Justin membawa Litha ke area air terjun yang terletak di area kota tersebut. Suasana di tempat itu benar-benar membuat Litha merasa lebih tenang. Suara air terjun yang mengalir terdengar begitu merdu di telinganya dan Justin.
“Aku baru tau ada tempat seindah ini di kota kita,” seru Litha seraya menatap ke arah sekeliling dengan begitu terkesima.
Justin menatap wajah Litha sembari tersenyum hangat. “Kamu harus sering mengajak saya keluar agar saya bisa memperlihatkan tempat-tempat yang lebih menakjubkan dari ini.”
“Kakak orang sibuk, mana berani aku ngajak Kakak jalan keluar,” canda Litha dengan menatap jahil ke arah Justin.
Justin kembali menyimpulkan senyum hangatnya. “Bagi saya, gak ada yang lebih penting dibandingkan dengan kamu.”
Ucapan Justin sontak saja membuat Litha terdiam. Gadis berparas cantik itu tampak menatap Justin dengan tatapan yang penuh dengan tanya.
Justin melangkahkan kakinya untuk sedikit mendekat pada Litha. Litha tampak menjauh selangkah dari Justin karena ia masih terkejut dengan apa yang sudah pria itu ucapkan barusan.
“Tolong, jangan takut. Saya tidak akan menjahati kamu,” pinta Justin karena ia menyadari akan perubahan sikap Litha yang terlalu kentara.
“Maksud Kakak apa?” tanya Litha dengan suara yang sedikit bergetar.
Justin menghirup oksigen cukup dalam. “Saya tau, ini bukanlah waktu yang tepat. Tapi, saya sudah gak bisa menahan perasaan saya pada kamu.” Justin tampak diam sejenak seraya meraih kedua tangan Litha sebelum ia melanjutkan kalimatnya. “Sudah lama saya memendam perasaan pada kamu.”
Litha lantas menghempaskan kasar tangan Justin yang sempat menggenggam kedua tangannya. Ia juga tampak menutup mulut dengan kedua tangannya karena ia semakin tidak mengerti dengan apa yang Justin katakan barusan.
“Saya tau, kamu terkejut. Itu adalah hal yang wajar dan saya sudah siap dengan semua reaksi yang akan kamu berikan ketika saya sudah mengucapkan semua ini. Saya tidak akan memaksamu. Yang terpenting, kamu sudah mengetahui bagaimana perasaan saya saat ini pada kamu,” terang Justin sembari memberikan senyum tertulusnya pada Litha.
“Aku kira, Kakak menganggapku adik, seperti Via,” ucap Litha dengan perasaan yang begitu gugup.
“Saya juga ingin menganggapmu seperti itu. Tapi, semakin saya menganggapmu sebagai adik, malah membuat saya semakin ingin melindungi kamu,” jelas Justin.
“Tapi, Kak. Kakak tau sendiri kalo aku ...”
“Saya tau,” sela Justin. “Saat ini yang ada dalam hati kamu hanya Kenzo. Tapi, saya tidak merasa terancam karena semua itu. Mungkin, suatu saat nanti kamu bisa menilai, kamu akan lebih bahagia jika kamu hidup bersama dengan Kenzo, atau hidup bersama dengan saya.”
Mata Litha mulai memanas. Ia tidak pernah menyangka, jika pria yang selama ini ia anggap kakak, ternyata menyimpan perasaan yang begitu mendalam padanya.
“Mulai saat ini, tolong pandang saya sebagai seorang pria,” pinta Justin seraya mengusap lembut kepala Litha.
“Kenapa harus aku, Kak? Kakak pantas mendapatkan gadis yang lebih baik dari aku,” lirih Litha. Butiran bening yang mendarat mulus di pipinya sudah tidak bisa ia tahan.
“Karena kamu adalah gadis yang sangat istimewa. Kamu adalah gadis pertama yang mampu menggerakkan hati saya,” terang Justin sembari mengusap singkat air mata yang menetes ke pipi kanan Litha.
Litha menutup mulut dengan tangan kanannya kemudian ia mulai memukul pelan dada bidang Justin dengan tangan kanannya. Ada sesuatu yang mengganjal di dalam hatinya. Sesuatu yang seharusnya sudah lama ia lupakan. Tapi, semua itu kembali ia ingat karena Justin menyatakan perasaan padanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Highest Throne
RomanceTAHTA TERTINGGI "Menghancurkan kalian bukanlah hal yang sulit bagiku. Jika kalian tetap melukai kakakku, akan ku pastikan kalian menyesal telah memberi TAHTA pada orang yang sama sekali tidak memiliki garis keturunan Zeus sepertiku!" _Alex_ "Memangn...