4. Lupa

1.1K 147 13
                                    

Tama adalah seorang freelancer. Dia mengambil beberapa job translate dan juga design secara online. Apakah Tama tidak kuliah? Dia mau sebenarnya, tapi dia belum tau harus masuk jurusan apa. Ada beberapa alasan lainnya juga. Jadi dia memilih untuk menundanya sejenak.

Setelah sarapan, dua bersaudara itu kembali dengan kesibukan masing - masing di kamar Tama. Mereka terus diam dalam pekerjaan mereka. Memang keduanya tipe yang tidak berbicara jika sedang serius.

Waktu sudah menunjukkan tengah hari. Tama sudah berhenti beberapa kali dengan pekerjaannya. Bahkan ia sempat tertidur cukup lama dengan laptop yang masih terbuka.

Berbandimg terbalik dengan Arya yang sudah membereskan buku dari kardus, kini sudah berkutat dengan sebuah buku soal. Dari Tama bekerja, tertidur, dan bangun. Arya terlihat tetap tidak bergeser dari posisinya yang duduk bersila di lantai.

Diam - diam Tama tersenyum bangga melihatnya. Adiknya sangat hebat dan selalu dapat membanggakan kedua orangtuanya. Dia berharap juga dapat seperti itu.

"Ar, istirahat dulu. Makan siang."

"Arya". ulang Tama karena tidak mendapat jawaban.

"Nanggung Bang." Arya tidak mengalihkan pandangannya dari buku. Benar ternyata kata Mama, kalau sudah begini Arya tidak dapat diusik.

Tama perlahan bangkit dan berjalan keluar kamar. Kedua tangannya bertumpu pada dinding sepanjang ia berjalan. Kondisinya belum sepenuhnya pulih.

Sebenarnya Tama malas untuk berjalan keluar kamar. Biasanya dia akan menunggu Abil pulang sekolah dan mengambilkannya makan siang, tapi hari ini adiknya itu sudah izin akan pulang sore. Atau terkadang Papa memang sudah menyiapkan makan dan minum di kamarnya saat kondisinya kurang baik.

Tapi sekarang dia tidak boleh malas. Kalau ia tidak makan, Arya juga tidak makan.

Di dapur ia tersenyum melihat ada udang goreng tepung dan bayam rebus saat membuka lemari. Kesukaan Arya. Ia mengambil dua buah piring plastik, mulai mengisi satu piring dengan nasi dan kedua lauk itu. Sedangkan piring satunya lagi hanya ia isi dengan sedikit nasi dan sayur saja.

Dia lalu membawa piring yang memiliki udang goreng tepung itu ke dalam kamar dengan kedua tangan. Tubuhnya ia rapatkan ke dinding sebagai tumpuan saat berjalan karena tangannya yang penuh. Bahunya agak sakit karena terseret di dinding. Tapi kalau tidak begini resiko ia olenf dan jatuh lebih besar. Sayang kalau piring yang ia bawa jadi tumpah, mubazir.

Begitu sampai, ia meletakkannya di lantai hadapan Arya dengan sedikit membungkuk. "Makan dulu."

"Iya. Bentar."

Tama menutup buku yang sedang dibuka Arya secara paksa dan menjauhkannya. Membut Arya mendengus kesal.

"Gausah kusut mukanya, selama lo di sini gaada acara makan telat sama begdang gila - gillaan."

Arya hanya pasrah dan mulai melirik piring yang dibawa abangnya. Ia mulai tersenyum senang saat melihat piring itu berisi lauk kegemarannya. Lalu ia menyadari satu hal saat akan menyuapkan suapan pertama.

"Mana makananan lo?"

"Bentar lagi gue ambil, mau duduk bentar."

"Kenapa gak sekalian, tangan lo kan dua."

"Lo mau nasinya tumpah gue pegang pake satu tangan?" Tama menunjukkan tangannya yang gemetaran.

Arya hendak berdiri untuk mengambil piring Tama. Tapi bahunya ditahan untuk tetap duduk.

"Lo makan aja, biar gue ambil sendiri." ucap Tama yang langsung bangkit dari duduknya dan beranjak menuju dapur.

Arya melanjutkan acara makan siangnya. Ia menikmati setiap rasa yang sudah lama tidak dia rasakan. Dulu kalau sedang tidak selera makan maka Papa akan membuatkannya menu ini. Tiga piring nasipun dapat dia habiskan jika dengan udang goreng tepung dan bayam. Ntah kenapa masakan Papa selalu enak meski sederhana.

Exam?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang