30. Istirahat

860 132 73
                                    

"Sa-kitt"

Rintihan itu terus terdengar sepanjang Hendra mengalirkan air hangat di punggung putranya. Tentunya bukan tanpa alasan Tama terus mengeluarkan keluhan seperti itu. Air itu melewati luka - luka yang masih tampak belum ngering.

Hal yang mereka usahakan tidak terjadi pada akhirnya tetap terjadi. Beberapa bagin tubuh Tama mengalami luka dekubitus atau luka tekan pada kulit akibat kondisinya yang tidak dapat bergerak dan berada di satu posisi dalam waktu yang lama.

Alhasil sekarang tugas membantu Tama mandi dan bebersih menjadi tugas Hendra sepenuhnya. Jika hari Minggu seperti ini ia akan memandikan Tama di pagi hari. Sedangkam di harinlainnya Tama akan mandi selepas ia pulang bekerja di siang hari.

Bukan karena Arya dan Abil tidak mau melakukannya lagi, tapi mereka tidak tega. Mereka akan berhenti setiap Tama merintih dan meminta mereka untuk berhenti. Rasanya tidak sanggup setiap melihat abang mereka kesakitan.

"Alhamdulillah udah selesai." ucap Hendra lembut.

Ia membalutkan handuk lembut ke seluruh tubuh Tama, lagi - lagi saat handuk itu bersentuhan dengan punggungnya ia meringis.

Setelahnya Hendra menggendong tubuh itu ke kasur yang sudah siapkan oleh putra bungsunya dengan alas agar tidak basah. Mereka juga sudah menyiapkan keperluan lainnya.

"Gak usah diobati ya pa..." pinta Tama lirih sekali sambil mencengkran erat paha papanya. Sekarang tubuhnya sudah dibaringkan miring dengan kepala berada dipangkuan papanya.

Sungguh ia tidak ingin lukanya itu disentuh sentuh dan diberi apapun. Rasanya perih bukan main.

"Kalau gak diobati nanti lama keringnya Bang, bisa infeksi. Hari ini aku yang obati ya Bang? Abang mau ya?" Arya mencoba membujuk.

Hendra langsung memberi kode kepada Arya untuk memulai tanpa menunggu persetujuan Tama.

Perlahan Arya mengeringkan luka itu dan mengoleskan salep yang sudah diresepkan. Ada tiga titik luka dan beberapa ruam merah. Semuanya tampak mengerikan.

"Ya.. udah... sakit..." ucap Tama lirih.

Tama terus merintih sepanjang prosesnya. Membuat siapapun yang mendengarnya tidak tega. Abil sampai memalingkan muka karena tidak sanggup.

"Sshhh"

"Maaf ya Bang." tangan Arya sudah bergetar sebenarnya, tapi kalau tidak diobati luka itu tidak akan kunjung sembuh.

Hendra dapat merasakan cengkraman pada pahanya semakin kuat. Ia sedikit senang tangan itu sudah dapat mencengkram sekuat itu, tapi ia juga sedih karena ada alasan lain dibalik cengkraman itu.

"Maaf ya Bang, karena aku jarang ganti posisi abang waktu tidur, jadinya kayak gini." tutur Abil yang sedari tadi hanya diam di ujung kaki Tama.

Diantara semuanya, Abil lah yang merasa paling bersalah. Ia yang paling sering ketiduran saat gilirannya menemani Abangnya saat malam hari. Sehingga Tama akan tidur dalam posisi yang sama sepanjang malam.

"Gak Bil..." hanya itu yang dapat Tama sampaikan. Ia masih bertarung dengan perih di tubuhnya.

Sekarang Arya sibuk mengipasi punggung abangnya dengan selembar karton tipis. Mereka membiarkan Tama beristirahat sejenak sebelum menutup luka itu dengan perban dan memakaikannya baju.

"Pa..."

"Iya nak?

"Hari ini boleh gak terapi?" ucap Tama takut - takut.

"Capek ya nak?" tanya Hendra sambil mengelap peluh yang ada di kening putranya.

Tama mengangguk. Ia lelah sekali setiap pagi harus mandi dengan rasa sakit seperti ini. Setelahnya harus terapi. Ia mulai merasa sedikit jenuh. Rasanya ingin meminta waktu untu istirahat sejenak.

Exam?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang