Soal Tambahan 2

666 94 24
                                    

Tiba tiba kangen:"), jadi kita up aja meski udah malam.

===

Abil berlari menuju ruang  tamu dengan semangat, kaki kecilnya melangkah begitu cepat. Ia tidak sabar ingin menunjukkan bola basket baru yang sedari tadi berada di pelukannya kepada Arya yang baru saja pulang dari sekolah.

Sarah yang sedang memangku Tama di sofa hanya terkekeh geli melihat tingkah  putra bungsunya. Ia akan selalu bersemangat saat melihat keberadaan Arya di rumah. Sarah juga cukup jarang melihat ketiga putranya pada siang hari di hari kerja seperti hari ini, jadi ia merasa sangat terhibur. Ia sengaja tidak bekerja hari ini karena Tama yang terus mengeluhkan rasa sakit di seluruh tubuhnya.

"Kak Aryaaa! Ayo main baskett!" seru anak laki kali berumur empat tahun itu. Pipi putihnya sudah tampak kemerahan karena ia menghabiskan waktu dengan berlari kesana kemari sambil menunggu kakaknya pulang.

"Kakak mau kerjakan PR dulu," kata Arya sambil mengeluarkan buku-bukunya.

Meski masih kelas 1 SD, Arya adalah anak yang sangat rajin dan bertanggung jawab dengan akademiknya. Kedua orang tuanya tidak perlu mengeluarkan energi lebih untuk memintanya mengerjakan pekerjaan rumah atau belajar. Mereka bahkan harus meminta putra kedua mereka itu lebih banyak bermain dan tidak perlu terlalu mengkhawatirkan nilainya di sekolah.

Abil cemberut mendengar penolakan itu, kedua pipinya menggembung karena kesal, "Tapi adek mau main sekarang. Kenapa harus belajar? Kan udah pulang sekolah? Kakak sama Abang sekolahnya juga lama, adek aja jam 10 udah pulang."

Sarah berusaha sekuat mungkin untuk tidak tertawa, putra bungsunya menggemaskan sekali. Jika Arya gemar dengan sekolah, maka Abil adalah kebalikannya.

"Ini namanya pekerjaan rumah, dikerjakan di rumah. Nanti kalau udah SD Abil juga ada PR." jawab Arya lalu meninggalkan adiknya yang masih belum paham.

"Main sama Abang aja!" tawar Tama yang sedang berbaring di pangkuan Mama pada adik bungsunya. "Abang ada buku mewarnai yang baru, gambar mobil!"

Sejak tadi pagi Tama belum ada mengeluarkan suara selain ringisan, Sarah sampai kaget sendiri saat sulungnya menawarkan diri untuk bermain dengan adiknya. Sejak jadwal injeksinya kemarin, putranya ini tampak sangat lemas.

"Nggak mau! Abang nggak bisa main basket! Adek maunya main basket!"

Raut wajah Tama langsung berubah menjadi sedih. Ia tahu kondisinya yang berbeda membuatnya tidak bisa bermain basket seperti kedua adiknya. "Kalau main robot gimana?"

"Adek maunya main basket!" teriak Abil sambil mengankat bola basket yang ia bawa. "Adek tunggu kakak siap belajar aja."

Abil langsung berlari meuju kamar Arya, meninggalkan Tama yang masih sedih dengan penolakan adiknya.

"Abang..." panggil Sarah lembut pada putra sulungnya, "Mama temani mewarnai di kamar ya?"

Sarah memeluk Tama erat dan menggendongnya perlahan menuju kamar. Mereka berdua sering menghabiskan waktu bersama saat Arya dan Abil sibuk dengan kegiatan mereka. Meski Sarah tahu bahwa Tama ingin bermain dengan saudara-saudaranya, kondisi kesehatannya sering kali membatasi apa yang bisa ia lakukan.

Setibanya di kamar, Sarah mendudukkan Tama di tempat tidur dan mengambil buku mewarnai serta beberapa pensil warna dari laci meja. "Gimana kalau kita mewarnai gambar mobil yang keren ini?" tanya Sarah dengan senyum. Tama mengangguk antusias, mencoba mengalihkan pikirannya dari perasaan kecewa tadi.

"Mama bantu warnai bagian atap mobilnya ya?" tawar Sarah sambil mengambil pensil berwarna merah.

"Iya Ma," jawab Tama dengan senyum, meski suaranya terdengar masih lesu.

Exam?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang