33

1.9K 234 18
                                        

_HTK_

Angin berhembus menerpa wajah cantik Shani yang kini memandang gedung-gedung dari atas. Rambutnya menari-nari mengikuti arah angin yang menerpa. Duduk sendiri, menunggu kedatangan Zean yang entah akan datang atau tidak, karena pesan yang Shani kirimkan pada pacarnya itu tidak aja jawaban. Tetapi terlihat Zean sudah membaca pesannya. Yang Shani harapkan pacarnya itu datang.

Pintu rooftop terbuka, menampilkan Zean yang akhirnya datang. Zean memandang punggung Shani yang berdiri dibeton pembatas. Zean bergerak menghampiri Shani.

Shani merasa ada seseorang yang menghampirinya sontak menoleh. Dia tersenyum akhirnya melihat kedatangan Zean. "Aku kira kamu ga akan ke sini," kata Shani.

"Kok kamu ada di sini?" Bukannya menjawab Zean malah melontarkan pertanyaan.

"Aku dulu pernah sekolah di sini. Masa mau ke sini ga boleh?"

"Kuliah kamu?"

"Udah selesai. Ga ada matkul lagi." Shani menajamkan matanya saat mendapati lebam keunguan disudut bibir Zean. Karena kepo, dia menekan sudut bibir Zean, hingga sang empu memekik kesakitan. "Itu kenapa?"

"Ga papa," jawab Zean. Dia sebenarnya tak ingin menceritakan perkelahian yang tadi terjadi.

"Kenapa?" tekan Shani ingin tau. Dia mengeluarkan jurus tatapan tajam yang membuat Zean menelan ludahnya, ngeri.

"Mending kita duduk dulu. Cape berdiri terus," ajak Zean. Mereka berdua duduk dikursi yang ada di sana.

"Ceritain sekarang!" pinta Shani.

"Tadi aku berantem sama Vino di kantin," ungkap Zean.

"Kamu berantem?! Kok bisa?"

"Dia yang resek! Dia tumpahin minuman ke baju aku. Nih lihat baju aku aja masih kotor." Shani baru menyadari kalau memang baju pacarnya ini kotor dan basah. "Habis itu dia ngebisikin hal yang ga senonoh tentang kamu. Aku ga terima dan akhirnya kita berantem. Selesai itu aku masuk BK," jelas Zean lagi.

"Ada hukuman buat kamu ga?"

"Untung ga ada. Cuma teguran aja, attitude aku harus dijaga," jawab Zean. Shani menghembuskan napas lega. Dia mengusap pipi Zean lembut. Shani tak suka melihat ada luka di wajah tampan pacarnya, apa lagi penyebabnya adalah perkelahian.

"Lain kali jangan buat berantem sebagai jalan penyelesaian masalah. Bicarin baik-baik. Aku ga mau lihat kamu luka kayak gini Zean," kata Shani. Zean hanya mengangguk saja menanggapi.
"Untuk yang semalam tentang Husen, aku mau jelasin ke kamu."

Zean mengangkat tatapannya menelisik ke dalam mata coklat Shani. "Jelasin sekarang."

"Husen, dia sahabat kecil aku. Singkatnya dulu kita tetangga, dia selalu main sama aku. Kita selalu bareng, hingga pada saat itu dia dan keluarga harus pindah. Setelahnya aku udah ga pernah berhubungan lagi sama dia. Dan entah gimana bisa, dia kembali lagi, jadi tetangga," jelas Shani secara singkatnya.

"Beneran kalian dulu cuma sahabat?" Ragu Zean. Karena jika diliat dari tatapan Husen kemarin, lelaki itu seperti menyimpan rasa pada Shani.

"Iya, kita hanya sahabat, ga lebih. Waktu itu juga kita masih kecil, ga mungkin memikirkan untuk lebih dari sekedar teman. Itu hanya masa lalu," jelas Shani lagi.

Zean menundukkan kepalanya, dia takut jika amit-amit Shani jatuh hati pada Husen dan pergi meninggalkannya demi lelaki lain. Zean tak akan terima jika itu terjadi. "Aku takut kamu diambil sama Husen," ungkap Zean.

"Kenapa kamu bisa mikir kayak gitu?"

"Secara kalian pernah deket meski pun itu dulu, sudah sangat lama. Tapi banyak cerita jika masa lalu yang akan tetap menjadi pemenangnya. Sedangkan aku? Jika dilihat aku hanyalah orang baru diantara kamu dan Husen."

"Zean." Shani menangkup wajah Zean, mengajaknya beradu pandang. Dia ingin Zean melihat hanya pada dirinya. "Denger, aku dan kamu udah jadi kita. Aku ga akan pergi dari kamu dan begitu pun kamu. Kamu ga boleh pergi dari aku. Kamu pacar aku. Mana mungkin aku berpaling dengan lelaki lain sedangkan hati aku aja udah sepenuhnya ada nama kamu?"

"Aku hanya takut."

"Husen hanya teman, sedangkan kamu pacarku. Aku ga akan lupa akan itu."

"Hem, semoga kita bisa sama-sama terus," kata Zean penuh harap.

Suara dering ponsel dari dalam saku almet Shani. Dia melihat siapa yang melakukan panggilan. Ternyata tertera nama Mama, Shani meminta waktu pada Zean untuk mengangkat panggilan.

"Halo Ma?"

"Shani kamu dimana nak? Katanya udah selesai kuliah, tapi kenapa belum pulang?"

"Shani ada urusan bentar di luar Ma. Kenapa?"

"Cepet pulang Shan, di rumah Husen nyariin kamu. Katanya mau ada urusan sama kamu."

"Urusan apa?" tanya Shani sambil melihat Zean yang juga setia memperhatikannya.

"Udah kamu pulang dulu aja. Kasihan kalau dia nunggu lama."

"Suruh pulang aja deh Ma."

"Jangan gitu dong. Jahat banget disuruh pulang. Cepetan kamu pulang. Mama tutup telponnya."

Panggilan berakhir. Shani jadi bingung, ingin apa Husen mencarinya? Mereka tidak ada membuat janji. Boro-boro buat janji, mereka berbincang saja tidak.

"Kenapa?" tanya Zean.

"Mama minta aku pulang. Karna... Husen di rumah nyariin aku. Aku harus pulang sekarang," jawab Shani.

"Husen lagi?"

"Maaf Zean. Aku udah minta mama buat nyuruh Husen pulang aja, tapi Mama malah ga mau, aku tetep disuruh pulang," jelas Shani yang merasa tak enak.

"Yaudah pulang gih," kata Zean. Dia merasa sedikit panas jika mendengar nama Husen.

"Kamu marah?"

"Nggak. Aku juga harus segera ke kelas. Udah telat berapa menit ini?" jawab Zean acuh.

"Yaudah, aku pergi. Semangat belajarnya dan jangan berantem lagi." Zean mengangguk saja sebagai jawaban.




















Dah gitu aja maap buat typo.

Gw mo nugas sejarah. Disuruh bergulad dengan masa lalu😓

HANYA TENTANG KITA II [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang