34. Rusak

888 137 31
                                    

Tama sedang berjemur di halaman belakang, menikmati sinar matahari yang jarang muncul belakangan ini. Udara sejuk dan semilir angin menambah kenyamanan di pagi hari itu. Ia duduk di kursi kayu sambil memejamkan mata, merasakan hangatnya sinar matahari yang menyentuh kulitnya.

Tama memang selalu berusaha menikmati momen-momen kecil dalam hidupnya. Namun, hari ini, meskipun ia mencoba menikmati sinar matahari yang hangat, tubuhnya terasa lebih lemas dari biasanya.

"Masuk yuk Bang, Mama udah siap masak sarapan."  ucap Abil yang sudah berdiri di hadapan Tama dengan seragam lengkapnya. Ia posisikan walker di sisi Tama. Sedangkan Mas Adi sudah bersiap dengan kursi roda tidak jauh dari mereka.

Setiap pagi Abil akan menyempatkan diri untuk membantu Tama berjalan untuk berjemur dan sarapan bersama sebelum ia berangkat sekolah. Tapi tidak jarang mereka membiarkan Tama tidur setelah sholat shubuh agar mendapatkan istirahat yang cukup.

Perlahan Abil membantu Tama duduk tegak, lalu Tama memindahkan kakinya satu persatu ke arah samping. Kedua tangannya menggengam pengangan tongkat berkaki empat itu. Ia mencoba mendorong tubuhnya ke atas untuk berdiri, tapi sepertinya ia tidak pumya tenaga hari ini.

"Boleh tolong pake kursi roda Bil?" ucap Tama lembut dengan senyum tipis, sebisa mungkin tidak membuat khawatir

"Lemas Bang? Pusing?" tanya Abil cemas. Ia sudah berjongkok di hadapan Tama. Wajah abangnya yang memang biasanya pucat hari ini tampak lebih pucat dan terlihat lelah. Sebelah tangan abangnya juga sibuk memijat pinggangnya yang kembali terasa nyeri.

"Biasa, badannya memang udah jompo banget." canda Tama agar mereka tidak mengawali pagi dengan muram.

Mas Adi yang mendengar itu langsung mendekat dengan kursi roda. Abil membantu Tama berpindah ke kursi roda. Dapat ia lihat kedua kaki Tama bergetar hebat hanya karena berdiri sebentar untuk berpindah.

"Abang izin sarapan di kamar hari ini ya...." ucap Tama dengan suara yang lirih kepada Abil yang sedang membenarkan posisi tangan dan kakinya.

"Mas, tolong siapkan sarapan abang ya. Biar aku aja yang antar abang ke kamar."

Mas Adi mengangguk singkat. "Baik, saya siapkan segera."

Mereka berdua perlahan-lahan masuk ke dalam rumah. Setelah tiba di kamar, Abil membantu Tama berpindah dari kursi roda ke tempat tidurnya. Kali ini langsung ia gendong tubuh ringkih itu untuk berpindah. Lalu ia menggeser overtable dan memposisikannya di hadapan Tama untuk makan.

Tidak lama kemudian pintu diketuk, awalnya Tama mengira hanya Mas Adi yang akan mengantarkan sarapan. Ternyata ada Mama, Ayah, dan Arya juga. Mereka tergopoh-gopoh menghampirinya yang berada di tempat tidur.

"Kenapa Bang? Gak enak badannya?"

"Pusing sama lemes kayak biasa aja Ma" jawab Tama tersenyum.

Tama memandangi keluarganya yang memenuhi kamarnya. Mama yang memegang tangannya, Ayah yang duduk di sisi tempat tidur, lalu Arya dan Abil yang duduk di ujung tempat tidur dengan wajah khawatir. Baru pagi saja ia sudah membuat kehebohan. Ia merasa bersyukur atas perhatian mereka, namun di sisi lain ia tidak ingin mereka terlalu khawatir.

"Cuma pusing dan lemas. Nanti juga hilang habis tidur," ucapnya lagi berusaha menenangkan mereka.

Mas Adi langsung mempersiapkan tensimeter setelah meletakkan nampan sarapan yang ia bawa. "Tadi malam tidurnya nyenyak Tam?" tanyanya sambil memasangkan manset tensimeter pada lengan Tama.

"Agak susah tidur... pinggangnya sakit banget. Kayaknya aku kecapekan sama kelamaan duduk." pengakuan Tama membuat seisi ruangan khawatir. Sakit pinggang yang dikeluhkan Tama semakin parah saja.

Exam?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang