HOBA!!HAPPY READING
&
SORRY FOR TYPO GUYS
•••
Kelas dimulai pagi ini dengan wajah cerah Naufal, ia masuk ke kelas dengan semangat dan menghampiri Haekal."Gue traktir hari ini, apapun itu." Wajah Haekal berbinar mendengar ucapan Naufal, ia segera menatap aneh Naufal yang masih tersenyum cerah sembari menatapnya.
Bulu kuduk Haekal terasa berdiri melihat keanehan Naufal. Rasanya kemarin ia hanya bermimpi melihat wajah menyeramkan Naufal yang di ambil alih oleh amarah.
Tangan Haekal terangkat menyentuh kening Naufal, kini wajah Naufal yang terlihat aneh.
"Lo..sehat kan?" Wajah Haekal kian ditatap aneh Naufal.
"Gak, gak ada traktiran," Haekal kelabakan, ia tersenyum sembari meraup wajah Naufal.
"Besok, jangan sampai lupa," Naufal hanya mengangguk dan berjalan keluar kelas.
"Kemarin kayak monster, terus berubah jadi Nayaka si kecil, sekarang aja udah jadi Naufal beneran. Beneran bipolar, merinding gue," Haekal bergidik sebelum menelungkupkan kepalanya pada lipatan tangan.
Sekarang, Naufal berjalan ke arah kursi taman belakang sekolah. Dia mendudukkan diri, sebelum menghela nafas panjang.
Benda cair hangat terasa mengalir dari hidung bangirnya, ia memejam menikmati rasa pening yang mulai terasa menyiksa.
"N-Naufal?" Perlahan, Naufal mengangkat kepalanya, mengerling sejenak untuk memfokuskan matanya karena sinar matahari yang menghalangi pandangannya.
"Siapa?" Seorang gadis, Naufal menggerakkan tubuhnya untuk bergeser dan menepuk pelan tempat disebelahnya, mengisyaratkan untuk duduk.
Gadis itu duduk perlahan, dan menyodorkan sebuah sapu tangan merah muda, ia tersenyum ke arah Naufal.
"Ini, lap dulu hidung kamu," Naufal dengan kikuk menerima sapu tangan itu dan mengelap hidungnya perlahan.
"Lo..siapa?" Naufal mengernyitkan dahi untuk mengingat wajah gadis di depannya.
"Aku shalsa, siswi pindahan di kelas kamu baru-baru ini," wajah Naufal kini sedikit terlihat nyaman, ia mengingat wajah gadis itu.
"Ahh..maaf gue gak Inget dengan baik," gadis itu mengangguk dan melihat ke depan.
"Kamu..punya ingatan yang cukup singkat ya," gadis itu tersenyum singkat.
Kening Naufal mengernyit ketika mendengar celetukan dari shalsa, ia sedikit bingung.
"Maaf? Apa kita pernah ketemu sebelumnya?" Shalsa terkekeh kecil.
"Bukan pertemuan sengaja, tapi kamu yang bantu saudara ku waktu saudara ku collapse di supermarket waktu itu," Naufal mengangguk semangat setelah mengingat dengan baik kejadian saat dia dan anggotanya membagikan makanan.
"Oh, itu lo yang ngira gue orang luar?" Shalsa terkekeh lagi, ia mengangguk.
"Wajah kamu kayak bukan orang Indonesia," shalsa menatap jelaga gelap Naufal.
Perlahan, Naufal memalingkan wajah, wajahnya terasa memanas sekarang.
Ada apa ini? Padahal ia sudah biasa di puji tampan secara terang-terangan.
"Lo sekarang tinggal di mana?" Shalsa menoleh setelah mendengar perkataan Naufal.
"Aku tinggal di komplek dekat sini kok, tapi aku lupa apa namanya," Naufal mengangguk saja, ia segera bangkit dan menepuk bokong celananya sejenak.
"Ini gue cuci dulu, makasih udah temenin gue. Kalau ada waktu, kita bisa cerita bareng nanti," Shalsa bangkit dari duduknya sembari menghadap Naufal.
"Apapun beban kamu, kamu pasti punya alasan kuat untuk bertahan, semangat dan semoga kamu bisa bahagia dengan caramu," shalsa tersenyum lagi, dan berjalan pergi.
Naufal menatap kepergian shalsa, kemudian menatap sapu tangan merah muda yang sekarang penuh bercak darah.
"Shalsabila.." Naufal menarik nafas panjang sebelum berjalan meninggalkan taman itu.
"Ehemmmm.." Tubuh Naufal terlonjak, jantungnya kini terasa berdegup lebih kencang.
"Ada yang lagi jatuh cinta nih, jangan lupa pajak jadian nya bos," bian, evan. Rian, dan Haekal kini keluar dari balik pohon mangga yang biasa menjadi tempat mereka berteduh.
"Penguntit." Naufal berucap sepatah dan berjalan pergi tanpa melirik keempatnya lagi.
"Perasaan cuaca lagi terik, tapi kok gue merasa disini dingin ya," bian berceletuk sembari melakukan posisi seolah sedang memeluk dirinya sendiri.
•••
Jakarta Selatan, 19:30 wib.
"BUNDA!" Teriakan keras nofal kini menggema di rumah tiga lantai itu.
"TURUN DULU, JANGAN TERIAK!" Etry menjawab sembari meletakkan lauk pauk ke meja makan.
"Celana jeans Nono yang warna abu, yang di gantung dekat pintu itu mana?" Etry terdiam sembari mengingat kemana celana nofal.
"Di mesin cuci, tadi siang bunda nyuci," nofal hanya mengangguk dan duduk di kursinya.
"Eh Nono tumben, Nana mana?" Axel duduk di kursinya dan membalik piring di depannya.
"Nono panggil dulu," nofal segera bangkit sebelum suara etry menyahuti.
"Gausah, dia udah gede. Jangan selalu minta di panggil setiap mau makan, manja," nofal terdiam sebelum duduk kembali.
Mendengar itu, Naufal menunduk sembari menggigit bibirnya pelan.
Perlahan, tubuhnya ia bawa berbalik dan kembali masuk kamar."Bener, bunda bener. Dasar manja!" Naufal memukul kepalanya dengan kepalan tangannya sendiri berkali-kali. Air matanya meluruh bersama ingatan yang kini memenuhi kepalanya.
Tubuhnya ia bawa bangkit, berjalan cepat kedalam kamar mandi dan menghidupkan shower di atas kepalanya.
Haekal memberikan satu batang rokok ke sela jadi Naufal yang kini memejamkan mata sembari mendongakkan kepala.
"Ada apa?" Haekal menghidupkan rokoknya dan menghirupnya dalam.
Naufal membuka mata, menyelipkan rokok ke sela bibirnya dan menghidupkan rokoknya. Ia menghirup rokok itu perlahan, menghembuskan asap rokok sembari memejamkan mata.
"Menurut pandangan pribadi lo, apa gue terlihat kayak anak manja?" Kening Haekal mengerut bingung mendengar penuturan tiba-tiba Naufal.
"Kenapa sih na?" Haekal menatap aneh Naufal yang menatap kosong kedepan sembari menyesap rokok di sela jarinya.
"Cukup jawab sejujurnya," Naufal menghembuskan asap rokok itu sebelum menjatuhkan rokoknya dan menginjaknya.
•••
THANK YOU YOEROBUNN
TBC

KAMU SEDANG MEMBACA
Abu (End)
Genç Kurgu"Bukankah kita hanya sebatas senja dan daratan?saling melihat tapi tak terikat, saling menatap namun tak menetap". -S.k "Gue usahain asal itu bikin Lo ba...