38 (belum selesai)

568 74 6
                                    

Aroma obat-obatan tercium jelas oleh indra penciumanan Kendrik. Pria itu tengah kemoterapi rutin setiap minggu. Dia memilih sendiri saja, Kendrik jarang memberitahu keluarganya mengenai jadwalnya ke rumah sakit.

Di kursi panjang yang dikhususkan untuk menunggu. Sosok Kendrik memijat kepalanya yang terasa sangat berat. Dia sebenarnya lelah untuk kemoterapi. Namun, tidak ada pilihan lain. Kendrik harus tetap melakukan pengobatan demi hidupnya.

Rasa pusing mendera Kendrik. Ia menutup mata sejenak untuk meredakan perasaan itu. Sebuah tepukan di paha membuatnya terbangun.

Saat membangun mata ternyata ada sosok anak kecil di hadapannya. "Kak juga sakit kanker?" tanya anak kecil itu kepada Kendrik.

"Iya," jawab Kendrik.

"Kakak tidak bersama ayah dan ibu?" tanya anak kecil itu.

"Ayah dan bunda kakak telah ada di surga," jawab Kendrik.

"Rambut kakak tidak botak," tunjuk anak kecil.

Yah Kendrik tidak botak seperti anak kecil di hadapannya. Kendrik tersenyum dan membuka topi yang ia gunakan.

Bisa terlihat bahwa tidak ada sehelai rambut pun di kepala Kendrik. "Kakak menutupinya agar keluarga kakak tidak khawatir," ujar Kendrik.

"Aku pergi dulu ya," ujar anak kecil itu.

Kendrik tersenyum kearah anak tersebut. Ia sedikit miris melihat anak sekecil itu mendapatkan cobaan sangat berat.

Rambut Kendrik dipangkas habis satu minggu lalu. Lagipula rambutnya sangat rontok sejak memulai kemoterapi. Jadi Kendrik lebih memilih memangkasnya saja.

Semua adiknya tidak tahu. Kendrik menutupinya dari mereka. Di rumah ia akan memakai rambut palsu untuk membuat mereka tenang.

Tindakan ia memang sedikit kurang baik. Beda lagi dengan pemikiran Kendrik. Ia merasa bahwa segala tindakan ia benar adanya.

Setelah menunggu cukup lama akhirnya Kendrik dipanggil. Di dalam ruangan kemo segala rasa sakit ditahan oleh Kendrik.

Selesai kemo langkah kaki Kendrik menuntun dia ke arah halaman belakang rumah sakit.

Pemandangan disana sangat asri. Kendrik duduk di salah satu bangku. Kedua mata Kendrik tertutup begitu saja.

Ketika membuka kembali ada nuasa familiar baginya. Benar saja, ada sosok pemilik tubuh asli mendekat kearahnya.

Dia berdiri di hadapan Kendrik sambil tersenyum. "Jangan menyerah Kendrik," ujar Ken.

"Aku tidak menyerah bang Ken. Hanya saja aku tidak sanggup dengan rasa sakitnya," jawab Kendrik.

"Dengan kepergianmu semua adikku akan sedih," ujar Ken.

"Kau saja yang kembali bang. Jujur semua hal telah kulakukan agar bisa pergi dengan tenang," ujar Kendrik.

"Itu hal tidak mungkin," sahut Ken.

"Aku pergi untuk menemui kedua orangtuaku. Aku sangat merindukan mereka berdua. Sementara dirimu masih memiliki keempat adik yang tetap ada di sisimu," ujar Kendrik.

"Sekarang mereka adikmu," ujar Ken.

"Jiwa ini bukan jiwa seorang abang yang mereka kenal. Aku tidak mau membohongi mereka lebih lama," ujar Kendrik.

"Kau berniat untuk berbicara kepada mereka?" tanya Ken.

"Aku akan dianggap gila, apabila mengatakan hal tersebut," jawab Kendrik.

"Lebih baik jangan. Aku tidak mau mereka sedih," cengah Ken.

"Kematianku kali ini juga akan membuat mereka sangat sedih. Setidaknya, bang Ken bisa lebih kuat dariku," ujar Kendrik.

Kendrik (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang