Chapter Sixteen

159 26 63
                                    

“Kamu gak kenapa-napa, Tha?” tanya Mila pada Litha, sepeninggalan Fani.

“Aku gak kenapa-napa, Nya,” jawab Litha seraya menundukkan kepalanya.

“Duduk dulu di sini,” pinta Mila sembari mendorong pelan bahu Litha agar ia mau duduk di sudut ranjang miliknya.

Litha menurut, ia melihat majikannya beranjak ke dekat nakas seraya meraih kotak obat. Mila kembali menghampiri Litha sembari ikut duduk di samping gadis bersurai panjang tersebut. Ia mulai mengeluarkan sebuah kapas dan satu botol cairan yang sepertinya itu adalah alkohol.

Mila menuangkan cairan tersebut ke atas kapas kemudian mengusapkannya lembut pada sudut bibir Litha yang sempat terkena tampar oleh Fani.

“Kalau kamu sampai kenapa-napa, bagaimana aku menghadapi Kenzo nanti?” cecar Mila yang berhasil membuat mata Litha membulat sempurna.

“Maksud Nyonya?” tanya Litha dengan ragu.

“Udah aku bilang, panggil aku Ibu. Aku tidak nyaman di panggil Nyonya oleh kekasih anakku,” titah Mila sembari tersenyum lembut pada Litha.

Litha masih terdiam. Ia berpikir, apa mungkin Mila mengetahui hubungannya dengan Kenzo karena Kenzo yang bercerita?

Mila kembali mengoleskan obat pada sudut bibir Litha dengan lembut. “Kamu tidak usah khawatir. Ibu tidak akan menentang hubungan kalian berdua. Hanya saja, kalian harus lebih berhati-hati karena ayahnya Kenzo bisa datang kapan saja. Beliau juga memiliki banyak pasang mata.”

“Kenapa Ibu merestui hubungan kami?” tanya Litha dengan begitu lirih.

“Jangan salah paham, Ibu tidak merestui hubungan kalian karena ini sangat berbahaya. Ibu hanya tidak bisa menentang hubungan kalian karena Ibu melihat Kenzo sangat bahagia saat dia sedang berada di dekat kamu,” tutur Mila seraya merapikan kembali kotak obatnya.

Litha semakin menundukkan kepalanya. Ia tidak tau harus berbuat apa setelah ini. Ia hanya merasa semakin takut menghadapi Leo jika suatu saat nanti ayah dari kekasihnya itu datang ke mansion.

“Apa ibumu tau soal hubungan kamu dengan Kenzo?” tanya Mila setelah ia selesai menyimpan kembali kotak obat ke dalam nakas.

Litha menggelengkan kepalanya pelan. “Ibu saya gak tau soal hubungan kami. Saya takut beliau akan khawatir kalau mengetahuinya.”

Mila kembali duduk di samping Litha. “Kamu harus menceritakan semua ini pada ibumu. Jika suatu saat hal buruk terjadi padamu dan Kenzo karena hubungan kalian ketahuan oleh suamiku, apa yang akan dipikirkan oleh ibumu? Apa kamu tega melihat ibumu terkena imbasnya tanpa dia tau permasalahan yang sesungguhnya?”

“Aku hanya tidak siap untuk menceritakan semua ini pada Mama, Bu,” lirih Litha.

“Apa harus aku yang berbicara sebagai ibunya Kenzo?” cecar Mila yang berhasil membuat Litha menatap wajahnya.

Litha hanya menatap Mila tanpa menjawab. Tatapannya itu seperti sebuah permohonan agar Mila tidak mengatakan semua ini pada Dini.

“Aku memberimu waktu satu minggu untuk mengatakan masalah ini pada ibumu. Jika minggu depan kamu masih belum mengatakannya, biar Ibu yang jelaskan pada Dini,” imbuh Mila sembari mengusap lembut pipi kanan Litha.

Litha kembali menundukkan kepalanya. “Maaf karena aku udah membuat Ibu khawatir.”

Mila beralih mengusap kepala Litha. “Pergilah, kamu harus bekerja di cafe, kan?”

“Kenapa Ibu tau?” tanya Litha seraya mengernyitkan dahinya.

“Apa yang aku tidak tau tentang anakku? Sudah Ibu bilang, kamu dan Kenzo harus lebih berhati-hati. Jika Ibu saja bisa tau, bagaimana dengan suami Ibu?” tandas Mila.

The Highest ThroneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang