Pagi yang dihiasi awan mendung itu mengundang hawa dingin saat angin berhembus. Zakri yang memang sudah datang tengah berdiri di dekat motornya sambil mengawasi gerbang sekolah. Sebenarnya ia sedang menunggu Saka, tapi begitu melihat jam tangannya yang sudah menunjukkan pukul 06:43 ia merasa sedikit heran karena batang hidung anak itu belum juga kelihatan.
Zakri terus menunggu kedatangan Saka, namun yang dilihatnya justru seseorang yang sangat ia kenali datang melewatinya dengan motor maticnya yang diparkirkan tak jauh dari motor Zakri. Tentu itu bukan Saka, Zakri sudah tahu anak itu akan selalu di antar jemput oleh Ary.
Rendi melepas helmnya lalu ia taruh di kaca spion motornya. Ia membiarkan rambutnya sedikit berantakan lalu berjalan meninggalkan area parkir untuk pergi ke kelasnya.
Tentu ia melihat keberadaan Zakri, namun ia tak ada niatan untuk menegur atau basa-basi dengan anak itu karena tahu kalau Zakri sedang menunggu Saka.
Rendi terus berjalan tanpa mempedulikan Zakri meski sebenarnya ada sesuatu yang ingin ia bicarakan dengan pemuda berkulit sawo itu. Namun ia sadar diri kalau kondisinya sedang tidak tepat karena sudah sangat jelas kalau sekarang hubungan di antara mereka seperti pemangsa dan target buruan, dan perasaan serta urusan pribadi tidak di izinkan terlibat dalam perang dingin yang sedang di balut kisah kasih dan pertemanan ini.
"Temen lo mana?"
Mendengar suara yang bertanya membuat Rendi menghentikan langkahnya. Ia menoleh ke arah Zakri yang berdiri sambil sedikit duduk di motornya dengan gaya bersedekap dada.
"Gak tau." jawabnya singkat dan datar lalu kembali melanjutkan langkahnya.
Zakri menghela napas kasar. Ia merogoh saku celananya lalu mengeluarkan dompet. Di dalam dompet hitam itu ada sebuah foto yang sudah sangat lama ia simpan. Ia ingin ini semua cepat selesai. Ia lelah menahan perasaannya sembari menyelesaikan tugasnya untuk menangkap Ary.
Dengan langkah yang cepat Zakri segera menyusul Rendi. Begitu jaraknya sudah dekat ia langsung meraih tangan Rendi lalu menyeretnya ke suatu tempat.
"Eh? Anjir! Apaan sih, Zak?! Lepasin gue!" ujar Rendi sambil berusaha melepaskan tangannya.
"Ikut gue sebentar."
Zakri terus menyeret Rendi ke atap sekolah tanpa mempedulikan gerimis yang mulai turun.
"Apaan? Kalo mau ngomong buruan, udah gerimis." ujar Rendi sedikit kesal begitu mereka tiba di rooftop sekolah.
"Kemaren gue ketemu Raka, tapi keliatannya dia sama sekali gak lupa soal gue." ujar Zakri yang mengundang kerutan bingung di wajah Rendi.
"Hah? Maksud lo apaan sih?"
Zakri meraih tangan kanan Zakri lalu memberikan sebuah foto di mana ada 3 orang anak yang saat itu usianya sekitar 11 dan 12 tahun yang duduk berderetan. Foto itu diambil saat Zakri, Rendi, dan Raka baru lulus SD sambil memegang buku raport masing-masing.
"Sorry kalo gue nekat dan bikin lo marah, tapi gue cuma mau lo inget sama gue."
Belum sempat Rendi mencerna isi foto dan juga maksud dari ucapan Zakri, ia terkejut saat tiba-tiba Zakri memegang kedua sisi kepalanya dan langsung menciumnya tepat di bibir.
Kedua mata Rendi terbelalak akan kejadian yang menimpanya. Otaknya seketika seperti mati fungsi saat bibir tipis Zakri menyentuh bibirnya yang sedikit bervolume. Memang tak ada permainan lidah pada ciumannya, benar-benar hanya bibir yang saling menempel, tapi Rendi berhasil dibuat mematung selama 1 menit.
Zakri melepas ciumannya dan memberi jarak di antara dirinya dengan Rendi. Ia tersenyum tipis melihat Rendi yang nampak masih mematung setelah kejadian tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tukang Daging Psikopat [Non kpop, No Edit] || SLOW UP
General FictionMimpi buruk seorang remaja laki-laki berusia 17 tahun bernama Saka adalah saat ia menemani Ibunya belanja di pasar dan bertemu dengan seorang tukang daging yang sangat tampan. Awalnya ia pikir itu adalah anugerah, namun ia tak pernah meyangka bahwa...