kepalanya heran, "Sekarang, apa? Aku sudah berbaring dan kau masih diam menatapku dengan senyumanmu yang terlihat tidak menggoda itu." 

Aku seketika merubah raut wajahku menjadi sedikit marah karena ocehannya. "Tunggulah disitu, kau akan tau ini menyenangkan." 

Aku pergi untuk mengambil seperangkat borgol yang tersimpan di dalam laci di ruangan ini. Aku mengambil dua pasang borgol untuk memborgol kaki dan tangannya agar dia tidak banyak bergerak. 

"Aku tidak tau kau belajar ini darimana, Alexander. Tapi, ide itu terlihat gila." protesnya ketika dia melihatku membawa dua pasang borgol mendekat ke tubuhnya. 

"Sayang, kau pakai internet untuk apa jika tidak untuk belajar? Kepuasan seksual adalah hal yang kita perlukan dalam hidup." Aku mencium bibirnya sembari memintanya menekuk kakinya. "Luruskan kedua tanganmu dan tekuk kedua kakimu itu." Dia menuruti semua perintahku, sepertinya dia tau benar sedang bermain sebagai bagian apa dalam permainan ini. 

Aku mulai memborgol pergelangan tangannya yang ku sambungkan dengan mata kakinya. Dia tidak memprotes apapun, dia hanya terdiam ketika ku borgol kedua tangan dan kakinya, "Jangan banyak bergerak atau menarik dirimu, itu akan menyakitkan." ucapku memperingatkannya, dia hanya mengangguk paham. 

Forbidden DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang