Linn mempercepat langkah kakinya saat berada di lorong sekolah, entah mengapa rasanya semua orang menatap ke arahnya. Linn menundukkan kepalanya sedikit karena merasa takut. Sesampainya di kelas, dia segera duduk di bangkunya.
"Kenapa?" tanya Ralu yang berada di sampingnya.
"Rasanya hari ini aneh," lirih Linn sambil menatap Ralu.
Bel telah berbunyi, jam pelajaran telah dimulai. Linn mencoret-coret sebuah kertas kosong sambil mendengarkan penjelasan guru yang berada di depan kelas dengan bosan.
Linn mengangkat tangannya dan izin pergi ke toilet. Linn hanya ingin mencuci mukanya dan keluar dari kelas sebentar.
Di depan kaca, Linn membasuh tangannya di wastafel menggunakan air. Sebelum air di tangannya mengenai wajahnya itu, sebuah suara langkah kaki mendekat ke arahnya. Linn menoleh ke samping kirinya dan melihat dua perempuan dengan tampang wajah angkuh.
Salah satu siswa perempuan itu tersenyum miring saat mereka tak sengaja bertatapan. Dia mendekat ke arah Linn, Linn mulai menjauh perlahan dari siswa itu.
"Oh, jadi yang katanya penyihir itu kamu?" Dia tertawa pelan dengan tatapan mengejek dan berkata, "gadis selemah ini?"
Linn terdiam mematung, dia tidak tahu kesalahan apa yang baru saja dia lakukan. Linn perlahan menundukkan kepalanya karena rasa takut yang perlahan mengendalikannya.
"Katanya kamu suka ngutuk orang ya? Dari ucapan yang keluar dari mulutmu itu?" Gadis lain dengan rambut yang terurai panjangnya itu mengatakan hal itu dengan cepat.
"Selagi ada keuntungannya kenapa gak dikurung aja Clau?" tanya gadis itu.
Gadis dengan nama Clau itu menaruh jari-jari tangan kanannya di bawah dagu Linn. Dia menaikkan jari-jari itu, membuat mau tidak mau Linn harus mengangkat kepalanya sedikit dan tatapan mereka kembali bertemu.
Clau, gadis itu tersenyum manis di depan Linn. Linn tahu jika gadis di depannya itu tidak tengah tersenyum manis, melainkan tersenyum seram.
"Flo, pegang tangannya," perintah Clau dengan senyum yang tidak pernah hilang.
Gadis dengan rambut terurainya itu segera bergerak cepat untuk memegang tangan Linn. Flo terus menahan tangan Linn, sedangkan Clau perlahan mencengkram pipi Linn dan menolehkan kepala Linn kearah cermin.
"Ah, aku ingin tahu, bagaimana jika wajahmu kubenturkan ke sana? Apa wajahmu itu akan menjadi buruk rupa seperti penyihir?" Tawa kecil terdengar dari bibir Clau yang merah itu, Flo yang mendengar ucapan itu ikut tertawa.
'Lakukan sesuatu, lakukan sesuatu,' batin Linn dengan panik.
Tawa kecil terdengar di samping telinga kiri Linn, Clau mengatakan, "Hadap ke cermin."
Tubuh Linn benar-benar berada tepat di depan cermin. Tatapan Linn jatuh pada pantulan cermin yang memperlihatkan bahwa matanya tengah bergetar. Senyum Clau terlihat tengah mengembang di pantulan cermin itu.
Sedetik kemudian, sebuah dorongan tepat di belakang kepalanya membuat kepala Linn membentur kaca di depannya. Kaca itu mengeluarkan suara pecahan yang cukup nyaring, sedikit rasa pusing menghampiri kepala Linn.
Linn bisa melihat sebuah darah mengalir tepat di kaca yang retak karena terkena tekanan keras. Darah itu berasal dari kepalanya sendiri. Beberapa pecahan kaca terjatuh ke dalam watafel di bawah cermin.
Belum sempat Linn mengeluh jika kepalanya sakit, rambutnya tertarik ke belakang membuat dirinya jatuh ke lantai. Linn tidak bisa menggunakan kekuatannya karena rasa panik, takut, gelisah, dan sakitnya menjadi satu.
"Makan nih." Clau memasukkan sebuah kain ke mulut Linn agar suara teriakannya tidak menarik perhatian orang lain.
Linn terus memberontak agar tangannya dilepaskan, tetapi cengkraman Flo benar-benar kuat. Clau mengambil sebuah air kotor yang habis digunakan untuk mengepel di pojok ruangan.
"Kamu kan penyihir, bisa dong mandi air kotor," celetuk Clau sambil bergerak mendekat dengan tangannya yang ia gunakan untuk membawa ember berisi air kotor itu.
Rasa dingin perlahan menghampiri tubuh Linn, air kotor itu mulai membasahi rambut dan seragam Linn. Sekeras apapun Linn berteriak suarajya tidak akan terdengar keras sebab kain di mulutnya. Semakin berusaha melepaskan kain itu, semakin sakit mulutnya untuk bergerak.
"Sekarang, gimana kalau aku ngelukis di wajahmu, kira-kira bakal kembali gak rusak atau tetap rusak, kan penyihir, tunjukin kekuatanmu dong," ucap Clau sambil menunjukkan sebuah cutter kecil di tangannya.
'Ibu...,' batin Linn dengan panik.
●
Ralu merasa sedikit khawatir karena sudah lebih dari 15 menit Linn belum kembali ke dalam kelas. Sepertinya Ralu benar-benar harus menyusul Linn.
Ralu mengangkat tangannya dan izin pergi ke toilet perempuan. Dengan sedikit panik, Ralu berjalan cepat menuju toilet. Tepat di depan ruangan yang dia tuju, dia melihat Linn yang tengah terduduk di lantai dengan dua orang yang tengah merundungnya.
"Mau pergi sekarang, atau aku usir?" Tatapan mata Ralu seakan menggelap perlahan, dia mendekat ke arah mereka.
"Oh! Emangnya kamu bisa apa?" jawab Clau yang mendengar ucapan Ralu.
"Gampang sih." Ralu mengeluarkan ponselnya dan menyalakan flash ponselnya dan merekam kegiatan mereka berdua yang tengah merundung siswa.
"Clau, ayo pergi deh," ajak Flo pada Clau. Dengan cepat mereka pergi dari toilet perempuan itu dan meninggalkan Linn bersama Ralu.
Saat Clau melewati Ralu, dia berbisik, "awas aja."
"Awasin dong kak," jawab Ralu dengan nada sarkas sambil mendekat ke arah Linn. Linn Segera melepas kain di mulutnya sendiri itu, rasa pegal di mulutnya itu terasa sakit.
"Kok bisa sih, tunggu di sini dulu," ucap Ralu.
Ralu segera membuat tiruan dirinya dan Linn yang akan pergi ke kelas mereka, sedangkan Ralu sendiri akan mengubah penampilannya untuk pergi ke koperasi dan membeli seragam untuk Linn.
Beberapa menit berlalu, Ralu memberikan Linn seragam bersih, Linn segera mengganti seragamnya yang basah itu. Satu plester dia tempelkan di dahinya yang sempat mengeluarkan darah tadi.
Segala cara Linn gunakan agar rambutnya bersih dan kering. Bau air kotor tadi cukup menyengat dan susah untuk dihilangkan.
"Udah bel istirahat," ucap Ralu sambil menyentuh kaca yang retak dan itu.
"Kamu bisa balikin ini sebelum rusak kan Linn?" tanya Ralu, tatapannya menatap ke arah Linn yang baru saja mengganti seragamnya itu.
"Selama aku tau bentukan sebelumnya, kenapa enggak bisa?" Linn segera membayangkan jika kaca itu kembali seperti semula, lalu mengucapkannya.
Kekuatan Linn adalah seluruh imajinasinya akan nyata jika diucapkan. Berkat latihan satu kali seminggu itu Linn bisa menggunakan kekuatan dengan benar. Sesusah apapun imajinasi Linn, jika dia ucapkan maka kemungkinan besar itu akan terjadi, kecuali itu berhubungan dengan kehidupan, kematian, kembali kemasa lalu ataupun kemasa depan.
Kaca itu sudah kembali kebentuk aslinya. Linn sudah menenangkan dirinya untuk menggunakan kekuatannya itu. Mereka harus segera keluar dari tempat itu.
●
●
●
Pew, kalo nanya kenapa Linn gak gunain kekuatannya supaya seragamnya kering atau ngehilangin lukanya, itu karena Linn tadi itu masih panik banget, ditambah Ralu punya uang, Ralu punya kuasa, eak.
Vote dongg(^—^)
KAMU SEDANG MEMBACA
EDELSTENEN
FantasyMenggunakan sihir hitam dan melakukan perjanjian dengan iblis adalah hal yang salah. Seorang penyihir berhasil melakukan perjanjian terkutuk dan membuat masalah di masa depan. Linn dan teman-temannya bertugas menggagalkan rencara penyihir itu *** Ma...