25. Kakek

919 130 47
                                    

Tama mencoba melawan kantuk yang menghampirinya. Ia tidak ingin tidur saat Mamanya datang. Tapi rasanya berat sekali untuk membuat matanya tetap terbuka. Ditambah elusan lembut yang diberikan Papanya membuatnya semakin ingin terlelap.

Begitu sampai, Tama langsung ditangani oleh pihak rumah sakit yang sudah mempersiapkan kedatangannya. Sekarang ia sudah dipakaikan high flow nassal cannula, tenggorokannya juga sudah di suction. Membuatnya saat ini dapat bernapas lebih baik. Ia juga sudah diberikan analgesik yang cukup kuat. Itulah kenapa saat ini rasanya ia merasa seperti melayang.

Kamarnya saat ini juga sangat nyaman. Jika tidak ada perelatan medis, kamar ini lebih cocok menjadi kamar hotel daripada kamar rumah sakit. Pasti Mama yang mempersiapkan ini semua.

"Kalau ngantuk tidur aja nak. Jangan ditahan." bisik Hendra lembut. Beberapa kali ia melihat putranya hampir terpejam.

"Ndda.. Mm-ma..."

"Nanti Papa bangunkan kalau Mama udah sampai."

Hendra terkekeh geli saat mata sayu itu menatapnya, seakan tidak yakin dengan ucapannya, "Papa janji, pasti dibanguni."

Tok tok tok

Suara ketukan pintu memotong pembicaraan mereka.

Sarah langsung memasuki ruang rawat itu dengan langkah yang cepat. Niat awalnya ingin terlihat tenang agar Tama tidak khawatir. Namun ia tidak dapat berlama lama dengan skenarionya itu, ia langsung memeluk putranya dan menciumi setiap senti wajahnya.

Brankar rumah sakit tempat putranya berbaring tampak sangat luas karena tubuhnya yang sangat kurus. Tangan putranya yang tertancap jarum infus membuatnya semakin merasa perih. Ringkih sekali tubuh itu seperti hanya tulang berbalut kulit. Jari - jarinya yang kurus dan bengkok bergerak kaku seperti ingin menyentuh Mamanya.

"Mma.."

Ia selipkan jarinya ditangan putranya lalu Sarah arahkan agar dapat menyetuh wajahnya. "Mama udah di sini sayang, dan gak akan ke mana - mana. Jangan segan dan ragu minta tolong apapun ya?"

Ia sudah mempersiapkan diri. Setiap hari ia mendapat laporan dan foto dari Abil atau Arya, tapi ternyata sangat sakit saat melihat langsung seperti ini.

Beberapa kali Tama melenguh dan berusaha berucap sesuatu meski lisannya tak mampu. Sarah menanggapinya dengan sabar. Mungkin karena Sarah adalah Ibunya, dengan mudah ia memahami semuanya. Dengan tekun ia mendengarkan apa yang dapat diucapkan    putranya.

"Nggh aagh"

"Dingin ya?" Sarah langsung menaikkan selimut yang menutupi Tama hingga dagu. Kedua tangannya juga ia masukkan kendalam selimut.

"Udah nyaman kayak gini? Abang butuh apa lagi!?" tanyanya sambil mengusap liur Tama yang mengalir dengan tisu yang tersedia di atas nakas.

"Mma.. ssii.." ucap Tama dengan senyum.

Sarah kembali mengecup pipi putranya. "Iya sayang, semangat ya?""

Semua yang berada di dalam ruangan itu hanya mengamati dengan diam dan menhana rasa haru melihat interaksi Ibu dan anak itu. Termasuk Kakek.

Ia tahu kondisi Tama cukup parah. Tapi ia tidak tau bahwa sudah separah ini. Rasanya ia juga ingin mendekat dan ikut mengobrol dengan Sarah yang berada di dekat brankar Tama. Jauh di dalam hatinya ia khawatir. Bagaimanapun juga Tama tetaplah cucunya.

"Mama udah disini, sekarang tidur ya nak. Dari sampe ke sini belum ada istirahat kamu." Hendra kembali mencoba membujuk.

Kali ini Tama menurut. Hari - harinya akan sulit, ia akan mencoba beristirahat sebisa mungkin.

Exam?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang