49. No Choice

64 6 4
                                    

Hari berikutnya, Shinyu baru kembali ke kediaman Gunwook saat waktu telah menunjukkan pukul 2 dini hari. Ia memang telah dipercaya untuk mengetahui kode pintunya, dan kini ia berjingkat ke arah dapur karena merasa sedikit lapar setelah hari yang panjang.

Ia baru saja akan mengambil sebungkus ramyeon saat sepasang lengan melingkari pinggangnya dan bersandar padanya. Ia menoleh dengan seulas senyum, mendapati Dohoon yang terlihat setengah memejamkan matanya. Namun, senyumnya luntur setelah Dohoon mendongak dan ia menyadari betapa sembabnya mata pemuda itu.

"Kak Junghwan.. aku nggak sengaja ketemu mamanya kakak tadi, pas lagi pergi sama Gunwook..." cicit Dohoon.

"Ketemu dimana, Ddoi? Ngobrol nggak kalian? Tuh 'kan ini yang kakak takutin.. belum sempet kakak bawa ke rumah kalian udah ketemu duluan," Shinyu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

"Awalnya mama kakak salah paham sama Gunwook.. dia pikir aku direbut terus dibikin kayak gini... hihi.." Dohoon terkekeh sembari memegangi sisi perutnya. "Tapi terus aku bilang kalo ini anaknya kakak.. aku langsung diculik ke toko perlengkapan bayi. Mama kakak pengertian banget ya kalo aku belum ada uang buat beli-beli.. tapi toh emang masih lama juga lahirnya."

"Terus matamu kenapa sembab gitu? Kakak pikir kamu habis nangis.. udah panik aja kakak tadi," Shinyu menangkup sebelah pipi Dohoon dan mengusapinya.

"Tadi nonton drama sama Gunwook.. dipaksa. Karna aku benci banget dipakein infus, jadi dia suruh aku sambil nonton aja, tunggu infusnya habis..."

Shinyu memotong dengan mengecup sudut bibir Dohoon dan menatapnya penuh sesal.

"Maafin kakak ya. Di saat kayak gini kakak bener-bener nggak bisa ada."

"Nggak apa.. aku 'kan udah bilang. Yang penting kakak pulang ke aku.. I'm not asking for more."

Shinyu pun menyentuh bekas luka jarum infus di tangan kiri Dohoon lalu mengusapnya pelan.

"Kamu sampe kapan harus dikasih infus terus? Kakak nggak tega.. ini pasti sakit."

"Mungkin sampe adek lahir, nggak ada cara lain. Aku nggak bisa makan banyak dan itu juga suka keluar terus. Entah kayaknya badanku kaget sama adek..." Dohoon sedikit mencebikkan bibir bawahnya.

"Kakak mau ngomong.. nggak tau sih ini waktunya tepat atau nggak. Kamu udah ngantuk banget belum?" ujar Shinyu sembari kembali mengusapi pipi Dohoon.

"Hm? Ngantuk sih tapi nggak terlalu. Mau ngomong apa?" Dohoon mengerjapkan mata sayunya yang tentu saja tetap terlihat lucu.. untuk Shinyu, setidaknya.

Shinyu menuntunnya ke ruang tamu dan membantunya duduk di sofa. Ditatapnya pemuda itu dalam, sembari ia kembali menimbang-nimbang apakah ia benar-benar harus mengatakan yang ada di benaknya sekarang.

Dohoon menggigiti bibir bawahnya dengan gugup. Ia bahkan meremat ujung kemeja Shinyu dan kini menghindari tatapannya. Ia sepertinya tau apa yang akan ia dengar berikutnya.

"Ddoi.. gimana menurut kamu, kalo misalnya adek lahirnya lebih cepet dari perkiraan? Karna..." Shinyu mengulaskan senyum yang terkesan sendu, sembari menaruh tangannya di atas perut Dohoon. "Dokter bilang, badanmu udah nggak sanggup sebenernya buat bawa adek. Tapi kamunya nekat. Jadi.. gimana kalo dua bulan lagi kita ketemu adek?"

"Tapi aku takut dia nggak selamat.. anak prematur tuh pasti ada sesuatu yang bakal kurang, kak," ujar Dohoon dengan getar di suaranya.

"Tenang aja Ddoi, ada inkubator. Itu jalan terbaik menurut Dokter Choi, kakak nggak mau kehilangan kamu. You know that at this point, it's between you and him, right? Kalo emang ada jalan tengah kenapa nggak kita ambil? We can save you both.. di delapan bulan udah sempurna kok perkembangannya."

"Kakak tega ngelakuin itu ke anak kakak sendiri?" Dohoon kini menatap Shinyu berkaca-kaca.

"Kamu tega ninggalin kakak sama anak kita? Ayolah Ddoi.. pikirin keselamatan kamu juga. Kakak nggak mau sampe kamu yang kalah disini.." Shinyu merangkul Dohoon dan mengecupi pelipisnya lembut, membuat yang lebih muda memejamkan matanya.

"Kalo gitu.. aku juga punya permintaan," ucap Dohoon setelah beberapa detik mereka terdiam. "Aku mau kakak hiatus. Ngerawat anak prematur nggak gampang.. aku mau kakak ada terus sama kita. Aku nggak akan minta lama-lama.. 3 bulan. 3 bulan setelah adek lahir aja.. setelah itu kakak bebas balik sibuk lagi. Aku cuma takut nggak bisa hadapin ini sendirian. Apa kakak sanggup?"

"Ddoi.. jangankan 3 bulan. Kakak berani keluar dari grup kalo itu demi kamu. Coba pikir, kalo fans kita tau, kakak udah punya anak sama kamu, juga mereka bakal benci sama kita. Mereka mana mau dukung kita lagi?" Shinyu berujar frustasi.

"Berarti ini salah aku? Kakak 'kan udah lama banget mimpiin ini?" Dohoon pada akhirnya menjatuhkan air matanya yang telah ia tahan sedari tadi. "Oke.. nggak apa. Aku cuma penghalang. Nggak usah hiatus.. tetep aja jalanin kehidupan panggung kakak. Maaf kalo aku minta terlalu banyak.." Dohoon menepuk pipi tirus Shinyu sembari memaksakan senyumnya.

"Bentar.. kenapa jadi gini? Kok kamu ngambil kesimpulan kayak gitu? My family comes first, Ddoi. You both come first.." Shinyu meraih Dohoon ke dalam pelukannya, membiarkannya menangis tanpa suara sembari bersandar di dadanya.

"Tapi aku ngerasa bersalah.. aku nggak mau kalo kakak harus berkorban segitunya cuma demi aku. Aku 'kan udah cariin jalan tengah?" lirih Dohoon.

"Dan kalo kamu lupa, kita udah komit mau jalanin bareng-bareng.. kakak nggak bisa disuruh pilih dua-duanya. Kakak maunya kamu. Dua bulan 'kan? Kakak masih punya dua bulan? Dua bulan ini.. biar kakak yang bikin perpisahan sendiri sama mereka pelan-pelan. Percaya sama kakak ya?" Shinyu mengusapi punggung kurus Dohoon dengan gerakan memutar, membuatnya semakin mengantuk.

Dan mereka pun kembali terdiam. Sesekali, Dohoon terdengar menghela nafasnya panjang untuk menghentikan tangisnya.

"Ddoi.. kakak makan dulu ya? Kakak nggak lama kok.. abis ini kakak mandi, terus kamu kakak kelonin," ucap Shinyu tersenyum. Dohoon pun mengangkat kepalanya, dan cengiran khas anak-anak itu muncul di wajahnya saat pandangan mereka bertemu.

"Kok kakak jadi laperan sih?" tanyanya.

"Nggak tau nih.. kamunya sih susah makan.." Shinyu mengusak surai Dohoon dengan gemas.

Dan mereka berdua pun hanya bertukar senyum sembari Dohoon kembali ke kamar Gunwook.

Dohoon membaringkan dirinya di kasur lipat yang memang telah Gunwook sediakan untuknya dan Shinyu, berhati-hati agar tidak membuat banyak suara.

"Dohoon, lo masih bangun? Lemes nggak? Butuh infus lagi?" tanya Gunwook sembari menunduk dan memperhatikan Dohoon yang kini sibuk mencari posisi nyaman.

"Nggak ah.. nggak mau. Sakit.." Dohoon mencebikkan bibirnya.

"Gue denger tadi lo udah ngomong ya sama Shinyu? Gimana jadinya?"

"8 bulan nanti mau induksi.. mungkin. Tapi semoga aja bisa tahan lebih lama. Kasian sama adek.. adek aja di layar masih kecil banget," Dohoon mengusapi perutnya dan menepuk-nepuk pelan.

"How are you feeling now tho? Masih pusing atau..?"

"Nothing. Ngantuk. Lo tenang aja, Nuki. Gue nggak selemah itu kok."

"Mau tidur di kasur nggak malem ini? Gue di sofa aja, di luar," tawar Gunwook.

Dohoon menggeleng seraya mengulum senyumnya.

"Baik banget sih.. tapi nggak usah. Jangan biasain gue manja nanti keterusan."

"Justru karna sekarang lo hamil makanya lo boleh manja, Hoon. Gimana sih lo? Payah."

Dohoon hanya membalasnya dengan senyum segaris dan berbaring menyamping, membelakangi pemuda bongsor yang menatap punggungnya dengan senyum memudar.






.....tbc


—————

A/N : gimana ini?

PLOT TWIST (Shindo / Nitdo ft Gunwook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang