"Adekmu udah jemput tuh."
Tama mengangkat kepalanya yang terasa berat saat salah satu temannya menepuk pundaknya. Ia melirik ke arah pintu kelasnya dan dapat melihat Abil yang masih memakai celana biru sekolahnya berjalan mendekatinya dengan raut wajah khawatir.
Tadi hanya ada dirinya seorang diri di dalam kelas. Temannya tadi hanya mengambil barang yang tertinggal sebentar, kebetulan di saat yang sama dengan Abil datang.
"Katanya abang gak enak badan? Kambuh? Kok gak minta pulang aja tadi? Kenapa gak istirahat di UKS?" tanya Abil yang sudah mengambil tas Tama dan menyampirkan asal ransel itu di bahunya.
"Cuma agak pusing aja," jawabnya dengan senyum tipis di wajah pucatnya.
Padahal alasan sebenarnya adalah ia tidak ingin memgganggu Papa atau Abil untuk memjemputnya pulang. Mereka harus izin dari kantor atau sekolah. Jika ia beristirhat di UKS harus ada salah satu temannya yang membantunya berjalan, ia cukup segan selama tidak ada yang menawari duluan. Jadinya Tama memilih tidur sepanjang beberapa pelajaran terakhir, untungnya semua guru sudah tahu perihal kondisi kesehatannya.
Abil membuka walker yang tadi bersandar di meja dan meletakkannya di hadapan Tama. Ia mulai membantu abangnya bangkit dan berjalan menuju keluar sekolah. Sebelah tangannya merangkul bahu abangnya untuk memastikan keseimbangannya. Tama berjalan tertatih dan pelan sekali dengan bertumpu pada walkernya.
Sepanjang jalan beberapa guru menyapa Abil, mereka sudah cukup hapal. Jika Tama sedang dalam kondisi kurang sehat, adiknya akan mengantarnya dan menjemputnya ke kelas.
Setelah sampai di lobi sekolah, Abil mendudukkan Tam ma di salah satu bangku yang tersedia. Abil mulai membantu abangnya memakai jaket dan juga masker. Tama hanya diam dengan kepala yang bersender pada dinding dan mata yang tertutup. Ia sudah merasa sangat lemas dan pusing.
"Abang duduk dulu, aku ambil motor sebentar ya." ucap Abil sebelum berlalu menuju parkiran. Tapi tiba - tiba ia menghentikan langkahnya dan berbalik, "Apa mau pesan taksi online? Masih kuat gak naik motor?"
"Naik motor aja."
Tidak lama kemudian Abil datang dengan motornya. Ia memakaikan Tama helm lalu melipat walker dan meletakkanya di depan . Ia membantu Tama naik ke motor secara perlahan, beberapa kali ia dapat mendengar abangnya meringis. Setelahnya Abil duduk di depan. Ia mengambil kain yang biasa digunakan untuk mengikatnya antara tubuh Tama dan dirinya agar Tama tidak terjatuh.
"Abang pegangan ya. Jangan tidur dulu. Tahan sebentar ya bang?"
Abil melajukan motornya dengan hati-hati. Meski perjalanan ke rumah tidak terlalu jauh, Abil berkali kali mengecek kondisi Tama. Di tengah perjalanan, Abil merasa punggungnya terasa lebih berat. Ia tahu Tama mulai kelelahan dan menyandarkan tubuhnya. Ia mempercepat sedikit laju motornya agar mereka cepat sampai di rumah.
Abil memarkirkan motor dan dengan cekatan membantu Tama turun begitu sampai di rumah. Tama yang kini wajahnya terlihat sangat pucat dengan cucuran keringat masih berusaha tersenyum kepada adiknya. "Makasih ya." ucapnya setelah berhasil berbaring di tempat tidur.
"Abang kenapa bisa kambuh lagi? Capek banget di sekolah ya bang? Kalau ke sekolah pakai kursi roda aja mau gak? Nanti aku dorong sampai kelas, pulang tetap aku jemput juga kayak biasa."
Di saat seperti ini Abil sangat merindukan Mama. Dulu mereka diantar jemput dengan supir ke sekolah. Abangnya juga selalu didampingi perawat pribadi, sehingga jika di sekolah akan selalu ada yang membantu dan mengawasiny-. Tidak perlu mengkhawatirkan hal-hal kecil seperti ini.
Tama hanya menggeleng pelan. "Enggak usah Bil. Nanti lo capek karena harus dorong kursi roda sampai kelas setiap hari. Bawa kursi rodanya juga susah kalau pakai motor." jawabnya dengan suara lemah. "Gak usah khawatir ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Exam?
General FictionSemua orang tahu kalau hidup dipenuhi oleh ujian. Tapi apakah semua orang tahu harus belajar dari mana untuk mempersiapkan ujian itu?