"Lo tuh tiap kayak gini, nyusahin.."
Taeyoung menggerutu sembari menggendong Seongmin bak pengantin, lalu membaringkannya di kasur.
"Kalo ada masalah tuh cerita, jangan minum kayak orang gila. Gue 'kan selalu nanya, tapi lo juga selalu jawab nggak apa," lirih Taeyoung, sembari menelusuri wajah tanpa cacat Seongmin dengan telunjuknya.
"Gue tau gue emang bukan pendengar yang baik. Tapi lo juga nggak punya temen cerita, sedangkan gue bersedia. Kenapa? Why don't you consider me?" Taeyoung tersenyum sendu, ia berbaring di sisi Seongmin dan menopang kepalanya. Selimut tebal itu ia tarik hingga menutupi leher mereka berdua.
"Sampe kapan lo mau pendem semuanya sendiri? Gue sakit liat lo yang selalu berusaha bikin orang-orang di sekitar lo happy. But you? Who's gonna make you happy? I'm here.. stop pushing me away."
Taeyoung tidak sadar bahwa air matanya menitik, hingga Seongmin yang mengulurkan tangan untuk menghapusnya.
"Hey.. are you sober now?" Taeyoung memaksakan kekehannya, ia tidak ingin membuat Seongmin kikuk.
"I am.. or atleast I think so," Seongmin tersenyum simpul.
"Lo denger tadi gue ngomong apa?"
"All of it."
"Jadi? Mau cerita sekarang? I'm all ears."
"I'm fine, as you can see. Tapi.. makasih karna lo selalu peduli. Lo cukup ada disini aja kok, gue cuma butuh ditemenin..." Seongmin mendusali dada Taeyoung dengan manja, lalu menatapnya berbinar. Senyum segaris itu menghiasi bibirnya yang bulat dan merah alami.
"Lo masih alergi sama komitmen?" Seongmin bertanya lagi, sedikit ragu. Ia butuh jawaban itu, meski ia tau ia akan merasa sakit.
"Lo boleh berkeluh kesah sama gue, kita nggak butuh status buat itu. Segimana lo nyaman aja," Taeyoung menangkup sebelah pipi Seongmin dan mengusapnya dengan ibu jari.
"Lo sendiri 'kan yang bilang, kalo lo mau gue di sisi lo terus? Gue udah disini.. bahkan kalo lo minta gue tinggal disini nemenin lo, gue mau. Lo nggak kangen sama masakan gue? Nggak kangen marahin gue yang susah banget bangun pagi, apalagi mandi? Nggak kangen sama..."
Seongmin membungkam Taeyoung dengan ciuman, hanya menempel. Tangan kurusnya meremat bagian depan kemeja pemuda jangkung itu dengan putus asa, Taeyoung dapat merasakannya.
"Lo harusnya lebih tau.." lirih Seongmin. "Kalo kita.. kita nggak akan pernah bisa cuma jadi temen."
"And you should know better that you're more than welcomed to cross that line," Taeyoung tersenyum hangat, membuat si surai kelam di sisinya seketika berkaca-kaca.
"Kali ini, biar gue yang berjuang buat lo. Dulu lo udah berjuang buat jadi temen deket gue. Sekarang, giliran gue yang berjuang sampe lo percaya sama gue buat bagi beban lo. Let me be here for you."
- - - - -
Hari sudah siang saat Seongmin membuka matanya, dan ia langsung berdebar-debar. Ini pertama kalinya ia akan benar-benar berduaan dengan Taeyoung, di dalam kamar pemuda itu pula. Ia tau Taeyoung memang tidak berpikir apa-apa, namun ia merasa gugup karena kebodohannya semalam.
"Lo laper nggak? Mau gue gorengin nugget?" tanya Taeyoung, membuyarkan lamunannya.
"I-iya, boleh kalo nggak ngerepotin," cicitnya.
"Kayak sama orang lain aja sih?"
"Gue boleh beresin kamar lo nggak sih? Parah banget selimut sampe di lantai," ringis Seongmin.
"Ya... boleh kalo nggak repot?" Taeyoung menaikkan sebelah alisnya.
"Taeyoung, ini lo waktu kecil?" Seongmin mengusap bingkai foto di sisi tempat tidur Taeyoung.
"Iya. Lucu ya gue dulu?" Taeyoung menoleh seraya terkekeh.
"Muka lo nggak berubah. Ada emang ya orang yang terlahir ganteng, gue kira istilah doang."
"Lo barusan.. gombalin gue?" Taeyoung tersenyum simpul, ia tidak bisa menahan rasa gembiranya. "Tapi.. makasih loh."
"Gue nggak gombal, ini beneran."
Taeyoung mempersempit jarak di antara mereka, senyum di wajahnya semakin sumringah.
"K-kenapa?" Seongmin seketika kembali merasa gugup, padahal sedari tadi ia sudah biasa saja.
"Nggak.. cuma pengen liat lo dari deket. Lucu.. pipi lo merah kayak stroberi. Empuk juga..." Taeyoung mencubit pelan pipi Seongmin, membuat si empunya semakin merona.
"Lo juga lucu kok. Punya lesung pipi, tapi cuma sebelah. Boleh...?" cicit Seongmin.
"Apa?" Taeyoung memegangi kedua pipinya sendiri, berusaha bertingkah imut untuk menggoda Seongmin.
Seongmin mendekatkan wajahnya pada Taeyoung, lalu mengecup singkat di lesung pipinya yang muncul. Taeyoung pun melunturkan senyumnya, kini gilirannya untuk merasa gugup.
"Taeyoung.. gue boleh jawab yang semalem nggak? Gue mau," ujar Seongmin pelan.
"Mau?" Taeyoung memiringkan kepalanya. Ia butuh beberapa saat untuk menangkap maksud Seongmin. "OH..."
Seongmin menghambur ke pelukan Taeyoung dan mendusal pada dadanya, persis seperti bocah.
"Mau tinggal disini sama lo.." lirihnya. "Gue butuh seseorang buat nyambut gue pulang. Gue mungkin nggak akan banyak cerita, tapi dengan lo ada aja udah cukup, Taey. I'll only live once.. so I want to be happy with someone that I cherish a lot."
"I'm glad to be that someone then," Taeyoung berbisik di samping telinganya. Seongmin mendongak, menatapnya sayu. "May I?"
Seongmin rasa, ia tidak butuh menjawab itu. Ia mempertemukan kedua ranum mereka, hanya menempel. Kedua tangannya menangkup rahang Taeyoung, mengusapinya dengan ibu jari.
Aneh bukan karena kali ini Seongmin gugup setengah mati, padahal mereka sudah terbiasa berciuman. Friendly kisses only, not French.
"This is my best day ever.." ucap Taeyoung, begitu Seongmin kembali membenamkan wajah di dadanya. "Makasih, Seongmin. Gue harap, gue bukan cuma jadi pacar pertama lo. Gue mau jadi yang terakhir juga."
"Who am I to say no?" Seongmin sedikit mendongak, lalu mengecup pipi Taeyoung dengan malu-malu. "I'm all yours."
"Tapi.. Saturdate kita tetep jadi 'kan?" Taeyoung menaikkan kedua alisnya. Seongmin mengangguk antusias, bahkan poni panjangnya ikut bergerak. "Alright, I'm going to take you anywhere you want."
"Gue masih nggak percaya gue punya pacar," gumam Seongmin, lebih kepada dirinya sendiri.
"Sama, Ddeongie. Jadi.. kalo gue ngelakuin sesuatu yang lo nggak suka, lo harus bilang ya? Jangan disimpen sendiri, nanti gue nggak belajar."
"You're perfect already. I'm not gonna ask for more. Tapi.. boleh cium lagi?" Seongmin mengerjap genit.
"Bentar.. jantung gue masih ribut, biar tenang dulu," cengir Taeyoung seraya memegangi dadanya. "Tiduran lagi aja, kasian punggung lo nanti pegel."
Taeyoung membawa Seongmin berbaring berhadapan dengannya. Yang lebih kecil tidak bergeming, ia memejamkan mata di kala jari-jari Taeyoung menelusuri tulang pipinya. Segaris senyum menghiasi bibirnya yang ranum.
Bagaimana seseorang bisa begitu cantik dan tampan di saat bersamaan?
Memabukkan.
Seongmin terlalu cantik, dan Taeyoung sudah terlalu mabuk.
......tbc
—————
A/N : dor jadian gongtang gue
Udahan ga nih? Mau ditambah season buat pasangan lain?
KAMU SEDANG MEMBACA
PLOT TWIST (Shindo / Nitdo ft Gunwook)
FanfictionMimpi adalah angan. Cinta adalah ilusi. Kebahagiaan adalah semu. Esok adalah teka-teki. Dan hidup adalah permainan. Dalam lika-liku dan jatuh bangun, siapa yang harus kamu percaya? Kepada siapa kamu harus bersandar? Apakah kegagalan adalah akhir?