13

3.2K 378 44
                                    

-Gabriella Lexi Carter-

Aku dirumahnya sekarang, ya dirumah Luke. Aku tidak menyangka akan bertemu dia lagi dan lagi, dan aku juga tidak menyangka kalau ibu Luke adalah teman ibuku. Oh Tuhan, maksudmu mempertemukanku dengannya terus menerus itu apa?

And Luke is such a liar. Dia membohongiku, ternyata Zoe itu bukan anaknya, tetapi keponakannya dan Zoe mau saja disuruh memanggilnya 'daddy' dan Luke mengatakan kalau dia hanya bercanda. Hahh... candaannya sungguh tidak lucu, tetapi dia sudah minta maaf kepadaku dan aku pun memaafkannya. Ya, aku memaafkannya karena menurutku ini adalah hal yang sepele dan tidak perlu dibesar-besarkan. Sebenarnya aku ingin marah pada padanya, tapi aku takut karena kalian tahukan kalau dia adalah dosenku? Bisa-bisa saja dia mengurangi nilaiku dan melakukan hal yang macam-macam pada kuliahku.

Sekarang aku dikamarnya, memperhatikannya yang sedang mengetik dan matanya selalu fokus pada layar laptopnya. Well, sepertinya dia sedang memindahkan data-data mahasiswa ke laptopnya karena sedari tadi aku melihat banyak sekali nama-nama mahasiswa yang ada dilayarnya.

Aku sudah 20 menit disini dan lumayan begitu bosan melihatnya hanya diam dan fokus pada layarnya, tapi kalau aku melihat dia fokus seperti itu terlihat, umm.. tampan? Aku mengatakan hal yang jujur, bukan berarti aku menyukainyakan?

"Bagaimana rasanya menjadi dosen?" Tanyaku memecah keheningan. Dia pun melirik kearahku sebentar dan melanjutkan tugasnya. "Aku baru menjadi dosen dan rasanya masih biasa saja." Jawabnya dan aku hanya mengangguk.

"Uh-- well, apakah si rambut merah itu pacarmu?" Tanyanya tiba-tiba dan matanya masih fokus pada layar laptopnya. Seketika itu juga aku tertawa. Oh, astaga dia orang yang kesekian kalinya yang menanyakan apakah aku pacar Michael atau bukan, entahlah itu menurutku lucu.

"Kenapa tertawa?" Tanyanya heran dan aku pun berhenti tertawa dan tersenyum kearahnya, "Maksudmu Michael? Oh dude, no he's not my boyfriend. Actually, he's my boy best friend, dia temanku dari high school." Jelasku dan dia hanya terkekeh, "i'm sorry" aku hanya mengangguk.

Tak lama ada suara yang memanggilku dari luar, aku pun melirik pintu kamar Luke, "Gabby, turunlah ibumu ingin pulang." Aku tahu itu pasti suara ibunya Luke. Aku pun melihat kearah Luke yang sedang melihat kearahku juga, "Uh-- aku harus pulang." Kataku dan aku pun berdiri dari tempatku dan tiba-tiba Luke ikut-ikutan berdiri. "Biar kuantar." Katanya dan aku pun mengikutinya dari belakang.

Ketika sudah berada dibawah aku pun langsung berjalan kearah ibu yang sudah berada di depan pintu bersama ibunya Luke. "Okay, Liz terima kasih atas makanannya. Kapan-kapan kau kerumahku juga ya?" Ujar ibuku kepada ibunya Luke yang umm.. mungkin namanya Liz. "Okay, hati-hatilah."

Aku dan ibu pun memeluk aunty Liz singkat dan tentu saja aku terpaksa memeluk Luke juga, karena dia masih berada disitu juga.

Aku dan ibu pun meninggalkan rumah Luke dan langsung ibu menjalankan mobilnya pulang kerumah. Aku hanya diam dan menyenderkan kepalaku kekaca mobil. Aku sebenarnya pendiam, tapi kalau aku sudah bersama teman-temanku sifat pendiamku itu langsung hilang.

"Well, aku tidak menyangka Luke adalah orang yang waktu itu kita temui di supermarket dan ternyata dia dosenmu juga." Ujar ibuku memulai pembicaraan. Aku hanya mendengus dan melihat kearahnya yang masih fokus pada jalanan.

"But i see he is a mama's boy." Kataku sambil terkekeh dan ibu hanya menggelengkan kepalanya sambil terkekeh. "Kenapa kau berpikiran seperti itu?"

"Entah, aku rasa ia seperti itu." Kataku sambil melihat jalanan didepanku. Entah, tapi ya kurasa dia adalah mama's boy, aku bisa lihat dari sikapnya dan sepertinya dia orangnya selalu menurut apa kata orang tua.

SYDNEY 》l.hTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang