Penginapan ini mungkin tidak besar, tetapi stafnya bekerja dengan rajin dan cepat. Wen Heng menaiki tangga dengan kotak hitam di tanganya. Seorang pelayan mengikuti di belakang sambil membawa baskom tembaga, handuk tangan, dan perlengkapan mandi lainnya.
Di dalam kotak hitam, ada semangkuk sup mie ayam yang masih mengepul dan beberapa lauknya. Sekilas Xue Qinglan tahu siapa yang membuat makanan ini, dan merasa sangat terhibur. Meski begitu, dia tidak bisa menahan diri untuk berkata, "Ini sudah sangat larut. Tidak perlu bersusah payah seperti itu."
"Jangan berkata begitu." Wen Heng memberinya sepasang sumpit. "Jika kau bersikap lebih baik lagi, tidak akan ada masalah."
Xue Qinglan belum makan lebih dari dua suap saat makan malam, itulah sebabnya, karena Wen Heng khawatir dia akan kelaparan, jadi dia meminta dapur untuk merebus sup ayam di atas kompor agar dia bisa makan sesuatu yang panas ketika terbangun di tengah malam. Mienya baru saja dibuat, dan kuahnya panas dan segar, menghangatkan Xue Qinglan dari tenggorokan hingga ke perut. Semua rasa dingin yang menumpuk di tubuhnya menghilang. Meskipun begitu banyak waktu telah berlalu, dan ini adalah musim yang berbeda dan tempat yang berbeda, tetapi ketika Xue Qinglan melihat melalui uap ke arah orang yang duduk dengan tenang di bawah cahaya, dia masih bisa melihat sosok samar-samar dari pemuda yang dia temui di Gunung Yue Ying tahun itu.
"Untuk apa kau melihatku?" Wen Heng mengangkat matanya ke arahnya dan berkata dengan malas, "Makan dengan benar, jangan melamun."
Terkadang, Xue Qinglan curiga bahwa Wen Heng telah terlalu lama diasingkan, dan akibatnya mengabaikan fakta bahwa dunia juga berubah saat dia pergi, karena dia masih memperlakukan Xue Qinglan seperti seorang remaja, dan memiliki kekhawatiran yang tak ada habisnya setiap hari seperti seorang Ayah Tua.
Dia meminum seteguk sup terakhir dalam cahaya lilin yang hangat dan menyenangkan, mengembalikan peralatan makan ke dalam kotak, dan pergi untuk mencuci tangannya. Kemudian dia membawakan kain putih bersih dan alkohol kental untuk membalut luka Wen Heng.
Wen Heng melepaskan ikatan jubahnya, dan memperlihatkan salah satu bahunya. Lukanya sudah mulai menutup, tetapi karena pertarungan dengan Jiu Daren, lukanya terbuka kembali. Xue Qinglan membasahi perban kain tua itu dengan air, lalu melepaskannya perlahan. Ketika dia melihat daging merah cerah dan tampak bengkak di bawahnya, dia menarik napas tajam dan berkata sambil mengerutkan kening, "Cuacanya panas, lukanya belum menutup dengan baik, dan agak membusuk. Berhati-hatilah untuk tidak memperburuknya beberapa hari ini, jika tidak, jika terinfeksi sulit untuk mengatakan apakah kau dapat mempertahankan lengan ini atau tidak."
Wajah Wen Heng menjadi rileks, seolah-olah luka itu ada di tubuh orang lain. Dia bahkan punya waktu luang untuk menggodanya: "Aku mengerti, aku akan dengan ketat mematuhi ajaran Xue Gongzi."
Xue Qinglan tidak punya waktu untuk menjawab godaannya. Dengan beban yang berat dia menatap luka itu, seolah menghadapi masalah yang sangat sulit, dan dengan ragu-ragu berkata: "Luka ini... Aku harus membukanya dan membuang darah yang membusuk, sebelum aku bisa membalutnya kembali."
"Kalau begitu potong saja." Wen Heng berkata dengan acuh tak acuh. "Aku tidak takut sakit, lakukan apa yang perlu kau lakukan."
Xue Qinglan meliriknya. Dia ingin mengatakan sesuatu, tapi menahannya. Setelah merenung sejenak, dia menjulurkan salah satu kakinya untuk memasang tempolong, tepat di bawah bangku. Kemudian dia mengambil alkohol dan berkata, "Maafkan pelanggaran ini."
(T/N : 痰盂 : Tányú — Merupakan wadah yang khusus digunakan untuk menampung ludah atau dahak pada saat meludah.
• Btw alkohol yang dipake biasanya orang zaman dulu adalah arak/anggur)Wen Heng mengira dia akan membasuh lukanya dengan alkohol, jadi dia secara mental menguatkan dirinya untuk menghadapi rasa sakit. Namun sebaliknya, Xue Qinglan mendekatkan mangkuk arak ke mulutnya dan menyesapnya, berkumur dan meludahkannya, lalu membungkuk dan menempelkan bibirnya ke bekas luka yang bengkak parah itu.