Chapter 30

2K 196 17
                                    

LISA


Sepanjang hidup ku, aku berpura-pura bahwa semuanya baik-baik saja dan tidak ada yang mencoba untuk menyadari apa yang aku lakukan dan rasakan. Ketika aku mulai merasa percaya diri dengan biseksualitas ku, aku merasa menjadi seseorang yang lebih baik dan lebih bahagia, namun orang tua ku sama sekali tidak menyetujuinya.

Usia dua puluh tahun merupakan titik balik dalam hidup ku karena pada tahun itu aku mengatakan kepada ibu ku bahwa aku berbeda. Dia menangis dan menampar wajah ku setelah pengakuan ku. Aku berharap dia akan memberikan reaksi yang berbeda karena dia selalu bersikap baik dan penuh pengertian kepada ku.

Tamparannya itu menyakitkan, tetapi kata-katanya lebih menyakitkan lagi.

Dia mengatakan kepada aku bahwa aku sakit dan menjijikkan. Aku bisa mendengar Jennie mengucapkan kalimat yang sama di kepala ku... 

Aku kira kata-kata itu tidak akan meninggalkan ku sendirian. Setelah ayah ku mengetahui hal itu, dia meludahi ku dan mengancam akan memukul ku.

Itulah bagaimana aku diusir dari rumah orang tua ku.

Aku berharap bisa melupakan tahun itu, namun hal tersebut membuat ku sadar bahwa orang tua ku tidak mencintai aku sepenuhnya. Melihat kembali ke belakang, aku merasa itu adalah keputusan yang tepat. Aku tidak perlu malu menjadi diri ku sendiri. Tidak akan pernah. Suatu hari nanti aku akan menemukan seseorang yang memahami ku dan akan mencintai ku apa adanya. Aku tidak sabar menunggu hari itu tiba. 

Dari waktu sekolah menengah hingga perguruan tinggi, aku selalu berdoa agar orang itu adalah Jennie. Dia selalu begitu sempurna, baik hati, menawan, dan lucu. Terlalu mudah bagi ku untuk jatuh cinta dengan pikirannya setiap bulan.

Betapa bodohnya aku berpikir bahwa gadis ini akan memilih ku daripada seribu manusia diluar sana yang mencoba menarik perhatiannya.

Sejak hari pertama, aku tidak pernah memiliki kesempatan. Aku bisa menjadi sahabatnya, tetapi menjadi kekasih bukanlah suatu kemungkinan.

Jennie jauh di luar jangkauan ku.

Mungkin karena itulah aku begitu putus asa untuk bersamanya karena aku tahu jauh di lubuk hati ku, bahwa aku tidak akan pernah memilikinya. Astaga, aku sangat putus asa saat itu. Aku benar-benar harus menemukan seseorang. Somi terlalu cemburu pada Jennie. Dia pikir aku tidak bisa move on dari era naksir pada sahabat kakakku karena aku menonton wawancaranya. Apa yang salah dengan itu? Sering kali, wawancaranya sangat menghibur dan cocok untuk ditonton saat aku bosan.

Aku mengatakan kepadanya bahwa dia tidak perlu mengkhawatirkan Jennie tetapi dia tidak mendengarkan ku. Kami mulai berdebat tentang apa saja sampai dia mengambil pisau dan mengancam akan melukai ku jika aku tidak menjauhi teman-teman ku, terutama dari Jennie. 

Ketika aku menelepon Elijah, aku tidak berharap untuk melihat Jennie tetapi seharusnya aku memprediksikan soal itu.

Mereka adalah teman baik dan Elijah suka mengajak Jennie makan malam. Saat itu, sulit bagi ku ketika kakak perempuan ku mencoba mencarikan pacar untuk Jennie. Aku berpura-pura antusias dan berhasil. Semua pacarnya di masa lalu menganggap ku keren karena aku diam-diam berharap ada truk yang menabrak mereka.

Aku pembohong yang mahir, Jennie tidak. Aku melihat memarnya. Dia mencoba melarikan diri dari ku dengan pergi ke kamar mandi tapi aku tidak mengizinkannya.

"Bolehkah aku... masuk?" Aku bertanya.

Aku tidak ingin menekannya, jadi suara ku selembut permen kapas. Aku menunggu beberapa menit sampai aku mendengar pintu terbuka. Dia berdiri di depan ku dengan keengganan dalam tatapannya. Aku melangkah masuk ke dalam kamar mandi dan menutup pintu di belakang ku sementara dia menatap ku.

Stra8Circle (JENLISA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang