Tama hanya dapat terbaring lemah saat Mama mulai membantunya untuk bersiap-siap. Tama tampak sangat ringkih saat tubuhnya sedang dibersihkan dengan kain basah.
Tubuhnya begitu kurus hingga tulang-tulangnya menonjol dengan jelas, hanya berbalut kulit yang pucat sepeti tanpa daging. Pipi dan matanya cekung karena berat tubuhnya yang berkurang secara drastis. Nassal cannula dan selang NGT tesemat di wajahnya karena bernapas dan menelan masih cukup sulit ia lakukan. Bibirnya yang pucat sedikit terbuka karena ia harus sesekali menarik napas dari mulut. Kepalanya yang kini tidak memiliki rambut akibat kemoterapi, bersandar lemah pada bantal yang menyanggah tubuhnya. Lehernya yang kurus hampir tidak mampu menahan kepala yang terlihat besar dibandingkan tubuhnya yang sangat kurus.
Meski sudah tiga bulan sejak ia terbangun dari koma dan mengalami kelumpuhan, ia belum terbiasa. Tama selalu merasa malu dan merasa sangat merepotkan saat harus sepenuhnya bergantung pada orang lain. Ia masih membutuhkan banyak terapi dan pengobatan agar berada di kondisi yang lebih baik.
Bunda mulai merapikan pakaian yang akan dikenakan oleh Tama. Ia memilihkan jas biru dan kemeja putih, sesuai dengan acara formal yang akan mereka hadiri. Ulang tahun perusahaan Ayah. Baju itu terlihat terlalu besar untuk tubuh Tama yang sangat kurus, tapi Sarah tetap mencoba yang terbaik untuk membuat putranya yang sangat tampan tetap terlihat rapi.
"Sekarang kita pakai dasi ya?" kata Sarah dengan lembut, sambil meraih dasi yang telah disiapkan di atas meja.
"Makasih Ma," Dalam hatinya, Tama merasa tidak perlu dipakaikan pakaian seperti ini. Pada akhirnya nanti, tubuhnya juga akan tertutup oleh selimut tebal karena ia sangat mudah kedinginan.
Sesaat kemudian, Arya dan Abil masuk ke kamar dengan mengenakan pakaian yang serupa dengan Tama. Mereka tampak gagah dengan jas dan kemeja yang mereka kenakan.
"Bagus gak Bang?" tanya Abil sambil berpose untuk menunjukkan jas yang ia pakai.
"Jelas bagus lah Bang. Jas gue yang dia pake." protes Arya yang kesal dengan adiknya yang tidak mau membeli jas baru.
Tama hanya tersenyum lemah. "Bagus kok," jawabnya. Rasanya lucu sekali hanya karena tertidur dalam waktu yang cukup lama kedua adiknya tampak jauh lebih dewasa.
"Kita berangkat sekarang ya sayang? Pokoknya kalau kamu merasa capek atau badannya gak enak sedikit aja, kamu harus bilang. Ayah udah siapkan kamar untuk kamu istirahat di hotel," ucap Sarah sambil memakaikan topi rajut untuk menutupi kepala putranya.
"Aku beneran gakpapa datang Ma? Takutnya malah malu-maluin Ayah... kalau rekan kerjanya lihat aku gimana?"
Sarah menautkan kedua alisnya mendengar itu, "Kenapa harus malu?"
"Aku... kayak gini... " ucap Tama pelan.
Sarah langsung menggenggam tangan putranya dengan erat. "Sayang... Ayah dan Mama sangat bangga padamu. Gak ada satupun hal dari kamu yang buat kami malu."
"Kalau ada yang ngomong yang nggak nggak ke Abang, aku yang urus nanti! Enak aja mereka ngomong yang aneh ke Abang! Belum tentu mereka bisa sekuat Abang bertahan sejauh ini!" jawab Arya menggebu gebu.
"Dengar tuh adeknya, kamu udah keren banget gini. Gak ada anak Mama yang malu malui. Semuanya keren keren." ucap Sarah dengan senyum untuk menenangkan kegelisahan putra sulungnya.
"Makasih Ma."
===
Begitu sampai di lobi hotel, Arya langsung menghentikan mobil dan turun untuk mempersiapkan kursi roda abangnya. Sedangkan Abil langsung mempersiapkan bantal dan selimut yang akan digunakan Tama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Exam?
General FictionSemua orang tahu kalau hidup dipenuhi oleh ujian. Tapi apakah semua orang tahu harus belajar dari mana untuk mempersiapkan ujian itu?