🍇🍇🍇
"Tadi malam istriku bangun dan dia menggigil kedinginan. Aku menggunakan selimut itu untuk menyelimutinya," tunjuknya pada tumpukan selimut. Mengingat tadi malam, tatapannya teralih melihat Andin.
"Itu pasti karena efek dari anestesinya. Apa ada hal lain yang aneh terjadi?"
"Dia juga salah mengenaliku," lanjut Alano jujur.
"Ya?"
"Dia tadinya kebingungan saat melihatku ada di sana dan bertanya siapa aku. Tapi kau tidak usah khawatir, aku sudah panggil dokter saat istriku begitu. Dokter bilang, itu normal."
Suster cantik itu tersenyum lebar. "Itu memang benar. Jika nyonya Andin sudah sadar dan meminta ke kamar mandi, tolong bantu dia, Pak Al. Tidak boleh digendong."
"Aku tahu,"
Selagi dua perawat bersama Andin, dia pergi ke kamar mandi karena tak mungkin lagi baginya untuk tidur meski sejujurnya dia sedang mengantuk dan terlihat lelah. Ia membasuh muka, menyikat gigi dan menatap penampilan dirinya yang tampak kuyu.
Seharusnya saat dia kurang tidur, dia menjadi mudah tersinggung. Tapi kali ini tidak karena alasan menggelikan yang diingatnya tadi malam.
Usai operasi berhasil dilakukan, yang dilakukan oleh Alano pertama kali adalah memastikan kondisi Andin. Padahal putra mereka telah dibawa ke ruang inkubator, tapi dia tidak langsung pergi ke sana untuk melihat anak-anaknya.
Andin sadar saat dia di bawa ke ruang pemulihan tapi tubuhnya tidak bisa digerakkan sebab obat bius yang tersisa. Ketika Alano masuk ke dalam ruangan, ia melihat Andin sedang melihat langit-langit kamar rumah sakit.
"Andin?"
Wanita itu bergerak lambat saat namanya dipanggil oleh pria yang kini berdiri di sampingnya. Wajah pria ini begitu tampan, rahangnya tegas, bibirnya tipis dan hidungnya mancung sekali. Saat pria itu melihat kepadanya, dia menemukan tanda-tanda kekhawatiran di sana. Siapa dia?
"Kau bisa dengar aku?" Alano bergerak mendekat seraya mengambil sehelai rambut sang istri yang menyentuh matanya.
"Hai, tampan. Kau kenal aku?"
"Huh?"
"Kenapa kau terkejut?"
"Andin, ada apa denganmu?" tanya Alano bingung seraya melihat ke arah dokter.
"Efek anestesi," bisik dokter itu sambil menggunakan bahasa isyarat yang memungkinkan Alano paham.
"Jadi kau tidak ingat siapa aku?" Alano memastikan dan dijawab Andin dengan gelengan pelan.
"Aku suamimu," katanya lagi yang sukses membuat Andin sangat terkejut sampai-sampai membuat sepasang matanya membulat sempurna. Seolah tak percaya kalau lelaki tampan itu benar suaminya.
"Mana mungkin?"
"Kau tak percaya kalau aku ini suamimu?"
"Ya, orang setampan dirimu, mana mau bersamaku."
"Memangnya ada apa denganmu?" Ia dengan sabar meladeni Andin yang masih setengah sadar dan berada dalam pengaruh obat bius. Ekspresi Andin lah yang membuat dia ketagihan ingin mengisengi sang istri yang baru melahirkan.
"Aku tidak cantik," akunya jujur.
"Dimataku kau adalah wanita yang paling cantik." Alano menyangkal seraya mencium pipinya dengan gemas.
Andin menjerit tertahan sambil menyentuh pipinya yang menerima ciuman. "Kau menciumku?!"
"Seperti yang kau lihat... aku menciummu."
"Astaga... Tuhan! Pria tampan ini sudah gila!"
Alano tertawa keras sampai bahunya berguncang. "Aku gila karenamu,"
Kali ini wajah Andin yang tadinya pucat jadi berubah tersipu malu. Apalagi saat Alano kemudian mencium mulutnya yang terbuka berkali-kali, di hadapan sang dokter maupun perawat yang tengah memerhatikan mereka berdua.
"Aku suka. Aku suka sekali saat kau menciumku." ungkapnya dengan senyum malu-malu.
"Kalau begitu aku akan terus menciummu."
Jika setelah operasi Andin berubah tak mengenali sang suami, ia kembali pulih setelah beristirahat sejenak. Akan tetapi sayangnya, efek lain dari obat bius kembali berulah. Dan kali ini rasa sakit parah tidak hanya menghantam perut di mana luka sayatnya berada, tapi juga dia mengalami sakit di punggung akibat efek suntik Epidural yang diterimanya.
Berkali-kali dokter menenangkan Alano yang berubah cemas berlebihan sebab melihat Andin merintih kesakitan. Dokter telah menanganinya, dan setelah Andin bisa makan, dia tertidur pulas.
Malam harinya, dia mendengar suara Andin yang tampak menggigil kedinginan. Dia dengan terpaksa mengambil selimut cadangan di lemari dan membungkus sang istri dengan itu. Pada pukul tiga dini hari, Alano yang baru mau terlelap dibangunkan oleh Andin yang sedang memanggilnya.
"Al, aku panas. Tolong singkirkan selimutnya."
Dan benar saja, wajah dan punggung Andin telah dibasahi keringatnya sendiri. Alano menyingkirkan selimut itu dan menatap pakaian yang telah menempel di badan sang istri dengan tatapan prihatin.
"Bajumu basah. Kau harus ganti dulu."
Andin mengangguk iya. Alano membantunya mengganti pakaian rumah sakit dengan yang baru, setelah selesai dan melihat Andin kembali tidur ia tak lupa menyetel pendingin ruangan menjadi kembali sejuk. Setelah semuanya selesai, itu sudah pukul lima pagi. Akhirnya, dengan tubuh dan pikiran lelah luar biasa, ia memejamkan mata. Tetapi sayangnya, kedatangan dua suster ke bangsal kembali membangunkan Alano.
Di depan cermin kamar mandi, wajah tersenyum Alano terpantul. Ia merasa seolah sudah gila karena senyum-senyum sendiri di ruangan itu. Tapi bagaimana ya, istrinya begitu menggemaskan dan imut. Dia jadi tak tahan untuk tidak mengingatnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Pengantin Pengganti (TAMAT)
FanfictionMemiliki ibu dan kakak tiri yang jahat, kehidupan Andin yang dipenuhi kebahagiaan berubah drastis jadi layaknya neraka. Demi ayahnya yang sedang koma, Andin rela menjadi pengantin pengganti yang akan menikahi seorang pria kaya tapi cacat dan buta...