Soal Tambahan 3

660 74 14
                                    

Para siswa mulai keluar dari kelas satu per satu, membawa tas dan juga buku buku. Tama merupakan salah satu di antara siswa-siswa itu. Ia berjalan keluar kelasnya menuju lobi sekolah. Di tangannya, dia membawa beberapa sketsa kasar yang dia gambar selama pelajaran berlangsung.

Saat Tama melangkah keluar kelas dan menuju lobi sekolah, ia menyadari beberapa guru memperhatikannya. Mereka menyapanya dengan senyuman dan menanyakan kabar kesehatannya yang sering kali menjadi topik pembicaraan. Kabar tentang dirinya yang terpaksa tinggal kelas karena harus terbaring sakit selama berbulan-bulan sudah menyebar ke seantero sekolah. Meski ia sangat malu, ia berusaha menutupinya dengan tetap tersenyum sopan.

"Papa?" panggil Tama ragu saat melihat Papanya menghampiri dirinya yang sedang mengobrol dengan beberapa guru.

Hendra tersenyum lebar, lalu dengan sopan pamit undur diri kepada para guru yang sedang berbicara dengan Tama. "Maaf, Bu, Pak, saya bawa Tama pulang dulu ya," para guru mengangguk mengerti dan mempersilahkan mereka berdua pergi.

Hendra kemudian merangkul Tama dengan dan mulai berjalan bersamanya menuju mobil yang terparkir tidak terllau jauh. Ia juga mengambil alih ransel dan beberapa barang yang dibawa putra sulungnya itu.

"Gak kelamaan nunggunya kan? Capek gak?"tanya Hendra sambil melirik putranya. Ia khawatir Tama kelelahan karena menunggunya.

Tama menggeleng,"Kirai cuma bercanda Papa bakal jemput."ucapnya dengan sedikit senyum yang terukir di bibirnya.

"Kemarin Papa jemput Abil dan Arya. Sekarang giliran kamu." ucap Hendra dengan senyum lebar sambil menepuk pundak Tama.

Tama hanya mengangguk, tidak ingin mengungkit lebih jauh. Biasanya, Papa sibuk dengan pekerjaan dan hal lainnya, sehingga momen seperti ini sangat langka.

Ia tahu Papa dan Mama akhir-akhir ini sering memperdebatkan banyak hal. Mungkin ini sebagai permintaan maaf karena telah melibatkannya terlalunjauh. Sebagai anak pertama, dia sering diminta menjadi penengah dan harus mendengarkan keluh kesah mereka. Tapi hari ini ia tidak ingin mengingat semua itu. Hari ini adalah harinya bersama Papa.

"Kita langsung pulang Pa?" tanya Tama saat mereka sudah sampai di dalam mobil.

"Papa mau ajak kamu beli alat lukis dulu. Setelah itu kita makan siang di luar, gimana?" jawab Papa sambil tersenyum. "Tapi ya kalau kamu gak capek."

"Aman kok, ayo Pa!"

"Mau makan di mana?" tanya Hendra sambil mulai menyalakan mobil. Ia juga mengatur suhu AC agar tidak terlalu dingin untuk putranya.

Tama berpikir sejenak. "Kalau ke resto Jepang boleh? Tama lagi pengen makan sushi."

"Siap!"

Sepanjang perjalanan Tama merasa ada sesuatu yang berbeda dari Papanya hari ini. Biasanya papanya tidak terlalu banyak bicara, tetapi kali ini ia tampak lebih bersemangat. Tapi lagi lagi Tama mengabaikan semuanya dan berusaha menikmati momen yang ada.

===

Hendra keluar dari mobil dan berjalan ke belakang, membuka bagasi dan mengeluarkan kursi roda yang biasa digunakan Tama.

"Pa... kok pakai kursi roda... masih kuat jalan kok." ucap Tama saat melihat papanya sudah menurunkan kursi rodanya. Ia sangat benci melihat benda yang mulai menemaninya setahun belakangan ini. Tubuhnya semakin tidak bisa diajak kompromi.

"Kata dokter belum boleh capek capek, nanti jantungnya sakit lagi." jelas Hendra dengan sabar. Ia tahu putranya ini hanya ingin sebisa mungkin mandiri dalam beraktivitas. Hanya saja ia memang baru saja melakukan operasi pada jantungnya. Tama juga baru melakukan banyak kegiatan seharian ini di sekolah. Hendra tidak ingin mengambil resiko.

Exam?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang