Chapter Six

302 25 71
                                    

Siang itu, Kenzo melihat Litha yang sedang berjalan dari luar menuju ke pintu belakang mansion. Saat membuka pintu, Litha tak sempat masuk karena Kenzo dengan segera menarik lengannya.

"Kita perlu bicara!" tegas Kenzo.

"Bicara soal apa lagi?" tanya Litha dengan begitu lemas.

"Soal kita!" Kenzo kembali menegaskan.

"Gak ada yang perlu di bicarain lagi karena semua udah jelas! Kamu itu majikan aku," pungkas Litha dengan pelan kemudian mencoba untuk melepaskan genggaman tangan Kenzo.

Namun, sepertinya kali ini Kenzo tidak mau melepaskan Litha. Ia malah menarik kembali lengan Litha seraya membawanya ke perpustakaan tua yang kemarin sempat mereka datangi.

"Lepasin aku, Kenzo! Nanti, ada yang lihat kita!" sentak Litha dengan pelan sembari berusaha melepaskan tangannya yang digenggam erat oleh Kenzo.

Lagi-lagi, Kenzo tidak menggubris permintaan Litha. Ia terus membawa Litha sampai ke dalam perpustakaan usang tersebut.

"Masalah kita apa sebenernya, Tha?" tanya Kenzo sesampainya di perpustakaan.

"Mau kamu apa sebenernya?" Litha balik bertanya.

"Aku cuma gak mau di jauhin sama kamu," pinta Kenzo dengan penuh harap.

"Aku gak jauhin kamu. Aku rasa, ini jarak yang sangat wajar buat kita!"

"Kamu gak ngerti sama perasaan aku ...." Suara Kenzo terdengar sedikit melemah.

"Perasaan yang mana?"

Seketika, suasana di perpustakaan terdengar menjadi sangat hening. Kenzo hanya menundukkan kepalanya setelah mendengar Litha bertanya seperti itu. Dengan mudah Litha dapat melepaskan tangannya yang sedari tadi di genggam erat oleh Kenzo. Ia lantas membalikkan badannya seraya mencoba untuk berlalu dengan pelan menuju pintu keluar.

"Aku sayang sama kamu, Tha." Tiba-tiba, Kenzo berbicara seperti itu dengan sangat lirih. Tapi, masih bisa terdengar dengan jelas oleh Litha, karena Litha baru berjalan lima langkah dari hadapan Kenzo. Litha juga terlihat menghentikan langkahnya.

"Aku mohon, jangan jauhi aku." Lanjut Kenzo.

Namun, sepertinya Litha enggan untuk berbalik. Ia hanya menundukkan kepalanya seraya mulai mengeluarkan air mata sembari tersenyum perih. Dari belakang, Kenzo lantas melangkah untuk menghampiri Litha kembali dengan perlahan, kemudian ia berdiri di hadapan Litha yang sempat membelakanginya.

"Kamu nangis?" tanya Kenzo seraya memegang kedua bahu Litha.

"Aku mohon, Ken. Jangan persulit hidup aku!" tegas Litha yang sudah terlanjur menangis di hadapan Kenzo.

"Apa aku hanya beban buat kamu?" Kenzo kembali bertanya dengan menatap tetap wajah Litha yang mulai me-merah.

"Apa semudah itu, kamu mencintai seseorang? Kita baru kenal dan secepat ini kamu bilang sayang sama aku?" cecar Litha sembari terus menangis kemudian menghempaskan pelan lengan Kenzo yang memegang bahunya.

"Apa cinta mengenal waktu?" Kenzo tidak mau mengalah.

"Maaf ... Tapi, aku gak bisa membalas perasaan kamu." Suara Litha ikut melemah.

"Kenapa? Aku kira, kebersamaan kita akhir-akhir ini berarti sesuatu buat kamu!"

"Awalnya emang iya. Tapi, sekarang ...."

"Jangan bilang karena aku adalah anak majikan kamu lagi!" sela Kenzo seraya menegaskan.

"Minggir, Ken!" Litha menyenggol pelan bahu Kenzo yang berada di hadapannya, kemudian ia berlari sambil menangis ke luar dari perpustakaan.

The Highest ThroneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang