Bab 3 : Jujube Abu-Abu

68 0 0
                                    

Lima belas tahun yang lalu, Kuil Bao An hanyalah sebuah kuil kecil di hutan belantara. Selama bertahun-tahun, Qing Wangfu sering datang untuk memberikan dana dan bantuan dalam rekonstruksinya. Setelah beberapa kali direnovasi, Kuil Bao An tidak lagi seperti dulu.

Wen Heng tidak sering mengunjungi kuil itu sebelumnya. Saat pertama kali tiba, dia memasuki aula utama untuk menemui Kepala Biara: "Kuil adalah tempat beribadah. Aku dan umat awam lainnya mengunjungi dengan gegabah. Aku harap Dashi tidak tersinggung atas gangguan ini."

(T/N : 大师 : Dàshī — Mengacu pada seorang cendekiawan dengan pencapaian mendalam dan reputasi tinggi)

Huitong Chanshi menjawab: "Buddha penuh welas asih, menyelamatkan semua umat awam dari penderitaan. Bagaimana ini bisa disebut gangguan? Biksu tua ini telah meminta para Biksu untuk membersihkan kamar tempatmu menginap. Pangeran bisa beristirahat di sini tanpa khawatir."

(T/N : 禅师 : Chánshī — Secara harfiah berarti Master Zhen — Sebuah gelar dalam Buddhisme Tiongkok. Mengacu pada Biksu Buddha yang berlatih meditasi dan dapat membimbing orang lain untuk berlatih meditasi dan latihan vipassana.• 老衲 : Lǎonà — mengacu pada seorang biksu tua, juga merupakan gelar yang memproklamirkan diri dari seorang Biksu tua dan juga digunakan untuk pendeta Tao)

Wen Heng berterima kasih kepada Kepala Biara Hui Tong, dan kembali ke rombongannya. Seorang Biksu kemudian membawa mereka ke kediaman para tamu. Ini adalah halaman terpisah dari Kuil Bao An lainnya, yang dibangun khusus untuk menampung pengunjung. Itu sangat sunyi. Sebuah pohon jujube yang sangat rimbun dan tumbuh subur di halaman, dan cabang-cabangnya menjangkau hingga ke luar tembok. Musim gugur telah berlalu, namun masih ada beberapa daun kering yang belum berguguran dari dahannya.

Wen Heng telah memperhatikan pohon itu begitu dia memasuki halaman, dan terus memandanginya selama beberapa waktu. Melihat ini, Fan Yang bertanya, "Pangeran terus menatap pohon itu. Apakah ada yang salah dengan keberadaannya di sini?"

Wen Heng menarik kembali pandangannya: "Tidak, tidak apa-apa. Aku hanya berpikir. Sebentar lagi musim dingin, tapi masih ada begitu banyak jujube di pohon. Sepertinya sia-sia jika tidak memetiknya."

Bhikku yang memimpin jalan mereka mendengar kata-kata itu dan menjawab: "Shizhu tidak tahu, pada musim dingin, burung tidak punya tempat untuk mencari makanan. Mereka sering mati karena kedinginan dan kelaparan. Jadi Kepala Biara memerintahkan kami untuk meninggalkan beberapa buah di pohon. Mungkin itu bisa membantu beberapa burung untuk bertahan di musim dingin."

(T/N : 施主 : ShīZhǔ — Gelar kehormatan Buddhis untuk para Dermawan atau pendonor — orang menyumbangkan harta benda ke Kuil Buddha atau Kuil Tao)Wen Heng berkata "Oh", lalu mengangguk dan berkata dengan kagum, "Kepala Biara memang baik hati."

Tidak banyak pemandangan yang bisa dilihat di Kuil Bao An, dan kamar tamunya jarang dilengkapi perabotan. Selain beberapa kitab suci, hampir tidak ada yang dapat menghibur seseorang. Ketika para penjaga pergi untuk mengikat kuda, Wen Heng menjadi sangat malas hingga merasa bosan. Jadi dia mengambil sebuah kitab suci dan membolak-balik halamannya.Menjelang tengah hari, para Biksu membawakan mereka makanan. Rombongan dari istana itu semuanya makan siang di halaman. Pada sore hari, Wen Heng pergi menemui Kepala Biara Hui Tong untuk mendengarkan kitab suci, dan kembali ke halaman pada malam hari. Meskipun Shizi Dianxia cerdas, tapi dia tidak menyukai hal-hal yang membosankan ini, dan menahan keinginan untuk menguap di depan Kepala Biara sepanjang sore. Ketika dia akhirnya memiliki kesempatan untuk keluar, Fan Yang membantunya mengenakan jubah untuknya, tetapi Wen Heng melambaikan tangannya untuk menghindarinya: "Tidak perlu, biarkan aku merasakan anginnya sebentar untuk membangunkanku."

Pedang Angin Musim SemiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang