Chapter Two

482 36 89
                                    

"Ngapain lo senyum-senyum kayak gitu?"

Pagi ini, Alex mengernyitkan dahinya ketika ia melihat sahabatnya yang sedari tadi tersenyum sendiri seraya melihat ke atap-atap kamarnya. Saat ini, mereka berdua sedang berada di unit apartemen Alex.

Namun, terlihat Kenzo yang tidak menghiraukan ucapan Alex. Sampai akhirnya, Alex kesal seraya berteriak keras dengan tehnik growl exhale-nya yang sudah lama ia kuasai.

"OH MY GOD!" Alex berteriak full power sehingga membuat Kenzo terkejut bukan main.

"Eumh, mulai deh! Kambuh, deh!" bentak Kenzo, mendengus kesal.

"Lagian, dari tadi gue nanya, gak lo jawab," tegur Alex yang masih terlihat kesal.

"Emang, lo nanya apa?" tanya Kenzo dengan memasang raut muka yang begitu polos.

"Orang jatuh cinta, susah nyambung kalo diajak ngomong," Alex mencibir sembari berdiri, kemudian ia berjalan menuju ke kamar mandi.

"Eh, mau ke mana lo?"

"Mandi! Hari ini kan, hari pertama gue kerja di kantor bokap lo yang ada di Bandung," jelas Alex seraya meraih handuk, kemudian ia masuk ke dalam kamar mandi.

"Terus? Gue? Ditinggalin?" Kenzo berbicara sendiri dengan memasang ekspresi herannya.

Tadinya, Kenzo mau mengajak Alex untuk mencari Universitas baru sekaligus bercerita soal masalahnya di rumah. Tapi, melihat Alex begitu bersemangat untuk bekerja, dia jadi mengurungkan niatnya tersebut.

Kenzo memutuskan untuk mencari Universitas seorang diri. Dengan uang yang ia miliki, ia bisa masuk ke Universitas mana saja yang ia mau tanpa memedulikan semester berapa ia sekarang.

Berbeda dengan Kenzo, Alex bisa masuk Universitas mana pun yang ia mau melalui jalur prestasi. Seperti saat di Singapura, Alex mendapatkan beasiswa penuh sehingga ia tidak perlu pusing memikirkan uang kuliah.

••••

Di gedung utama Kantor Cabang Kota Bandung Zeus Group, terlihat seorang pria tegap tinggi yang baru saja datang. Semua pegawai kantor begitu hormat padanya, meski pun kebanyakan usia mereka lebih tua dari pria tersebut.

"Selamat pagi, Pak Denis," sapa salah satu pegawai padanya.

"Iya, selamat pagi juga. Apakah Pak Alex sudah datang?" tanya Denis pada Wira, Sekretarisnya di perusahaan tersebut.

"Pak Alex yang wakil baru bapak itu? Sepertinya belum datang, Pak," jawab Wira.

"Ini sudah mau pukul delapan." Denis berbicara dengan pelan seraya melihat ke arah arloji yang terpasang di pergelangan tangan kirinya.

"Selamat pagi, Pak." Tiba-tiba, ada seseorang yang menghampiri Denis seraya menyapanya.

"Kamu, Alex?" tanya Denis dengan penuh wibawa.

"Iya, Pak. Dari tadi, saya sudah ada di lobi," jawab Alex dengan memasang senyum tulus di bibirnya.

"Ya sudah, mari ikut saya," ajak Denis yang di ekori oleh Alex dan Wira.

Ternyata, Alex langsung menjabat sebagai Wakil Direktur di Cabang Perusahaan milik Ayah Kenzo tersebut. Dan Denis ini adalah seorang Direktur Utama. Direktur Utama yang begitu muda dengan usianya yang masih dua puluh tujuh tahun.

"Mulai hari ini, ini adalah ruangan kamu. Saya sudah mendengar banyak tentang kamu dari Ayah saya. Saya harap, kita bisa bekerja sama dengan baik," jelas Denis seraya mengulurkan tangannya pada Alex.

"Ayah Bapak?" tanya Alex yang keheranan sembari menjabat tangan Denis.

"Iya, Pak Leo adalah Ayah saya," jawab Denis dengan santai.

The Highest ThroneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang