Chapter 39

1.6K 171 6
                                    



JENNIE

"Sudah lama sekali kita tidak bertemu. Aku harus mengatakan bahwa senang bertemu denganmu, Jennie. Apa kabar?" psikolog ku, Judith, bertanya kepada ku dengan senyum nya yang hangat.

Selama beberapa bulan terakhir, aku tidak pernah punya waktu untuk mengatur pertemuan dengannya. Judith telah menjadi psikolog ku beberapa bulan setelah aku mencoba mengakhiri hidup ku. Aku pikir dia lebih memahami ku daripada diri ku sendiri, dan saran-sarannya selalu bagus untuk ku. Aku telah bertemu banyak psikolog sebelumnya, dan pada pertemuan pertama kami, dia membuat ku terkesan.

Dalam waktu kurang dari sepuluh menit, ia tahu bahwa aku sedang mengalami masa-masa sulit dan lebih baik bagi ku untuk membicarakan hal-hal yang aku sukai daripada masalah ku.

Psikolog lain tidak sepemahaman dengannya dan membuat ku merasa bersalah karena merasa depresi.

"Aku baik-baik saja sebenarnya. Aku tidak memiliki pikiran tertentu di kepala ku untuk sementara waktu, kau tahu? Sepertinya aku hanya... baik-baik saja dengan diri ku sendiri. Aku kira itu berasal dari fakta bahwa aku mengambil istirahat panjang dari pekerjaan ku."

Dia tersenyum kepada ku dan meletakkan buku catatannya di atas meja.

"Itu bagus sekali, Jennie. Berlibur dari waktu ke waktu baik untuk kesehatan mental mu, tetapi juga untuk tubuh mu. Kamu terlihat lebih dari baik-baik saja bagiku. Apakah ada alasan untuk kunjungan mu hari ini?"

Aku menggigit bibir bawah ku dan bergeser sedikit di atas sofa berwarna cokelat tua.

"Baiklah..., hmm, ibuku menyuruhku untuk menemuimu karena... dia ingin memastikan aku tidak depresi atau semacamnya," kata ku kepadanya, berusaha sebaik mungkin untuk menjelaskannya.

Judith tertawa kecil.

"Apakah kau mengalami serangan panic attack akhir-akhir ini?"

"Tidak," aku menggeleng.

"Apakah kau memiliki pikiran yang gelap yang mengerikan?"

"Tidak."

"Apakah kau mengalami kesulitan untuk berkonsentrasi?"

"Tidak."

"Apakah kau kehilangan nafsu makan?"

"Tidak."

"Apakah kau mengalami kesulitan tidur?"

"Tidak lagi," aku menggelengkan kepala sekali lagi.

Aku tidak berbohong karena aku tahu dia pada akhirnya akan mengetahuinya jika aku mencobanya. Aku telah jujur padanya dan aku merasa... bangga karena tidak memiliki semua gejala itu. Aku tidak merasa perlu menemui psikolog karena aku baik-baik saja dengan diri ku sendiri selama beberapa bulan terakhir.

Aku hanya menemui Judith untuk meyakinkan ibu ku.

"Sepertinya ini kabar baik bagi ku. Apakah kau baru saja bertemu seseorang?" tanyanya sambil tersenyum sopan.

Aku menggigit bibir bawah ku saat aku menggali kenangan ku.

"Beberapa orang saja sebenarnya. Mereka semua adalah teman Taehyung," jawabku sambil meletakkan tanganku di sandaran tangan sofa.

Dia mengangguk sebelum menulis beberapa kata di buku catatannya. Aku tidak perlu memperkenalkan Taehyung karena dia sudah mengenal semua orang yang memiliki tempat penting di hati ku. Dia mengangkat kepalanya untuk melihat ku dan menatap ku seolah-olah dia mencoba menguraikan apa yang terjadi di dalam kepala ku.

Stra8Circle (JENLISA)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang