Kalau lagi libur panjang anaknya suka gatel upload di luar jadwal.Jangan bosen baca dan meninggalkan comment ya! \(^v^)/
===
Jika dapat memilih, Tama ingin lenyap saja dari bumi. Minimal tidak berada di hadapan kedua adiknya saat ini. Rasanya malu bukan main.
Sejak kejadian membasahi tempat tidur dan menangisnya semalam, kedua adiknya tampak sangat berusaha untuk menghiburnya. Mereka tidak membahasnya, tapi tingkah laku mereka sangat ketara. Ia dijaga seperti vas porselen yang mudah pecah.
Abil sampai meminta izin kepada Papa untuk tidak sekolah hari ini karena ingin menjaga Tama. Ia ikut berbaring dan memeluknya sejak tadi malam. Beberapa kali dapat Tama rasakan sendinya dikompres dengan air hangat agar dia merasa lebih baik.
Arya juga tidak jauh berbeda. Awalnya Tama khawatir adiknya yang punya gangguan kecemasan itu menjadi panik. Tapi ternyata Arya bersikap cukup tenang. Ia juga tidak berhenti mengurusinya yang tidak dapat melakukan apa - apa.
"Satu sendok lagi ya Bang?" bujuk Arya yang sedang menyuapinya. Tama langsung menurut dan membuka mulutnya meski rasanya sudah sangat kenyang. Dia cukup tahu diri untuk tidak terlalu banyak bertingkah saat ini.
Dengan sigap Arya mengambil tisu dan membersihkan daerah mulut sampai dagu Abangnya. Tidak seluruh isi sendok dapat masuk ke mulut Tama. Sebagain bubur halus yang terbuat dari ikan, nasi, dan sayur yang diblender itu jatuh ke dagu. Ia hanya dapat membuka mulutnya sedikit dan sulit untuk mengunyah. Flare up kali ini juga berdampak pada sendi rahangnya
Tama rasanya seperti lumpuh total meski sebenarnya ia dapat menggerakkan tubuhnya. Hanya saja setiap pergerakan terasa sangat menyakitkan. Seluruh tulangnya terasa linu. Tungkainya terasa kebas dan kaku.
"Bang, Mama telpon." Abil menunjukkan ponselnya pada Tama.
"Tolong tutupi tangan Abang." ucap Tama lirih sambil melirik kedua tangannya yang terkulai di sisi tubuhnya. Jari - jarinya sudah tampak mebengkok dengan aneh. Salah satu tanda bahwa kondisinya sedang sangat buruk.
Arya menuruti permintaan Tama, kedua tangan itu ia tutupi dengan selimut. Meski dalam hati ia ingin Mama melihatnya."Assalamualikum sayang"
"Waalaikumsalam Ma"
Panggilan telpon itu langsung berubah jadi videocall seperti biasa. Mereka tidak tahu Mama sedang berada di mana. Tapi tampaknya sudah malam hari dan masih berada di seminarnya, beberapa orang dengan ras yang berbeda berlalu lalang di belakangnya.
"Kalian udah makan?"
"Udah Ma, Abang juga udah makan." jawab Abil dengan semangat. Ia juga memamerkan bahwa dia yang membuat makan siang untuk abangnya tadi.
"Masih lemas banget ya Tam?" tanya Mama khawatir. Ia hanya mendapat anggukan sebagai jawaban. Putranya masih terlihat sama saja dengan kemarin. Meski ia sadar tidak mungkin putranya langsung pulih dalam waktu satu hari. Tama juga hanya tersenyum dan tidak banyak berbicara sedari tadi.
"Rahang Abang sakit Ma, susah ngomong." Arya mewakili Tama untuk menjawab.
Sarah tidak sanggup mengatakan apapun lagi. Ia mencoba menetralkan perasaannya sejenak.
Sebenarnya ia sudah mendapat cerita tentang apa yang terjadi tadi malam. Arya yang mengabarinya. Ia ingin langsung terbang dari tempatnya berada saat ini. Tapi Arya memintanya berjanji agar pura - pura tidak tau apa yang sedang terjadi.
"Ma..." Tama membuka suara.
"Iya sayang, Tama butuh sesuatu?"
"Mama jangan lupa makan, jangan lupa istirahat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Exam?
General FictionSemua orang tahu kalau hidup dipenuhi oleh ujian. Tapi apakah semua orang tahu harus belajar dari mana untuk mempersiapkan ujian itu?