"Kenapa kau belum tidur?"
Andin berpaling pada sumber suara di belakangnya. Alano yang baru kembali ke kamar mereka kini berdiri tak jauh dari tempat tidur.
"Tidak bisa tidur," jawab Andin seraya berjalan masuk ke dalam kamar.
"Apa terjadi sesuatu padamu selama aku pergi?"
"Tidak terjadi apa-apa. Pemandangan malamnya indah sekali di luar, jadi saya memutuskan untuk melihat sebentar."
Alano melirik ke arah jam di dinding, "Ini sudah pukul sebelas malam, apa maksudmu sedang melihat-melihat? Kau tidak lupa kan yang dikatakan oleh dokter Lisa padamu?"
"Saya ingat. Saya ingat semua pesannya," kata Andin menghindari tatapan Al.
"Terus?" Alano menjangkau Andin, membawa wanita itu agar duduk di ranjang.
"Entah, saya sudah mencoba untuk tidur, tapi tetap tidak bisa."
Dengan bagaimana sentuhan lembut jari Al menyentuh wajah serta rambutnya, dia dapat merasakan tatapan lekat yang diarahkan Alano terhadapnya.
"Kenapa kau tidak memanggilku? Aku bisa langsung datang kemari untuk menemanimu sebentar." katanya dengan napas panjang.
"Saya dengar Anda sibuk. Jadi saya tidak mau mengganggu." Andin menatap balik pada sepasang pupil yang terlihat gelap itu, "Anda pasti lelah bukan? Apa Anda mau mandi dulu atau langsung tidur?"
"Sekarang bukan waktunya untuk mencemaskan aku," Dengus Al seraya merengut. "Kemarilah, aku akan menidurkanmu dulu." perintahnya seolah tengah bicara dengan anak kecil.
Andin mengulum senyum mendengar kalimatnya, "Saya sudah dewasa, jangan perlakukan saya seperti anak kecil."
"Di mataku kau seperti itu. Masih bocah yang manja dan suka merengek."
"Bukannya terbalik? Sepertinya sifat itu mirip Anda." balas Andin tak terima.
Alano menarik pipi Andin yang tampak menggemaskan itu ringan, "Aku yang tidak. Cuma kau saja."
"Hahaha.... Ya baiklah, Anda tidak mirip anak kecil dan cuma saya saja."
Alano menarik sudut mulutnya puas. Ia ia menarik Andin agar tiduran di dadanya. Dengan pelukannya yang terasa nyaman dan aneh, Andin tidak menolak sedikit pun perhatiannya yang berlebihan.
"Sangat nyaman seperti ini," gumamnya tanpa sadar yang dapat didengar oleh Al.
"Suka?"
Andin mengangguk.
"Kalau begitu mulai sekarang, aku akan memelukmu seperti ini sebelum tidur. Lalu apa lagi yang kau mau?"
"Anda akan mengabulkannya?"
"Tentu. Katanya menyenangkan seorang wanita yang sedang hamil bisa membuatku memperoleh keberuntungan juga."
"Anda tidak pernah melakukan sesuatu yang murni keinginan hati Anda bukan?"
"Sok tahu," Alano mencebik keberatan.
"Saya merasakannya seperti itu dari perhatian mendadak yang Anda berikan." kata Andin memberi alasan yang terdengar masuk akal.
"Bahkan jika memang benar sekali pun, seperti pendapatmu, memangnya kenapa? Kau tidak suka? Lagi pula mengubah sifat seseorang dan kebiasaan kakunya bukanlah perkara mudah. Jadi terima saja apa pun yang kuberikan padamu. Selagi aku masih baik." ucapnya terdengar kesal.
"Ya, ya, ya saya paham. Terima kasih sudah memperlakukan saya dengan baik. Saya senang sekali."
Andin mulai menguap seiring belaian di rambut serta tepukan lembut di punggungnya terus dia rasakan dari tangan Alano. Seperti obat ajaib yang dapat membuat seseorang tidur dalam sekejap. Padahal tadi dia bolak-balik mencoba untuk tidur, tapi susah. Namun sekarang, hanya berada di dalam pelukan seorang pria dan diperlakukan dengan sangat lembut, kedua matanya mulai susah untuk dibuka.
"Dulu, aku juga senang."
"Um?" Andin yang mulai mengantuk menanggapi seadanya.
"Tidur dipeluk begini. Waktu aku kecil, aku suka tidur dalam pelukan ibuku seperti ini."
"Anda pasti sangat menyayangi ibu Anda." lirih Andin sebelum dia jatuh tertidur dan tidak terbangun meski Alano menjadikan wajahnya bahan mainan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Pengganti (TAMAT)
FanfictionMemiliki ibu dan kakak tiri yang jahat, kehidupan Andin yang dipenuhi kebahagiaan berubah drastis jadi layaknya neraka. Demi ayahnya yang sedang koma, Andin rela menjadi pengantin pengganti yang akan menikahi seorang pria kaya tapi cacat dan buta...