Chapter Seventeen

158 24 75
                                    

Litha dan Nabila hampir datang bersamaan ke cafe. Litha terlihat tiga menit lebih dulu sampai di banding dengan Nabila. Pada saat Nabila sampai, Litha tampak menautkan alisnya seraya tersenyum jahil pada gadis belia tersebut. Bagaimana tidak, untuk pertama kalinya Litha melihat Nabila datang ke cafe dengan di antar oleh seorang pria.

Litha masih memandangi Nabila dan Aldo dari dekat pintu masuk samping cafe yang dikhususkan untuk para pegawai. Saat itu, Nabila terlihat turun dari atas motor Aldo dengan sangat hati-hati.

“Makasih, Kak. Aku masuk dulu,” pamit Nabila seraya memberikan helm yang sempat ia pakai kepada Aldo.

Aldo meraih helm tersebut sembari berkata, “Nanti malam aku jemput.”

“Gak usah, aku dijemput sama pacarku,” tolak Nabila.

“Aku jemput kalo misalkan dia gak bisa jemput kamu.”

“Aku bisa naik angkutan umum.”

“Aku jemput kalo misalkan angkutan umumnya gak ada kayak tadi.”

Gusar ...

Nabila mulai terlihat kesal pada kakak kelasnya tersebut. Ia benar-benar tidak menyangka jika Aldo akan segigih ini untuk mengejarnya.

“Hanya karena aku mau diantar oleh Kakak sekali, bukan berarti Kakak bisa seenaknya datang lagi buat ngejemput aku,” tangkas Nabila.

“Aku hanya menawarkan kebaikan untuk kamu. Kenapa kamu selalu menolaknya?” protes Aldo dengan santai.

“Terserah Kakak. Aku harus masuk karena aku udah kesiangan!” tegas Nabila, kemudian ia berlalu ke dalam cafe tanpa memedulikan Aldo lagi.

Aldo terus memperhatikan Nabila sampai Nabila masuk bersama dengan Litha ke dalam cafe. Ada rasa kecewa dalam hatinya karena Nabila yang selalu bersikap dingin padanya.

Tak lama kemudian, ponselnya berdering. Tanda bahwa ada yang sedang menghubunginya. Aldo segera meraih benda pipih itu dari dalam saku hoodie-nya seraya mengangkat panggilan suara tersebut.

Hallo, Kak!”

Kamu di mana?” Terdengar suara perempuan yang berasal dari sambungan panggilan tersebut.

“Aku lagi di jalan. Kenapa, Kak?”

Kamu bisa jemput Kakak, gak? Mesin mobil Kakak mati di dekat Pasteur.”

“Iya, aku OTW sekarang ke sana, Kak.”

Klik

Aldo memutuskan sambungan panggilan tersebut seraya mengenakan helmnya. Ia tampak melirik dulu sekilas ke arah pintu yang sempat Nabila masuki, kemudian ia segera beranjak dari sana untuk menjemput orang yang tadi menghubunginya.

Di dalam ruang ganti, Litha terus memperhatikan Nabila yang sedang memakai atribut kerjanya dengan wajah yang ditekuk. Litha segera mendekati gadis belia tersebut untuk menanyakan apa yang sebenarnya terjadi padanya.

“Berantem sama pacar lo?” tanya Litha dengan jahil.

“Hah?” Nabila tampak terkejut karena ia tidak menyadari ketika Litha datang menghampirinya.

“Yang tadi nganterin lo, pacar lo yang temennya Kenzo itu, kan?” Litha kembali bertanya dengan penasaran.

Nabila kembali tersentak. Ia hanya menatap Litha tanpa menjawab pertanyaan yang diberikan olehnya.
Pacar gue itu, saudara kembar lo, Kak,’ gerutu Nabila dalam hati.

“Nabila?” Litha tampak mengguncangkan pelan bahu Nabila karena gadis belia itu hanya terdiam tanpa menjawab.

Nabila tersadar dari lamunannya seraya memalingkan wajahnya dari Litha.

The Highest ThroneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang