chap. 12

5.1K 338 2
                                    

"INI TAK MUNGKIN!", isak brian mendapati kenyataan jika hino " nya" sudah meninggal sejak saat melahirkan anak mereka

"Hino sayang", ucap brian meneteskan air mata yang selalu ditahannya

Brian membuka beberapa berkas yang berakhir pada sebuah nama " benjamin putra graha".

"Tuan Hino berhasil melahirkan seorang putra. namun karena mengalami pendarahan, tuan hino tak dapat bertahan. Putra nya dibawa ke panti asuhan Cahaya Putih yang dikelola oleh pak Budi Graha Abadi. Putra tuan diasuh dan dibesarkan hingga dewasa. namun saat menginjak usia 18 tahun, putra tuan memilih untuk tinggal secara mandiri disebuah kontrakan sederhana sembari menyelesaikan pendidikannya. Putra tuan memiliki sahabat bernama leon dan frederick. Benar, Frederick putra tuan", ucap orang yang dibayar brian untuk mencari informasi tentang hino dan putranya

"Dan informasi terbaru tentang kabar putra anda, saat ini tuan muda benjamin sudah memiliki seorang anak bersama tuan frederick", ucap nya lagi

ben meremat sofa yang di dudukinya. ben kehilangan kata-katanya. mengapa semua terasa sangat rumit.

meski kenyataannya frederick bukan anak kandungnya, namun brian lebih takut jika ben membencinya. brian tahu semua ini kesalahannya. brian pun sadar jika kesalahan dian tidak ada sangkut pautnya dengan frederick.

(◍•ᴗ•◍)

Brian pergi kesebuah pemakaman sederhana yang sudah usang.

brian menaruh sebuket bunga dan mengelus nama di atas batu kramik di depannya.

"sayang, maaf kan aku. semua keadaan rumit ini salahku. maaf kan aku yang terlalu bodoh. maaf karena tak bisa mempercayai kamu. maaf menelantarkan kalian. apa aku bisa memperbaiki keadaan? bagaimana aku menjelaskan pada putra kita", ucap brian dalam hati

sret

" permisi paman, paman siapa ya?", tanya seseorang di belakang brian

"maaf, paman ini papa nya frederick ya?", tanya brian saat mengingat wajah papa frederick dari foto yang ada di rumah besar sang sahabat

(jadi selama frederick dan benjamin berteman, brian tinggal di luar negri dan baru pulang saat ben menghilang)

brian terpaku melihat wajah ben karena memiliki mata yang peris sama seperti hino. rahangnya yang kecil, membuat wajah sang mantan kekasih hampir sama dengan sang putra. hanya berbeda dari sisi rambut yang memiliki warna sama dengannya.

"i-iya", jawab brian dengan jantung yang berdegup kencang

" paman kenal mama saya?", tanya ben

" saya sebenarnya masih bingung dengan keadaan ini..... saya baru saja hilang ingatan. tapi saya menemukan surat dari wali saya di panti asuhan beserta beberapa surat dari mama saya. saya juga menemukan alamat pemakaman ini. jika paman teman mama, bisakah paman memberitahu saya .. bagaimana sosok mama? karena saya sejak kecil tak pernah bertemu dengannya.. mama meninggalkan ku sendirian", ucap ben sembari berlutut dan mengusap nama hino yang ada di kramik

(◍•ᴗ•◍)

Disinilah ben dan brian tengah duduk berdua, sebuah cafe yang tak jauh dari apartemen ben.

Brian mengeluarkan ponsel lamanya, menunjukkan foto nya bersama hino muda.

"Mama manis", ucap ben

" ya, mata kalian memiliki warna yang sama", ucap brian menahan gejolak dalam hatinya

brian sedang berperang untuk membongkar statusnya atau menunggu keadaan ben jauh lebih baik terlebih dahulu

" paman sudah lama berteman dengan mama?", tanya ben

"kami berteman sejak SMP", jawab brian

" lalu.. hmmm... apakah paman tahu, siapa pria yang dekat dengan mama? a-apakah paman tahu jika mama.. emm.. saat itu gay?", tanya ben ragu

"sebenarnya aku sedang mencari pria di foto ini. apa paman tahu?", tanya ben mengeluarkan foto kenangan satu-satunya yang sebagian sisinya sudah rusak

brian mengelus foto itu. foto yang di ambilnya bersama hino setelah pemeriksaan di bidan. meski keadaan mereka saat itu sangat sulit, hino mencari uang sampingan untuk membeli kamera second demi mengabadikan setiap perkembangan bayi mereka.

"paman tidak yakin", ucap brian akhirnya

ben menghela nafas sembari mengambil foto itu kembali.

" sebenar nya aku pun tak yakin apa yang akan aku lakukan. aku tak tahu siapa yang salah. yang aku tahu adalah mama memintaku untuk tak membenci papa. tapi sebenarnya yang ingin aku tanyakan adalah mengapa dia tega menyakiti mama. kenapa papa tak percaya pada kesetiaan mama? apakah mama pernah berbuat kesalahan sebelumnya?", tanya ben sembari tanpa sadar memainkan cincin yang ada di kalungnya

brian termenung melihat cincin itu. cincin yang dia beli dengan susah payah. cincin sebagai tanda bukti cintanya dan janji akan menikahi hino setelah bayi mereka lahir.

ting

"maaf paman. sebentar ya", ucap ben pada brian dan berjalan menjauh

"Hallo fred, ada apa?", tanya brian

brian yang mendengar nama frederick pun memutuskan untuk segera beranjak pergi

" aku di cafe ranbow. Tadi aku ke makam mama", jelas brian

"Ke makam nya sendiri naik taxi. tapi ke cafe nya sama papa kamu, om brian", ucap ben sembari melihat ke arah tempat duduknya

" eh, kog papa kamu ga ada. tadi perasaan masih ada", ucap ben

"iya iya. aku tunggu kamu disini", ucap ben menjawab fred

(◍•ᴗ•◍)

" sayang", panggil fred sembari berlari

"kenapa lari-lari?", tanya ben

" kamu yakin kesini sama papaku? orang ini?", tanya frederick sembari menunjukkan foto brian

"iya. orang tadi aku udah memastikan langsung sama papa kamu kog", jawab ben

frederick langsung memegang tubuh ben, memastikan sang kekasih baik-baik saja

" papa nggak ngelakuin sesuatu sama kamu kan?" , tanya frederick panik

"kamu kenapa sih. aku sama papa kamu tu cuma ngobrol. oh iya, kamu tau ga sih. ternyata papa kamu kenal sama mama aku. ternyata dunia ini sempit banget ya", ucap ben senang namun membuat kening frederick menekuk

frederick bingung dengan kenyataan yang baru saja dikatakan ben.

"bukankah katanya papa sejak dulu tinggal di luar negri? bahkan papa baru mau kembali ke negri ini setelah kakek meninggal", batin fred

(づ ̄ ³ ̄)づ to be continue

Can we be a happy ending?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang