HAYII
TERIMA KASIH BANYAK!
aku gak nyangka bakal tembus lebih dari 1 ribu pembaca, tapi aku sangat sangat berterimakasih untuk kalian yang udah bantu vote dan baca cerita ku yang masih jauh dari kata bagus ini.
dan bab ini aku bakal bikin untuk Nayaka.
HAPPY READING
AND
SORRY FOR TYPO
•••
suara deburan ombak terdengar nyaring. Aroma khas air laut terasa begitu kuat. kicauan burung-burung seolah mengikat dua manusia yang ikut menikmati indahnya garis pantai.
Naufal dan shalsa duduk sembari sesekali tertawa dengan candaan mereka yang entah lah apa.
Deburan ombak yang menabrak kerasnya batu karang kian membuat keduanya tenggelam dalam dunia yang seolah hanya mereka berdua sebagai makhluk hidup.
Naufal mengahadapkan tubuhnya lurus pada shalsa, menatap jegala gelap shalsa seolah itu hari terakhir ia bisa merasakannya.
"kamu cantik, selalu." shalsa tersipu, ia menatap ke arah Naufal yang masih menatap dalam ke arahnya.
"kamu juga selalu jadi yang paling hebat, di hati dan hidup ku." Naufal terkekeh geli mendengar ucapan shalsa.
Naufal bangkit, menggenggam erat jemari shalsa dan menariknya menuju kedai kecil di pesisir pantai.
keduanya duduk di kursi panjang, dengan kopi yang sudah mereka pesan.
"terima kasih sa, kamu jadi salah satu alasan ku untuk bertahan sejauh ini." Naufal membaringkan tubuhnya dengan paha shalsa sebagai bantalan, ia memejamkan mata kala shalsa mengelus rambutnya pelan.
"dan untuk kamu, terima kasih sudah bertahan." Naufal tersenyum lembut, ia menggerakkan tangannya dan membentuk angka dua.
"kamu jadi orang kedua yang bilang kata itu ke aku, kira-kira siapa yang ketiga?" shalsa terkekeh.
"oh ya? siapa yang pertama," Naufal bangkit, ia mengacak rambut shalsa sejenak.
"ayah, dia jadi yang pertama." Shalsa mengangguk mengerti, sedikit tak mengerti perubahan raut wajah Naufal.
"kenapa na?" Naufal menggeleng sejenak dan tersenyum lagi.
"aku mau cerita deh sama kamu." shalsa dengan ekspresi semangat mengangguk dan menyuruh Naufal untuk kembali membaringkan tubuhnya.
"waktu itu, kamu nanyain Revan kan?" shalsa mengangguk saja karena ia memang pernah menanyakan tentang Revan pada Naufal.
"dia.., udah pergi, jauh." gerakan tangan shalsa terdiam, ia mengerti apa maksud ucapan Naufal.
"waktu itu, aku, Revan, dan nono lagi jalan buat ke halte nungguin ayah buat jemput kita pulang sekolah. Tapi waktu itu Revan ngeliat ada mobil yang gak asing buat kita, itu mobil ayah temen kita, satria. Di posisi yang udah capek karena pulang sekolah, kita semangat banget nerima tumpangan dari ayah satria." Naufal terdiam dan menutup matanya cukup lama, membuat shalsa kembali mengelus rambutnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Abu (End)
Fiksi Remaja"Bukankah kita hanya sebatas senja dan daratan?saling melihat tapi tak terikat, saling menatap namun tak menetap". -S.k "Gue usahain asal itu bikin Lo ba...