Chapter Four

378 70 249
                                    

“Ada apa ini sebenernya?” tanya Litha pada Kenzo. Mereka berdua masih berada di dalam mobil.

“Maaf ... tadinya, aku pengen membuat seolah-olah aku yang terkejut. Tapi ternyata, perkiraan aku meleset,” ujar Kenzo dengan enteng.

Litha tampak mengernyitkan dahinya karena ia masih tidak mengerti dengan maksud dari ucapan Kenzo. “Maksud kamu?”

“Ini mansion-ku.”

“APA?????” Litha terkejut bukan main.

“Aku tinggal di sini, Tha. Ibu Mila itu Mama aku,” jelas Kenzo akhirnya yang membuat Litha seketika mematung.

“Kenapa kamu diem?” Kenzo kembali bersuara karena Litha sama sekali tidak meresponnya.

Bukannya menjawab, Litha malah langsung keluar dari dalam mobil Kenzo seraya berlari menuju ke pintu gerbang. Kenzo yang melihatnya, langsung mengejar gadis yang memiliki tempramen sedikit buruk itu. Tak sempat Litha membuka pintu gerbang karena tangan Kenzo sudah lebih dulu menarik lengannya.

“Tunggu dulu,” pinta Kenzo sembari menggenggam erat tangan Litha.

“Apa??” Litha membentak. Ia juga tampak menghempaskan tangan Kenzo dengan kasar.

“Kenapa kamu jadi kayak gitu?” Kenzo kembali bertanya seraya meraih kembali tangan Litha karena ia merasa tidak melakukan sebuah kesalahan.

Litha menghempaskan lagi tangan Kenzo. “Kamu mau apa?”

“Aku mau kamu ikut aku dulu! Jangan bicara di sini!” tegas Kenzo sembari melihat ke sekeliling karena di sana ada beberapa CCTV.

Kenzo lantas membawa Litha ke sebuah ruangan. Ruangan itu terlihat seperti perpustakaan tua, karena di sana terletak banyak sekali buku yang sudah tersusun rapi dalam rak-nya.

“Kenapa kamu marah sama aku?” tanya Kenzo yang berdiri tepat di hadapan Litha.

Mereka sedang berada di sela-sela rak buku agar tidak terlihat oleh siapa pun. Hanya di sana tempat yang tidak pernah dikunjungi penghuni rumah itu karena tempat itu sudah terlihat usang dan sedikit berdebu. Di ruangan tersebut juga tidak terpasang CCTV seperti di ruangan yang lainnya.

Saat itu, Litha hanya menundukkan kepalanya tanpa melihat ke arah Kenzo. Dia hanya sibuk dengan pikirannya sendiri.

_._

Di tempat lain, terlihat seorang siswi Sekolah Menengah Atas yang sedang duduk di taman sekolahnya sambil memandang ke arah pohon tinggi rindang di hadapannya. Namanya adalah Nabila. Nabila adalah siswi kelas sepuluh di salah satu Sekolah Menengah Atas Negeri yang terletak di Kota Bandung.

“Kamu di mana sebenarnya? Apa kamu ingat aku? Apa kamu rindu aku? Apa kamu masih mencintai aku seperti tiga tahun yang lalu?” Monolog Nabila dengan lirih.

Dia mengeluh sembari terus melihat ke arah pohon tinggi yang rindang tersebut, seakan pohon itu adalah orang yang ia maksud.

“Kalo nanti kamu datang kembali, aku janji gak akan pernah melepaskan kamu lagi,” ucapnya kembali.

“Bil, ada yang nanyain lo, tuh!” Tiba-tiba, teman Nabila yang bernama Gita datang. Ia langsung berbicara seperti itu.

“Siapa, Git?”

“Kakak kelas yang namanya Aldo.”

“Mau apa dia nanyain gue?” tanya Nabila dengan cuek.

“Dia suka kayaknya sama lo.”

“Hah? Nggak, ah!” tolak Nabila.

“Loh, kenapa?” tanya Gita dengan terheran-heran.

“Lo juga tau jawabannya!” tegas Nabila.

The Highest ThroneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang