[Bab 17] Sebuah jalan terjal

1.3K 224 21
                                    

Happy reading!

====

Naora mendesah untuk kesekian kali. Tak tahan lagi, dia membanting pensil di tangannya ke atas meja. Naora kehilangan fokus, padahal kreativitas adalah kunci pekerjaannya. Namun, bagaimana Naora bisa konsentrasi kalau emosi ini masih terus menguasai dirinya?

Biasanya ide-ide akan berlarian di dalam kepala Naora, hingga dengan mudah jemari Naora menuangkannya ke atas sebuah sketsa. Seharian ini, hanya satu sketsa yang berhasil Naora tuangkan. Itu saja dengan susah payah. Ya Tuhan.

Mengeret oksigen banyak-banyak, Naora bangkit dari kursi dan berjalan ke luar ruangan. Dia berharap dengan rehat sejenak, dadanya bisa sedikit kosong dari adukan kecewa, marah, juga sedih.

Berdiri di pinggir balkon, jari-jari Naora mencengkeram kuat pagar besi yang tertanam di sana. Kepala wanita itu menunduk, sepasang matanya memandang nanar aktivitas para karyawan Simple and Beauty di bawah sana. Aroma kesibukan begitu kental terasa hingga di tempat Naora berdiri. Mengundang sebuah kesadaran baru perlahan-lahan terbentuk di dalam benak Naora. Sampai kapan dia akan berkubang dalam kesakitan yang lama-lama bisa mengikis habis kreativitasnya?

Naora menggembungkan dada kuat-kuat. Dengan mata terpejam, Naora mengeret oksigen banyak-banyak dari udara di sekitar dirinya sebelum meniup dengan pelan. Ketika kelopak mata Naora kembali terbuka, sebuah tekad bersorot dari keduanya.

Tidak. Naora tidak akan membiarkan perselingkuhan antara Arzan dan Farah mengganggu produktivitas bahkan menumpulkan ide-ide di kepalanya. Caterine maupun orang-orang di bawah sana menggantungkan hidup dan keluarga mereka kepada dirinya. Naora tahu bahwa dia harus tetap bergerak. Dia harus mampu menghadapi Arzan dan masalah di dalam rumah tangga mereka. Naora tidak akan melarikan diri, sesakit apa pun rasanya nanti.

Menggenggam sisa-sisa tekad yang dimilikinya, Naora berbalik dan sepasang tatapan matanya langsung membentur sosok Galen dari balik kaca ruang meeting. Pria itu berdiri bersedekap tangan sembari menatap white board di depannya yang penuh dengan gambar semacam flow chart.

Ketika Galen tiba-tiba berbalik, tatapan mata mereka terkunci untuk beberapa saat sebelum sudut-sudut bibir Galen melekuk ke atas hingga membentuk sebuah senyum ke arah Naora. Wanita itu membalas dengan cepat, lantas bergegas mengayunkan kedua kakinya masuk kembali ke ruang kerja.

~oOo~

Duduk kembali di ruang kerja, Naora mulai berpikir apa yang ingin dia lakukan terlebih dahulu. Tangan Naora segera meraih ponsel dari atas meja, menghela napas kuat-kuat sebelum bersiap menekan sebuah nomor.

Foto-foto yang diberikan Felix pada Naora sudah memberi wanita itu cukup bukti soal hubungan Arzan dengan asisten pribadinya. Naora ingin tahu seberapa jauh hubungan mereka berdua, apakah hanya sebatas hubungan fisik semata atau sudah lebih dalam dari itu. Perlu beberapa detik bagi Naora untuk meredakan amarah, karena hanya berdiskusi dengan pemikirannya saja, perut Naora sudah kembali bergolak.

Setelah yakin dirinya kembali tenang, Naora kembali melanjutkan rencananya.

Naora pasti tidak akan mendapatkan apa pun bila menanyakan soal foto-foto itu pada Arzan—seperti yang disarankan Caterine padanya. Alasan Naora, Arzan selalu marah bila Naora mulai menyinggung soal Farah di depannya. Padahal Naora ingin tahu sampai di mana mereka berdua sudah melangkah, mengingat Farah sudah bekerja sebagai asisten pribadi Arzan hampir satu tahun lamanya. Dan, selama itu pula Arzan membohongi Naora! Ya Tuhan. Buru-buru Naora menepis pikiran-pikiran rawan dan mengganggu itu agar segera keluar dari benaknya.

Naora menempelkan ponsel ke telinga dan pada dering keempat, suara renyah sudah menyambut telinga Naora.

"Selamat siang. Patra Construction dengan Mimi di sini. Ada yang bisa kami___."

[END] Dangerous AffairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang