"ibu, kenapa warna mataku merah? Menyeramkan." Gadis kecil berusia 8 tahun itu menatap ke arah sang ibu dengan tatapan penasaran.
Sang ibu hanya mampu menggelengkan kepalanya. Dia awalnya takut saat anaknya, lebih tepat anak angkatnya yang ia temukan saat sedang camping 5 tahun lalu, ibu sudah menanyakan pada dokter tentang masalah mata anaknya. Dan anaknya ini di diagnosis sehat. Tidak ada kelainan apapun pada matanya. Dokter menjelaskan bahwa mungkin anak angkatnya itu adalah salah satu manusia beruntung yang mendapati warna mata merah yang seperti permata Ruby itu.
"Ria-ku sayang... Dengar ibu. Bola matamu itu tidak mengerikan. Warnanya cantik. Seperti permata Ruby yang berkilauan." Ucap sang ibu sambil mengelus pelan rambut hitam halus milik anaknya.
Gadis kecil itu, Asteria, terpesona dengan senyuman sang ibu yang menenangkan. Akhirnya, Asteria tidak mempermasalahkan warna matanya. Hingga saat dia memasuki sekolah SMA, dia mulai di hina dan di caci maki karena banyak yang menuduhnya menggunakan softlens.
Meski Asteria sudah menunjukkan bukti bahwa ini asli bola mata miliknya, banyak orang yang berkata bola mata Asteria tampak mengerikan. Mereka semua berkata bahwa Asteria mungkin keturunan iblis.
Segala hinaan yang Asteria rasakan membuatnya muak. Dia lalu memutuskan untuk pindah sekolah dan mencoba mencari softlens yang di pakai akan menjadi warna coklat jika di samakan dengan warna bola mata miliknya.
Dan seperti itulah. Kehidupan Asteria di masa SMA barunya berjalan lancar, itu semua berkatnya yang tidak menunjukkan bola mata berwarna merah menyeramkan itu.
Dan Asteria tidak pernah sekalipun berkeliaran dan menunjukkan mata merah bagaikan permata Ruby itu pada seorangpun selain ibunya.
"... Warna... warna matamu?"
Dan kini, Archer melihat bola mata merahnya yang menurutnya menjijikan untuk melihat. Asteria bergerak untuk melepaskan kedua tangan kekar itu yang menangkup pipinya. Tapi, Archer dengan sigap menghentikan kedua tangan Asteria dengan satu tangan kekarnya, menaruhnya di atas kepala Asteria dan menguncinya erat, tapi berhati hati agar tidak menyakitinya.
Tangan kekar Archer yang masih bebas, berkeliaran di sekitar dagu Asteria dengan tatapan yang sangat dalam. Asteria menatapnya dengan tatapan terkejut. Dia mencoba untuk menatapnya dengan tatapan aneh.
"Tuan? Tolong menjauh," ucapku Asteria dengan berusaha melepaskan cekalan Archer pada kedua tangannya.
Jantung Asteria berdetak kencang karena takut akan posisi ini. Astaga, kenapa Archer nampak seperti ingin menerkamnya sih? Tapi, Asteria menggelengkan kepalanya keras. Tidak mungkin! Lihat saja wajahnya itu! Wajah setampan dia tidak mungkin nafsu padanya yang hanya body triplek kan?!
"Kenapa... Warna matamu berubah?" Archer berkata sambil masih mengunci kedua tangan Asteria di atas kepalanya. Matanya masih menatap dalam pada kedua bola mata Asteria yang sangat indah.
Archer sudah menduga bahwa Asteria adalah bangsawan. Tapi, dia tidak menduga bahwa Asteria kemungkinan adalah putri dari negara musuh.
"...oh?" Asteria berkedip pelan saat mendengar Archer mengatakan tentang warna matanya. "Saya memakai softlens." Ucap Asteria menjawab pertanyaannya dengan tidak menyadari bahwa kata 'softlens' tidak di mengerti oleh pria itu.
Archer menatap dengan wajah bingung, dia memiringkan kepalanya, "softlens? Mata lembut?" Dia bertanya dengan tatapan polosnya.
Asteria menyemburkan tawanya sedikit saat melihat wajah polos Archer saat kebingungan dengan arti 'softlens'. Tolol kali ni bocah, wak.
"Bukan, maksud saya, ini semacam pengganti warna mata. Intinya, warna mata saya yang asli adalah yang sedang anda saksikan langsung." Jelas Asteria dengan masih terkekeh kecil. Dia melupakan sejenak posisi yang sangat aneh bagi keduanya itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Another World: Become the Maid of the obsessed male lead
RomanceBagaimana perasaan kalian ketika sedang enak enaknya ingin memakan mie di kamar malah kamarnya berubah jadi portal yang menghantarkan diri kalian ke dunia novel? Bukan hanya jiwanya saja yang berpindah, tubuhnya pun juga iya! Bagaimana kelangsunga...