"emmmhhhh", desah ben begitu kontraksi nya datang untuk kesekian kalinya dalam seharian ini
fred tengah pergi keluar kota dalam rangka memenuhi undangan investor dari luar negri. meski fred menawarkan untuk menemani ben di rumah, namun ben tahu jika undangan itu lebih penting.
" baby sudah tidak sabar untuk melihat dunia ya?", tanya ben sembari mengusap perut besarnya
jam sudah menunjukkan pukul 3 pagi, namun ben dapat merasakan dorongan bayinya semakin kuat disetiap kontraksinya.
ben mencoba untuk berdiri dan mengelilingi kamar. sesekali akan bersandar pada ranjang dan duduk diatas birth ball yang dimilikinya. ben menggoyangkan pinggulnya memutar sembari menikmati setiap kontraksi yang muncul.
ben kadang berpikir, apakah anak-anaknya kelak akan seperti dirinya yang bisa mengandung. ben menghela nafas, mengingat kejadian 1 tahun lalu dimana bona menanyakan padanya, mengapa mama nya seorang laki-laki. bahkan bona sempat mendiaminya selama 2minggu.
jika saja bukan erick yang dengan tegas membela dan menjelaskan pada bona, mungkin hingga saat ini hubungannya dengan sang anak tengah masih belum berbaikan.
"mau mama itu laki-laki atau perempuan itu bukan masalah karena mama yang berjuang melahirkan kita. kalau kau ingin mama seorang perempuan, maka carilah. Tapi ingat, mama benjamin adalah mama ku satu-satunya. Dan jangan pernah mencarinya lagi saat kau membutuhkan bantuan untuk belajar atau pun saat kau lapar. Kau masih kecil dan tak paham betapa banyak yang mama lakukan untuk kita! ", ucap erick
" Akhhhhh.. ", ben memegang perutnya dan merasakan ada cairan turun dari jalur lahirnya
ben merasakan cairan kental kini membasahi birth ball nya dan segera bangkit sebelum berjalan ke kamar mandi
perlahan namun pasti, ben masuk kedalam bath up dan menyalakan air hangat.
ben menarik nafas, lalu menghembuskannya perlahan. ben mengingat saat dirinya melahirkan erick dan bona. keduanya lahir dengan normal, meski proses melahirkan bona jauh lebih baik dari pada saat melahirkan erick.
ben membuka kakinya lebar, merasakan saat bayinya bergerak seakan mencari jalur lahirnya.
ben menghembuskan nafas, menahan ejanan nya. ben mengelus perutnya, sembari mengajak anaknya berbicara.
ben menjaga kesadarannya saat rasa kantuk menyerang. keringat di keningnya pun semakin bertambah.
"mama", ben mendengar suara erick yang kini tengah berdiri di ambang pintu
erick yang kini sudah berusia 10 tahun pun kini mendekati ben. terkejut melihat kondisi sang mama yang acak acakan.
"erick telpon kan papa dulu ya ma. mama tunggu sebentar", ucap erick sadar apa yang harus dilakukannya
erick berlari keluar kamar dan mengambil ponsel milik ben
" hmmm say-", ucapan fred terhenti begitu mendengar suara erick
"papa. mama akan melahirkan adik. mama sedang kesakitan di dalam bath up. tolong mama pa", ucap erick langsung
" hubungi paman leon atau paman dika. papa akan kembali secepat mungkin", jawab frederick
erick pun menghubungi leon dan memintanya untuk membantu ben
Sedangkan didalam kamar mandi, kini ben tengah mengejan dan mendorong bayinya. lubang lahirnya terasa panas seperti mengalami robek yang menyakitkan.
ben membuka kaki nya lebar, membiarkan bayi nya kini perlahan keluar.
ben tak bisa berhenti mengejan karena dapat merasakan kepala bayinya kembali masuk saat dia berhenti mengejan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Can we be a happy ending?
Teen FictionBenjamin putra graha, seorang laki-laki mandiri yang sejak kecil di besarkan di panti asuhan. Kini usianya menginjak usia 30 tahun. Frederick d'Amsel, putra tunggal salah satu pemilik Hotel Ternama di kotanya. Memiliki wajah tampan dan kekayaan yan...