MASA LALU ALANO

126 13 0
                                    

Suara tawa terbahak terdengar mengalun di belakang Andin. Karena posisinya yang memunggungi Alano, Ia tidak dapat melihat ekspresi tawa itu apakah melambangkan lucu atau kesedihan.

“Tidak melukai diriku kok. Lagi pula ini bukan yang pertama kalinya aku melihat papa berselingkuh dengan pacar-pacarnya. Dan membicarakannya pun tidak begitu buruk ataupun memalukan.” Alano mendengus seraya mengendusi tengkuk Andin dan sesekali menciumnya apabila dia gemas akan reaksinya yang menurutnya lucu. Seolah-olah wanita ini tengah mengasihi dirinya. Padahal tak perlu. Ia tidak butuh di kasihani.

Andin merasakan seluruh tubuhnya gemetar di bawah pelukan hangat dan aneh pria itu. Apalagi dengan tangan besarnya yang bertindak tak jujur menggerayanginya....

“Apalagi yang mau kau ketahui, istri nakalku?” bisik Alano terdengar lirih dengan gumaman berkat wajahnya yang terkubur di ceruk leher Andin.

Temaramnya penerangan di ruangan itu tidak dapat menyembunyikan .....

“La-lalu bagaimana dengan mereka? A-aku tidak melihat satu pun mereka di sini?”

“Masih belum cukup?”

“Kau sendiri yang barusan memancing.” 

“Dasar nakal,”

Andin manggut-manggut saja saat sematan itu diludahkan Alano padanya. 

“Aku menyuruh Nakula membuat mereka pergi jauh dari hadapanku. Tentu saja setelah banyaknya pesangon dan tunjangan yang mereka dapatkan, mana mungkin mereka menolak apabila aku menyuruh mereka pergi? 

Andin terdiam mendengar nada sinis itu. Seakan dia juga dapat merasakan nada jijik dari setiap kalimat yang dilontarkan.

“Mereka beruntung membawa darah keluarga Rajendra di tubuh mereka, setidaknya mereka tidak akan menjadi miskin ataupun perlu bersusah payah hanya untuk bisa hidup.” dengus Alano dengan mata dipenuhi rasa jijik.

“Andin, kau tahu apa yang lebih lucu..........?”

Dia tidak mau menjawab dan ingin berhenti mencari tahu, tapi jika dia bilang tidak, dia takut Alano akan marah dan berubah memperlakukannya dingin. Jadi dengan terpaksa Andin menjawabnya singkat.

“Apa?”

“Mereka berkata tulus mencintai dan tidak tergoda akan kekayaannya. Namun setelah ayahku mati, mereka berbondong-bondong datang ke rumah ini dan meminta hak anak-anak mereka.”

“Jadi aku pikir, cinta nyatanya memang terlalu murah dan tak berarti. Itulah mengapa aku tidak mau jatuh cinta ataupun merasakannya.”

Andin dapat merasakan kedua tangannya terasa dingin dan hatinya ngilu untuk alasan yang tak diketahuinya. Satu hal yang dapat dia pahami bahwa mustahil bagi Alano untuk bisa merasakan jatuh cinta. Jadi pada akhirnya, ia seperti disadarkan bahwa perasaannya yang berkembang ini memang tak seharusnya semakin tumbuh besar. Atau kalau tidak, hanya dia seorang lah yang merasa terluka.

“Kenapa kau diam?” tanya Alano dengan alis mengernyit.

Ia memutar tubuh Andin agar menghadap padanya dan sepasang mata jernih itu kini dipenuhi air mata yang ingin jatuh.

Perlahan Andin menggelengkan kepalanya. “Aku mendengarkanmu dengan serius, makanya aku diam.”

Jari pria itu terangkat dan mengusap penuh kelembutan sudut mata Andin yang berkilau basah. 

“Rasa-rasanya, saat bersamaku kau banyak menangis. Di ranjang saat kita sedang berhubungan intim dan sekarang saat kau mendengarkan aku bercerita.”

Andin memiringkan kepalanya, mengikuti telapak tangan Alano saat membelai pipinya.

Kedua mata itu saling berpandangan satu sama lain. Ada banyak pesan tersirat yang bisa disampaikan hanya dengan mereka saling bertatapan.....

Foto ini juga menggambarkan saat nanti Andin lahiran 😆😆 gumushhh 😍

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Foto ini juga menggambarkan saat nanti Andin lahiran 😆😆 gumushhh 😍

Pengantin Pengganti (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang