LAKI-LAKI IBLIS

74 6 0
                                    

Rosalie terus memeluk perutnya saat tatapan tajam dari pria tampan di hadapannya terasa menusuk. Ia merasakan keringat mengalir di pelipis serta leher belakangnya. 

"Jadi, apa itu milikku?" tunjuknya pada perut hamil Rosalie yang sudah besar dan mustahil sekali untuk ditutupi. 

Mereka berdua berpindah tempat jadi duduk di dalam rumah, di ruang tamu. Padahal rumah itu ditempati oleh Rosalie dalam beberapa bulan belakangan, tapi entah kenapa malah sepertinya Sal lah si tuan rumah di sini karena auranya yang terpancar sulit untuk diabaikan. 

"Kenapa kau tidak menjawab?"

"Saya ingat malam itu Anda bilang bahwa apa pun yang terjadi, Anda tidak mau lagi berurusan dengan saya," Rosalie akhirnya membuka mulutnya meski nadanya terdengar bergetar karena wanita itu tampak ketakutan dan tak nyaman. 

Apalagi jika dia dipaksa untuk mengingat kejadian nahas yang pernah dialaminya bersama dengan pria di depannya kini. Segala kesakitan serta hinaan yang keterlaluan itu, ia tidak mau menerimanya kembali.

Sal terdiam dan hanya terus menatap wajah menunduk Rosalie yang tidak mau melihat ke arahnya. Sama seperti pertama kali mereka bertemu, tampang malu-malu dan polos inilah yang ditunjukkan wanita ini padanya saat itu. Membuatnya lengah, tak siap dan disaat-saat ia merasa bahwa semua sisinya telah aman yang terjadi malah sosok inilah yang menjadi pengkhianat.

"Ya benar. Begitulah yang aku katakan padamu saat itu. Tadinya, aku juga tidak mau berurusan lagi denganmu, tapi karena kau dalam keadaan seperti ini, aku jadi bertanya-tanya apakah yang kau kandung itu adalah anakku?"

Wanita itu menggigit bibir bawahnya kuat. Ia menarik napas dalam-dalam lantas menjawab dengan tarikan senyuman pada bibir mungilnya.

"Bukan. Mana mungkin ini anak Anda? Apa Anda lupa kalau saya waktu itu adalah pelacur rendahan. Seperti yang Anda tuduhkan, sebagai seorang pelacur tentu bukan hanya bersama Anda saya melayani pria. Jadi, bukan. Anak ini tidak akan pernah menjadi milik Anda." 

Terdengar suara sumbang yang berasal dari Sal. Dengkusan keras serta tatapan jijik itu begitu nusuk Rosalie tapi dia bertahan kuat di kursinya, tidak mau menunjukkan kelemahannya sedikitpun.

Mendengar pengakuan ini entah mengapa membuat Sal begitu marah. Ia tak pernah merasakan emosi seperti ini dan satu-satunya pemicu yang selalu membuat dia lepas kendali adalah wanita di depannya kini. 

"Seandainya itu jadi anakku, aku pasti tidak akan membiarkannya. Untunglah anak itu bukan milikku, atau kalau iya aku pasti sudah menyuruhmu untuk mengaborsinya." ujarnya acuh dengan wajah datar.

"A-Aborsi?" Rosalie sampai tercekat karena kalimat gila yang tak pernah disangkanya akan ia dengar dari pria yang adalah ayah dari anak yang ia kandung.

"Ada apa dengan muka terkejut itu? Kau tak mungkin mempunyai delusi yang tidak-tidak soal aku bukan? Hey... wanita rendahan sepertimu melahirkan darah dagingku? Kau gila ya?" Sal terus mengeluarkan kalimat tajan dan penuh hinaannya pada Rosalie. Seolah dia belum puas kalau tidak membuat wanita ini menyesal telah mengkhianatinya dan berbuat jahat kepadanya.

Rosalie mencengkram erat pinggiran kursinya demi membuat tubuhnya stabil. Ia sepertinya dapat merasakan bagian bawah perutnya berdenyut-denyut. Membuatnya ingin sekali merintih karena betapa menyakitkannya dan yang ada dalam pikirannya saat itu ialah... dia membutuhkan Andin sekarang.

"Kalau hanya ini yang mau Anda katakan pada saya, saya sudah merasa cukup mendengarnya. Karena itu, tolong, pergilah. Saya mau beristirahat." Rosalie mengusirnya terang-terangan dan dengan mendesak juga.

Tanpa melihat ke bawahnya, ia dapat merasakan aliran air mengalir dari sela-sela pahanya dan kini membasahi kedua kakinya. Keringat dingin terus bermunculan dan rintihan sakit ingin sekali ia suarakan, tapi dia terus menggertakkan giginya kuat-kuat. Dia tidak mau disalahpahami oleh Sal karena telah menunjukkan kelemahan diri demi menarik simpatinya. 

Sal merapihkan jas bagian depannya. Ia bangun dari duduk setelah memberi Rosalie dengusan jijiknya.

"Tidak perlu di usir pun aku sudah mau pergi. Siapa pula yang tahan berdekatan dengan wanita licik sepertimu!"

Setelah dia mengatakan kalimat penuh kebencian itu, Sal melangkahkan kakinya keluar rumah.

Meski Rosalie telah melihat punggung Sal berbalik dan kini telah menghilang dari pandangan dan dia pun juga mendengar suara pintu dibanting tertutup, namun dia belum berani untuk bangkit dari duduknya. Barulah saat dia mendengar suara mobil menderu-deru, ia langsung berpegangan pada meja tapi karena kedua kakinya sudah lemas dan dia terlalu kesakitan, ia jatuh ke lantai. Di saat kejatuhannya itu, ia tidak lupa untuk melindungi bayinya yang mau lahir. 

"Hnn!" Ia merintih dengan seluruh badannya gemetaran.

"Bertus....! Tolong aku!" 

"Bibiii....!" 

Rosalie berteriak meminta tolong, berkali-kali memanggil nama Bertus maupun pelayan yang ditempatkan di rumah itu tapi tak ada satupun yang mendengar.

Rosalie yang melihat sesuatu pecah dan semakin deras mengalir lantas melihat ke arah bawahnya, pada rok selutut yang kini ternoda darah bercampur air ketuban. 

Dia mau melahirkan! 

Kenapa harus sekarang?! 

Pengantin Pengganti (TAMAT) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang