Chapter Thirty Three

25 4 0
                                    

Litha baru saja sampai di kampusnya. Ia tampak berjalan dengan tatapan kosong ke depan. Rasanya, ingin sekali bertemu dengan Kenzo di sini. Ia membayangkan semua siluet indah yang pernah ia lewati bersama dengan mantan kekasihnya tersebut di sini.

Ketika wajah Kenzo terus muncul dalam benaknya, tiba-tiba ia melihat Via yang sedang berjalan menghampirinya. Litha tampak menghentikan langkahnya sejenak. Ia menatap Via dengan tatapan yang penuh dengan luka.

Tidak dapat dipungkiri, sahabat karibnya itu -- kini telah menjadi calon tunangan dari mantan kekasihnya. Pilu memang. Tapi, mereka juga tidak bisa lari dari takdir yang sudah ditentukan, oleh Author.

“Kita perlu bicara,” pinta Via sesampainya ia di hadapan Litha.

Litha tidak menjawab. Ia hanya melangkahkan kakinya menuju ke rooftop kampus yang diekori oleh Via dari belakang. Sesampainya di rooftop, Litha tampak duduk di sebuah bangku. Ingin rasanya Via duduk di samping Litha seperti biasanya. Tapi, rasa bersalah ini sungguh membuatnya merasa tidak pantas berada di dekat sahabatnya tersebut. Dengan begitu, akhirnya Via beranjak duduk di hadapan Litha yang terhalang oleh sebuah meja.

Via mulai menundukkan kepalanya, sedangkan Litha menatap Via dengan tatapan yang sulit untuk di artikan. Selama sepuluh menit, mereka hanya terdiam tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

“Gue menerima perjodohan ini,” beritahu Via segera setelah ia melihat Litha akan beranjak dari sana karena Litha mulai kesal dengan sikap Via yang hanya diam.

Litha mengurungkan niatnya untuk pergi. Ia menyimpulkan senyum hampa sembari menundukkan kepalanya singkat. Via meraih kedua tangan Litha seraya menggenggam erat tangan dari sahabatnya tersebut.

“Gue lakuin semua ini demi lo, Tha. Gue pengen lihat lo bahagia. Gue ....”

“Demi gue?” sela Litha. “Apa yang bisa bikin gue bahagia dengan keputusan lo ini?”

“Karena ....” Via tidak bisa melanjutkan kalimatnya karena ia tidak mungkin mengatakan pada Litha bahwa saat ini Justin sedang mencintainya.

“Udah gue bilang, sekarang Kenzo bukan siapa-siapa gue lagi. Kalo lo udah menerima perjodohan itu, gue ikut bahagia buat lo, Via,” ujar Litha dengan memberikan senyum termanisnya pada Via.

“Tapi, lo masih mencintai Kenzo, Tha,” tangkas Via dengan kondisi mata yang mulai berembun.

Litha sempat merapatkan bibirnya singkat seraya tersenyum sinis setelah ia mendengar ucapan dari Via. Beberapa detik kemudian, ia merubah tatapannya menjadi begitu tajam pada sang sahabat.

“Jangan bikin gue jadi temen yang paling menyedihkan dalam hidup lo, Via! Lo udah menerima perjodohan itu. Jadi, lo gak perlu memikirkan perasaan gue lagi mulai sekarang. Jalani semuanya sesuai dengan keinginan lo. Dan ....”

“Tapi, Tha. Lo gak ngerti sama maksud gue nerima perjodohan itu!” sela Via.

“Itu kan, tujuan lo ngajak gue bicara? Karana mau membuat gue mengerti, kan?” cecar Litha.

Via terdiam. Ia tidak tau harus mulai dari mana untuk menjelaskan semua ini. Ia tidak bisa memberitahu Litha perihal perasaan Justin karena itu bukanlah haknya. Ia juga tidak bisa mengatakan menerima perjodohan tersebut karena ia tidak mau melihat Litha terus disakiti oleh orang tua Kenzo karena Litha pasti akan memintanya untuk tidak mencampuri urusannya.

“Jalani aja, Via! Kenzo juga kayaknya gak punya niat buat nolak perjodohan itu,” pungkas Litha seraya bangkit dari duduknya. “Bohong kalo gue bilang gue gak sakit hati. Bohong kalo gue bilang gue gak kecewa. Tapi, ini emang kesalahan gue yang udah putusin Kenzo gitu aja. Gue cuma bisa berbahagia buat kalian berdua,” tuturnya, kemudian ia segera beranjak dari sana karena ia sudah tidak kuat menahan rasa perih setiap kali ia melihat Via.

The Highest ThroneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang