9 (pembunuh, kah?)

1.7K 176 4
                                    

Kondisi kesehatan Kendrik belum membaik. Sebagai seorang kakak dia memaksa Galen untuk bersekolah. Sang bungsu telah izin selama seminggu jadi dia tidak mau Galen tinggal kelas disebabkan olehnya.

Pria dewasa itu tengah memakan bubur rumah sakit. Mengenai pekerjaan kantor dia telah serahkan kepada adiknya. Dia benar-benar menyerahkan tanggung jawab tersebut kepada Jason.

Dobrakan pintu membuat Kendrik menatap datar kearah orang disana. Ternyata kedua adik Kendrik menatap berbeda kondisi Kendrik. Dia tidak peduli kehadiran mereka lebih memilih menghabiskan makanan saja.

Baru saja akan menghabiskan makanan sebuah tangan mengambil mangkok makanan. Kendrik tidak berkata apapun dia lebih memilih diam saja.

Makanan yang masih cukup banyak dijatuhkan begitu saja ke lantai oleh adik kedua Kendrik. Pria itu menatap kesal Kendrik dibalas tatapan datar oleh Kendrik.

Cengkraman di leher didapatkan oleh Kendrik bahkan itu sangat kuat dari sang adik kedua Ivan. Jason di sebelah melepaskan kedua tangan Ivan dari leher Kendrik.

"Ivan jangan melakukan hal seperti itu!" kesal Jason kepada Ivan.

Ivan menunjuk kearah wajah Kendrik. "Dia pembunuh ayah dan bunda!" pekik Ivan.

"Kalian pengganggu. Lebih baik pergi saja," usir Kendrik.

"Kau harusnya sadar bahwa kematian ayah dan bunda disebabkan olehmu!" pekik Ivan.

"Ivander Martius Arsenio. Pria berusia dua puluh tahun. Sikapmu sangat bodoh dengan mempercayai ucapan sampah dari om dan tante," ujar Kendrik datar.

"Mereka itu keluarga ayah!" pekik Ivan.

"Aku tahu. Om dan tante merupakan adik dari ayah. Om adik pertama lalu tante adik bungsu ayah," ujar Kendrik.

"Jangan mengatakan ayah dengan mulutmu itu!" pekik Ivan.

"Van kita disini untuk meminta maaf kepada abang," ujar Jason.

"Dari sikap kalian lebih baik tenangkan emosi dulu. Seorang pria dewasa seharusnya mengerti tentang mengatur emosi," ujar Kendrik.

"Aku tidak sudi meminta maaf kepada dia sampai kapanpun!" pekik Ivan menunjuk kearah Kendrik.

"Kau pikir diriku bersedia untuk memaafkan dirimu." Senyum smirk ditampilkan oleh Kendrik melihat wajah kaget Jason. Wajah Jason seolah berkata tidak mau Kendrik mengatakan hal tersebut. "Lagipula kesempatan selama sepuluh tahun telah kau sia-siakan jadi lebih baik kembangkan saja usaha yang ditinggalkan ayah dan bunda," ujar Kendrik.

"Bang maksudnya bukan begini," ujar Jason.

"Aku memang pembunuh ayah dan bunda seperti tuduhan kalian. Anehnya polisi tidak menangkap diriku hingga saat ini." ujar Kendrik tidak memperdulikan ucapan Jason.

"Bang sekarang aku mengerti bahwa itu merupakan salah paham diantara kita," ujar Jason.

Saat Jason akan mendekat Kendrik melepaskan infus yang melekat di telapak tangan dia. Sikap Kendrik membuat langkah Jason berhenti seketika.

Memori kelam tentang perlakuan kasar dia terhadap sang abang membuatnya sedih. "Bang aku janji tidak akan menyakiti abang," lirih Jason.

"Cih lebih baik aku pergi," ujar Ivan.

Pria itu pergi dari ruangan rawat Kendrik begitu saja. Jason diam memperhatikan mata Kendrik yang nampak mengawasi gerak-geriknya.

Sedalam itukah luka yang dia torehkan hingga Kendrik bahkan tidak percaya akan kehadiran dia sama sekali. Bukan tatapan lembut melainkan tatapan waspada berhadapan dengan seorang musuh.

Jason melirik kearah leher Kendrik yang nampak membekas akibat ulah Ivan. "Sudah kukatakan seorang pembunuh akan menghilang dari hadapan kalian sebentar lagi. Jadi lebih baik kalian menyiapkan pesta untuk itu semua."

"Pesta untuk merayakan kepergian seorang pembunuh di keluarga Arsenio. Pembunuh yang merebut kebahagiaan kalian semua."

"Seorang pembunuh yang tidak tahu kapan dia melakukan tindakan keji tersebut."

"Terimakasih juga mengenai bekas luka yang telah kalian torehkan selama sepuluh tahun terakhir."

"Aku memang manusia yang kalian salahkan mengenai semuanya. Jadi aku sebagai manusia menyerah akan semua tuduhan kalian."

"Terserah kalian mengganggap diriku apa di masa depan nanti."

"Bagiku saat ini adikku hanya satu yaitu Galen. Untuk dirimu aku tidak mengganggapmu apapun selain rekan bisnis," ujar Kendrik.

"Abang!" panggil seseorang.

Jason bertemu tatapan Galen dengan cepat diputuskan oleh Galen. Pemuda berseragam putih abu-abu itu memeluk tubuh Kendrik sangat erat.

Senyum lepas Galen terhadap sang abang membuat Jason sedikit kaget. Adik bungsunya itu memang jarang tersenyum bersama dia. Berulangkali Galen menyakinkan Jason bahwa Kendrik bukan pembunuh namun tidak dia dengarkan sama sekali.

"Kakak ngapain sih kesini?!" kesal Galen menatap wajah Jason.

"Kakak akan pergi dari sini," ujar Jason.

"Bagus deh. Adek tidak suka kakak datang ke abang kalau untuk menyakitinya saja," ujar Galen sarkas.

Ucapan sederhana menusuk relung hati Jason. Dia lebih memilih pergi saja dibandingkan mendengarkan nada sarkas sang bungsu.

Melihat kepergian Jason dengan wajah sedih Galen mengelus bekas cekikan Ivan di leher Kendrik. "Abang kok tidak teriak sih," ujar Galen.

"Abang seorang pria untuk apa meminta bantuan orang lain," jawab Kendrik.

"Kakak yang melakukan ini?" tanya Galen menunjuk kearah leher Kendrik.

"Ivan," jawab Kendrik.

"Mas ngeselin sumpah!" pekik Galen.

"Abang akan pergi besok ke luar negeri. Mengenai tiket sudah diurus oleh sahabat abang," ujar Kendrik.

"Apa seriusan tidak mau tinggal di negara ini lagi?" tanya Galen.

"Sebuah luka fisik disembuhkan dengan pengobatan dokter beda lagi sebuah luka mental. Abang akan menenangkan diri di sebuah pulau terpencil hingga batas waktu tidak ditentukan," ujar Kendrik.

"Abang tapi," ujar Galen.

"Belajarlah dengan rajin ok. Abang tidak bisa menjagamu mulai besok," ujar Kendrik.

"Adek tidak mau!" pekik Galen.

"Masa depanmu masih panjang dek," ujar Kendrik.

Galen malah memeluk perut Kendrik sangat erat. Tinggi dia memang hanya sebatas dada sang abang saja.

Remaja itu meminta gendong terhadap Kendrik dengan senang hati dituruti oleh Kendrik. "Maaf abang tidak bermaksud menyakiti perasaanmu. Abang hanya mau menjauh saja sebentar," ujar Kendrik memberi pengertian kepada Galen.

"Gak mau tahu! Pokoknya adek kemanapun bareng abang!" pekik Galen.

"Sebentar saja deh kalau gitu," ujar Kendrik.

"Enggak!" pekik Galen.

"Hahaha baiklah," tawa Kendrik.

"Adek panggil dokter dulu ya. Biar tangan abang diinfus lagi," ujar Galen.

"Baiklah," sahut Kendrik.

Galen melepaskan pelukan dia pergi dari ruangan rawat Kendrik. Senyuman Kendrik terbit melihat tingkah laku sang bungsu.

Jangan lupa tinggalkan vote, komentar dan kritikan agar penulis semakin bersemangat menulis

Sampai jumpa

Minggu 26 Mei 2024

Agak malam aku update kembali

Kendrik (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang