42. resah

194 11 0
                                    

Yo!

Aku targetin cerita ini untuk 45 part aja, termasuk prolog dan satu part yang bukan up itu.

Jadi beneran end nih

HAPPY READING

AND

SORRY FOR TYPO GUYS!

•••

Derap langkah kaki kini terasa memenuhi lorong dingin rumah sakit. Puluhan anggota javiero memenuhi ruang tunggu ICU, dengan wajah cemas yang kini mendominasi ekspresi mereka.

Haekal, masih dalam posisi memeluk etry yang sedari tadi tak henti menangis lirih, wajahnya sudah basah dengan mata yang kian sembab. Haekal tak bicara apapun, mencoba untuk meredam rasa ingin meledak dan memilih untuk diam agar tak membuat situasi kian kacau.
Haekal tak paham, ia hanya mendapat telepon dari Naufal, dan suara dari balik telepon hanya terdengar suara tangis etry, begitulah alasan yang membuatnya sampai disini, pun bersama anggota javiero lain.

Beberapa menit dalam senyap, derap langkah kaki tergesa kini menuju ke arah mereka, itu Nofal.

Nofal yang mendapati etry yang sedang menangis di pelukan Haekal segera duduk di depan etry, menatap lamat etry, mencoba untuk mencari sedikitnya rasa tulus dari tangis etry.

"No..., bunda salah.." tangis etry kian keras mendapati nofal yang duduk di depannya, dipeluknya tubuh nofal yang hanya mematung sembari menatapnya.

"apa lagi yang bunda lakuin?" suara lemah nofal tak mendapat jawab, walau nyatanya memang etry tidak mampu hanya sekedar memberi sepatah jawab.

"GAK PUAS BUNDA NYAKITIN SAUDARA KU!?" Nofal kelepasan, ia melepaskan pelukan etry dan mengguncang keras bahu etry meski masih dengan etry yang menangis dan tak merespon.

Etry menggeleng, tangannya ia angkat mencoba untuk menggapai tangan nofal, walau dengan pahit nofal menghempasnya.

"kalau terjadi sesuatu sama Nana, jangan harap aku bakal hidup sama bunda lagi." Nofal melenggang pergi, memilih untuk tidak banyak bicara lagi agar tidak terlalu menyakiti etry yang sudah nampak hancur, walau masih dengan resahnya yang belum mendapat jawab.

Haekal menggapai tubuh etry yang melemah saat hendak bangkit, ia hanya diam dan memilih untuk melihat saja. Karena Haekal tau, ini bukan waktunya membela siapapun.

Nofal yang hampir sampai di pintu keluar rumah sakit meremat keras dada kirinya saat merasakan sensasi sengatan hebat. Nofal mencoba mencari tempat duduk, mencoba menghirup sisa-sisa oksigen yang masih mampu ia hirup, ia memejamkan mata sesaat, keningnya kembali mengerut kala sadar bahwa ini bukanlah rasa sakit yang mampu ia tahan lagi. Tubuh nofal terbaring, menarik atensi beberapa orang yang dengan cekatan memanggil dokter.

Mulutnya masih saja mencoba untuk menarik oksigen yang seolah menghilang dari bumi, dengan tangan yang masih meremat dadanya yang naik turun dengan gerakan cepat. Perlahan, mata itu tertutup, bersama dengan suara nyaring yang kini kian redup.

Beberapa perawat dengan cekatan membawa brankar dan menaikkan tubuh nofal untuk di bawa ke tempat penanganan pertama. Anggota javiero yang kebetulan melihat nofal terbaring tak sadar di atas brankar segera menghampiri Haekal yang masih duduk di depan ruang ICU.

Abu (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang