AW-Lima Puluh Satu

737 122 25
                                    

Sejak malam itu, Thristha kini tinggal bersama dengan Arion. Awalnya. Awalnya saja Thristha merasa seperti sedang menerima anugerah karena akhirnya mungkin saja Arion sama-sama menyukainya.

Melihat bagaimana kelembutan dan tatapan penuh dambaan padanya yang meskipun terlihat berlebihan dan menakutkan itu, namun Thristha lega karena merasa bahwa dia telah benar-benar hidup.

Mereka mulai menjalin kasih dengan Thristha yang mau tidak mau harus hidup dengan tersembunyi karena Arion berkata jika Thristha terlihat sedikit saja pada publik, maka itu akan mengancam keselamatan Thristha dan kemungkinan besar Thristha akan di bawa kembali ke negeri asalnya.

Thristha saat itu hanya patuh dan menuruti semua perkataan yang keluar dari mulut sampahnya. Begitu bodohnya dirinya yang tidak tahu apapun sampai hari ketika suatu malam tiba, Thristha mendengar hal yang membuat dunianya seakan-akan lenyap dalam sekejap.

Malam itu, Thristha berjalan dengan membawa sebuah kotak berisi mahkota bunga yang sudah dia buat susah payah. Thristha berniat untuk mengejutkan Arion, maka dari itu dia melangkah dengan hati-hati.

Saat dirinya telah sampai di depan pintu kerja Arion, Thristha di kejutkan dengan suara gebrakan yang sangat kuat di susul suara teriakan yang ia tahu. Itu Teo. Kenapa Teo, pria kalem itu berteriak begitu keras?

Thristha yang penasaran seketika memutuskan untuk menguping pembicaraan keduanya dengan menempelkan telinganya pada daun pintu.

"Tuan, apakah anda benar-benar berniat untuk menikahi putri Airys?" Tanya Teo yang kini berada di depan meja kerja Arion. Menatap Arion dengan serius.

Arion hanya mengangguk malas sekali lagi mendengar pertanyaan menggebu dari Teo.

Teo yang melihatnya sontak menatap sang tuan tak percaya. "Tuan? Lantas, bagaimana dengan putri Thristha? Bukankah kau mencintainya?!"

Arion yang mendengarnya sontak mengangkat sebelah alisnya dan menatap Teo remeh. "Aku? Mencintai gadis bodoh itu? Apa kau salah, Teo?"  Jawabnya dengan nada main-main. Dia meniup pena di tangannya sebelum menandatangani dokumen-dokumen nya kembali dengan santai. Seolah pertanyaan Teo bukanlah hal yang patut di perhatikan.

Teo menggepalkan kedua tangannya erat-erat, matanya menatap tak percaya pada sang tuan yang sesantai itu menjawabnya. "Jika anda tidak mencintainya, lantas, kenapa anda membawanya kemari?! Kenapa anda tidak membunuhnya?!"

"Bukankah sudah kubilang dia menarik? Meskipun tak ada yang bisa di banggakan dengan tubuhnya, menurutku dia menarik karena bisa begitu bodoh. Aku hanya menjadikannya mainanku saja, Teo. Kau tenang. Jika sudah bosan, aku pasti akan membunuhnya." Arion menjawab pertanyaan Teo dengan nada yang kelewat santai. Membuat Teo menatap tuannya itu dengan tatapan penuh amarah.

"Tuan. Anda sadar dengan apa yang telah anda katakan?"

Arion kini tak lagi menatap dokumennya. Dia menatap mata Teo dengan langsung. Tatapan matanya sedikit kosong namun senyum kejamnya menutupinya.

"Tidak. Aku sadar. Sangat sadar."

Thristha sudah tak bisa atau lebih tepatnya sudah tidak ingin mendengarkan percakapan itu lagi. Gadis itu dengan cepat meninggalkan ruangan itu dengan sebelumnya melempar kotak berisi mahkota bunga itu ke sembarang arah.

Kini, Thristha tengah berada di kamarnya. Jika tebakan kalian Thristha kini tengah menangis, kalian salah. Air matanya telah kering. Saking lelahnya terus menerus menangis dan meratapi nasibnya yang tidak pernah hidup dengan bahagia.

Orang-orang memanggilnya Dewi kehidupan. Dirinya bisa memberi kehidupan untuk semua orang. Namun, di antara semua orang itu, yang memberi kehidupan untuknya siapa? Kenapa tak ada seorangpun yang memberinya cahaya kehidupan?

Another World: Become the Maid of the obsessed male leadTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang