Chapter 40

1.3K 134 8
                                    





LISA

Dia tahu.

Setelah sekian lama, Jennie Kim tahu bahwa aku memiliki perasaan padanya, tetapi dia memilih untuk tetap diam. Kenapa? Aku merasa terhina dan terluka saat menatapnya. Aku tidak percaya dia tidak mengatakan apa-apa tentang hal itu.

Ketika matanya menangkap mata ku, untuk pertama kalinya aku merasakan rasa panas yang perlahan-lahan di dalam tenggorokan ku, seakan-akan ada seseorang yang mencoba membakar ku.

Detik berikutnya, aku berjalan menjauh darinya. Aku dapat mendengar suara manisnya yang memanggil nama ku dari kejauhan, tetapi aku tidak memiliki cukup keberanian untuk menghadapinya.

Ini... terlalu berat untuk aku tangani, aku harus pergi dari sini - darinya. Angin malam yang dingin dan hujan yang deras menyambutku saat aku melangkahkan kaki ke luar gedung. Aku tidak membawa payung, tapi aku lebih baik masuk angin daripada kembali ke apartemennya.

"Lisa!" teriaknya pada ku.

Aku terus berjalan meskipun hujan deras mengguyur ku. Aku merasa setiap langkah yang aku ambil semakin sulit, tetapi aku tidak akan berhenti berjalan sampai aku dirumah.

"Tidak sekarang," jawab ku dengan suara tegas.

Mantel ku basah kuyup, tetapi aku tidak keberatan sedikit pun. Aku terlalu terperangkap dalam ingatan tentang pikiran sehingga aku tidak lagi peduli dengan tetesan air hujan yang dingin menerpa ku.

Bagaimana dia bisa tahu?

Apa terlihat terlalu jelas?

Aku pikir aku akan marah, tapi entah mengapa, aku tidak marah padanya. Aku kira dia akan tahu cepat atau lambat.

"Kita harus bicara," katanya. "Tolonglah..."

Aku menyeka air mata dari sudut mata dan mengatupkan rahang. Sayangnya baginya, aku tidak akan berhenti berjalan. Aku memasukkan tangan ku ke dalam saku saat aku melihat ke depan.

"Aku tidak memberi tahu mu karena aku tidak ingin menyakiti perasaan mu," lanjutnya.

Air mata kembali bergulir di pipi ku dan rasa sakit yang aku rasakan ketika aku menyadari bahwa aku harus melihatnya menikah dengan orang lain kembali. Kali ini, hal itu semakin menyakiti ku. Aku merasa sulit untuk bernapas, tetapi aku mencoba untuk tidak menangis di tengah jalan dan juga di depannya.

"Tolong bicaralah dengan ku," tambahnya.

Aku menggelengkan kepala meskipun seluruh tubuh ku ingin sekali melihatnya dan memeluknya erat-erat. Aku benci karena aku tidak bisa menahan diri untuk tidak jatuh cinta padanya lagi dan lagi. Aku berharap dia sepadan dengan rasa sakit dan sakit hati ku, tapi ternyata tidak. Dia tidak akan pernah membalas perasaan ku karena dia tertarik hanya pada laki-laki.

Suatu hari, perasaan ku terhadapnya akan berlalu dan akhirnya aku akan menemukan kedamaian dengan diri ku sendiri.

"Tidakkah menurutmu sudah waktunya untuk berhenti melarikan diri?" Jennie bertanya, tiba-tiba.

Sesuatu berbunyi di otak ku saat aku membeku di tempat. Aku berbalik dan mata ku bertemu dengan matanya. Dia tampak terkejut dengan reaksi ku karena dia membuka mulutnya dan menatap ku.

Aku dapat melihat matanya berbinar, tetapi karena hujan deras, aku tidak dapat mengetahui apakah dia menangis. Aku memberinya senyuman lemah dan perlahan menggelengkan kepala.

"Aku tidak akan..," kata ku kepadanya.

Dia melengkungkan alis dan menantang ku dalam diam. Meskipun, kami berada di tengah-tengah trotoar, aku bisa melihat fitur cantiknya yang diterangi oleh lampu jalan.

"Buktikan kalau begitu..," katanya hampir seperti berbisik.

Tanpa pemberitahuan lebih lanjut, tangan ku memegang pipinya, menariknya mendekat ke arah ku saat aku melihat sesuatu yang menggelap di matanya.

Semua yang ada di jalan menjadi sirna saat bibirku bertemu dengan bibirnya.

Fakta bahwa aku bisa merasakan aroma manis lip balm stroberi yang dulu aku pinjam darinya, membuat aku semakin sadar akan ciuman itu.

Bibirnya adalah segala sesuatu yang aku bayangkan dalam mimpi terliar ku: manis dan membuat ku ketagihan.

Aku membutuhkan beberapa saat untuk menyadari apa yang baru saja aku lakukan dan beberapa detik untuk mundur. Dengan tangan gemetar, aku menatap wanita di depan ku. Kami berdua terengah-engah dengan mata yang dipenuhi air mata, tetapi bukan karena alasan yang sama.

Namun, aku tidak bisa menebak apa yang ada di pikirannya saat ini. Apa dia marah? Apakah dia merasa jijik? Aku tidak tahu. Yang kulihat di matanya hanya air mata yang mengalir di pipinya. Atau itu hanya air hujan yang mengguyur kami?

Merasa hati ku seperti hancur berkeping-keping, aku memutuskan untuk berbalik dan lari darinya.

Dan kali ini, aku tidak mendengar dia memanggil nama ku.

.

.

.

ouccchh!! kenapa lari Manobaaaaan?

-_______-"

gimana sih.

Waktu dan tempat dipersilahkan untuk komen. Hahaha.

Habis ini aku liburan dulu ya? 😁

.

.

.

.

Stra8Circle (JENLISA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang