36. Lagi

865 135 7
                                    

Sore ini sedikit spesial untuk Tama. Abil membawanya berkeliling sekitar komplek. Tidak terlalu jauh tentunya. Hanya untuk sekadar dapat berganti suasana. Bahkan mereka belum sampai menghabiskan waktu yang cukup lama, hanya sekitar 15 menit. Tapi Tama sudah merasa lelah sekali karena duduk terlalu lama.

"Masih pusing Bang? Udah kuat buat balik?" tanya Abil sambil berjongkok di hadapan Tama yang tentunya terduduk lemah di kursi rodanya. Kedua tangannya menggengam tangan kurus itu. Ia juga beberapa kali membenarkan jaket dan syal yang dipakai Tama. Dapat ia lihat abangnya bergidik setiap kali angin sore behembus dengan kuat.

Tama mengangguk perlahan, mencoba tersenyum meskipun kepalanya terasa berat sekli.

Abil menghela napas pelan, matanya memandangi wajah lelah Tama. Mereka berdua terdiam sejenak di tepi jalan yang sepi, dikelilingi oleh pepohonan yang menghiasi komplek perumahan mereka. Setelah beberapa menit, Tama merasa cukup baik untuk melanjutkan perjalanan pulang.

"Pusing banget ya Bang? Mau aku gendong aja gak" tanya Abil lagi, kali ini dengan nada lebih serius.

"Mungkin... karena agak panas... aja tadi Bil..."

Abil mengangguk mengerti. "Kita balik ya Bang biar bisa cepat istirahat di rumah."

Abil bangkit dan mulai beralih ke belakang. Ia mulai mendorong kursi roda Tama dengan satu tangan, sedangkan satu tangan lagi ia letakkan di atas kepala Tama untuk menghalau matahari yang menyinari Abangnya.

Tama tersenyum melihat apa yang adiknya lakukan. Manis sekali.

Begitu sampai di rumah Abil langsung memindahkan tubuh Tama kembali ke tempat tidur. Tapi saat ia akan memindahkannya, Abil tidak sengaja menyenggol bantal yang menyanga tubuh Tama dan membuat tubuhnya terkulai ke samping. Untungnya dengan sigap Abil menahan tubuh yang sudah tidak punya daya itu.

Abil menghela napas lega setelah berhasil menahan tubuh Tama yang oleng. Ia merapikan bantal-bantal di tempat tidur agar Tama bisa berbaring dengan nyaman."Maaf ya Bang," ucapnya dengan suara pelan. "Dari tadi aku buat abang gak nyaman terus..."

"Nggak... makasih ya... udah mau temani jalan-jalan..."

"Gak usah makasih, makasih Bang. Kalau abang mau keluar lagi bilang ya?"

Tama mengangguk dan mulai memejamkan matanya. Terlepas ia lelah karena keluar rumah. Hari ini rasanya ia lebih lemas dari biasanya. Tenaganya seperti terkuras habis hanya untuk pergerakan sesedikit apapun.

"Bil... Masih main basket kan?"tanya Tama dengan mata tertutup.

Abil mengernyit heran. "Kok tiba-tiba tanya itu?"

"Pulangnya cepat terus... libur juga di rumah aja..."

Abil paham ke mana arah pembicaraan ini."Masih main, emang lagi malas aja." sekarang ia sedang berjongkok dan sibuk memeriksa kateter dan urinbag agar dapat menghindari tatapan mata Tama secara langsung.

Abil menghela napas panjang, berusaha menenangkan diri setelah pertanyaan Tama. Ia tidak ingin membuat abangnya khawatir, tapi ia tahu bahwa Tama pasti merasakan perubahan dalam rutinitasnya. Abil memang mengurangi waktu bermain basketnya agar bisa lebih banyak menghabiskan waktu bersama Tama. Namun, ia tidak ingin Tama merasa bersalah karena itu.

"Jadi gini Bang, aku masih main kok, cuma gak terlalu sering aja. Aku lebih suka di rumah sekarang, nemenin abang." jelasnya lagi.

"Tetap main sama teman-teman ya Bil... dulu Abil gak bisa main... sibuk jaga Abang...," ucap Tama kali ini dengan mata terbuka, pelan sekali, hampir seperti berbisik.

Abil berhenti sejenak, menundukkan kepalanya. Ia tahu bahwa Tama selalu peka terhadap perasaan dan pengorbanan orang-orang di sekitarnya. Abil merasa sedikit bersalah, tetapi ia juga merasa perlu untuk menjaga Tama.

Exam?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang