“Kemarin, kamu ke mana?” tegur Denis pada Alex. Pagi ini mereka bertemu di depan ruang rapat.
“Kemarin, saya kurang sehat, Pak. Maaf, kalau saya gak beri kabar ke kantor,”sesal Alex seraya menggaruk kepalanya yang sekali pun tidak gatal.
“Tapi, sekarang kamu sudah sehat?”
“Seperti yang Bapak lihat, saya sekarang sudah baik-baik saja,” ucap Alex sambil tersenyum.
“Baguslah kalau begitu. Sekarang, kamu ke ruangan saya. Ada yang mau saya tanyakan.”
“Baik, Pak.”
Alex pun mengikuti Denis ke ruangannya. Denis tampak duduk di kursi kebesarannya. Sedangkan Alex masih berdiri di depan meja kerja Denis.
“Kamu bisa jelaskan soal ini?” tanya Denis sembari memberikan beberapa berkas pada Alex.
“Itu juga yang mau saya tanyakan pada Bapak. Saya kira, Bapak tahu soal berkas ini,” jawab Alex seraya meraih berkas-berkas tersebut.
“Di mana kamu menemukan berkas ini? Kenapa bisa bertambah?”
“Ada di brangkas ruangan saya, sama seperti berkas yang sebelumnya. Beberapa hari lalu, saya tanyakan pada Pak Wira saat Bapak sedang dinas. Tapi, Pak Wira gak menjawab,” tutur Alex dengan santai.
“Bisa kamu bantu saya periksa semua ini? Saya rasa, ada yang aneh. Seperti ada yang mau menjebak saya,” keluh Denis. Ia tampak menyelidiki kembali setiap garis yang tertera di dalam diagram tercetak tersebut.
“Biar saya yang tangani, Pak.”
“Kamu selidiki semuanya sampai ketahuan mana berkas asli dan mana berkas palsu, sampai semua bukti benar-benar ada. Biar saya yang cari siapa dalang dari semua ini,” pinta Denis seraya menautkan sela-sela jarinya di bawah dagu.
Alex pun menganggukkan kepala. Denis begitu mempercayai Alex karena Denis sudah mendengar banyak soal Alex dari Leo. Dia juga berani mempercayai Alex karena Leo juga begitu mempercayai Alex. Sebuah kepercayaan yang tidak pernah berikan oleh Leo pada Kenzo mau pun Denis.
•••
"Apa boleh, gue sayang sama Kenzo? Apa pantes, gue pacaran sama Kenzo? Apa gue harus menyerah hanya karena gue anak seorang pelayan? Dia aja kekeh ngejar gue, kenapa malah gue sia-siain? Kenapa gue begitu bodoh?" gerutu Litha di dalam hati.
Bahkan, ia tidak mendengarkan dosen yang sedang menjelaskan materinya di depan. Hingga pada saat dosen itu menegurnya pun, dia tidak menyadarinya.
“Litha, kamu baik-baik saja?” tanya Aini, dosen yang sedang mempresentasikan materinya hari ini.
Namun, sepertinya Litha masih asyik dengan lamunan-lamunannya. Karena ia hanya menyanggah dagu dengan telapak tangannya seraya menatap ke arah langit-langit kelas.
“Tha, lo di panggil sama Bu Aini, tuh!” bisik Via yang berada di sampingnya.
“Alitha Shakira Caelum! Apa kamu mendengarkan saya?” sentak Aini sehingga membuat Litha tersadar dari lamunannya seketika.
“Eh, iya! Kenapa, Bu? Saya ngerti kok, Bu.” Litha terkejut bukan main.
“Siapa yang tanya kamu mengerti atau tidak? Saya hanya bertanya, apakah kamu baik-baik saja?” tegas Aini sekali lagi.
“Saya baik, Bu,” jawab Litha dengan pelan.
“Cuci muka, sana! Ini jam kelas saya. Bukan jamnya melamun!” bentak Aini dengan penuh ketegasan.
“Iya, Bu.”
Litha pun keluar dari kelas. Terlihat Via yang khawatir pada Litha. Ia terus melihat keluar kelas sampai Litha benar-benar masuk ke dalam toilet.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Highest Throne
RomanceTAHTA TERTINGGI "Menghancurkan kalian bukanlah hal yang sulit bagiku. Jika kalian tetap melukai kakakku, akan ku pastikan kalian menyesal telah memberi TAHTA pada orang yang sama sekali tidak memiliki garis keturunan Zeus sepertiku!" _Alex_ "Memangn...