6. Sedikit

945 147 4
                                    

Setelah sholat subuh Tama tidak kembali ke kamarnya. Dia beranjak ke halaman belakang rumah dan duduk di kursi rotan yang tampak cukup tua. Sudah beberapa hari dia bolos memberikan tubuhnya asupan sinar matahari pagi. Dia harus rutin berjemur sesuai anjuran dokter agar osteoporosis sekunder akibat penyakitnya tidak semakin parah.

Sebenarnya tempat ia duduk sekarang tidak cukup layak di sebut halaman. Karena pemandangan yang dapat ia lihat hanya tiang jemuran dan tembok tetangga. Berbeda dengan rumah mereka dulu yang memiliki halaman yang luas. Bohong kalau Tama bilang tidak merindukan rumah lamanya.

"Abang ngapai?"

"Biasa, cosplay jemuran." Tama menoleh ke belakang saat mendengar suara Abil. Ia sudah tampak segar dengan celana training dan kaus lengan pendek.

"Tapi masih jam segini, dari kapan Abang di luar? Masih dingin ini Bang." tegur Abil melihat tingkah Abangnya yang di luar nalar. Matahari masih tampak mengintip. Terlalu cepat bagi Tama untuk melakukan rutinitasnya. Udara dingin malah tidak baik untuk tubuhnya.

"Habis sholat tadi, sekalian mau nikmati udara pagi. Seger kan?"

Abil mengambil sebuah kursi plastik dan meletakkannya di depan Tama. Lalu ia mengangkat dan meluruskan kedua kaki Tama di kursi itu. Setelahnya ia duduk di lantai dengan menyenderkan kepalanya ke paha Tama.

"Siap - siap sana. Katanya mau jogging bareng." Tama mengusap - ngusap rambut adiknya. Halus sekali seperti bulu kucing. Kebiasaan yang sering dilakukannya sedari dulu.

Tama suka protes kalau Abil bersikap manja dan kekanak kanakan. Padahal karena ulahnya sendiri adiknya seperti itu. Sikapnya memperlakukan Arya juga tidak terlalu jauh berbeda.

"Males gue sama dia, mending sama Abang aja di sini."

Dugaan Tama benar ternyata, Mereka tengah bertengkar. Ia sempat mendengar sedikit pertikaian dari kamar selepas mereka makan bersama kemarin. Tapi dia tidak ingin ikut campur, mereka sudah cukup besar untuk menyelesaikan masalah mereka. Dia juga ingin  memberi ruang untuk mereka berdua. Sudah saatnya mereka dapat menyelesaikan masalah diantara mereka tanpa bantuan dirinya.

"Ngapai sama gue liati jemuran, mumpung Arya di sini lo ada teman jogging, bisa jalan - jalan juga."

Abil tidak menggubris. Malah semakin menyamankan dirinya dalam sentuhan Tama.

"Atau mau belajar nyetir? Nanti gue bilangi Arya."

"Gak usah. Dia bisanya cuma belajar, gabisa ngajar."

Tama terkekeh mendengar respon itu,"Kalau lagi jauh rindu, bolak - balik minta Arya ke sini. Tiap liburan malah lo yang minta ke sana. Sekarang orangnya udah di sini, malah berantem."

Memang benar apa yang di katakan Tama. Abil sendiri bingung kenapa jika mereka sedang bersama pasti tidak pernah akur.

"Bang, ini susu dari Papa." Arya meletakkan gelas yang di bawanya di meja kecil yang berada disana. Abil tidak menatapnya sama sekali. Sedikit kesal orang yang menjadi topik pembicaraan datang di saat yang tidak tepat.

"Abang mau ikut gak? Jalan pelan - pelan aja Bang, olahraga ringan." Tawar Arya.

Tama menolak dengan menggelengkan kepalanya. "Kalian berdua aja, pergi sana. Sebelum makin panas." Tama menepuk kepala Abil lembut beberapa kali. Membuat Abil bangkit sambil mendengus sebal.

"Jangan berantem!" Pesan Tama sebelum mereka meninggalkannya.

"Gak janji Bang! Dia sering cari masalah deluan! Kami balik, kita ke soto ya Bang!" seru Arya sambil berjalan ke luar rumah.

===

Setelah sarapan soto, kini mereka  sedang berkeliling di suatu pusat perbelanjaan. Sesuai rencananya kemarin, Arya ingin menyicipi restauran dimsum yang terkenal itu. Sekaligus membeli buku dan laptop untuk menggantikan laptonya yang sudah terbelah dua saat pengumuman kemarin.

Exam?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang