[Bab 14] Impresi awal

1.6K 219 26
                                    

Happy reading!

====

Sudah beberapa hari ini, Galen dan timnya menempati ruang meeting di kantor Simple and Beauty untuk memulai proyek pengembangan sistem mereka. Galen belum pernah merasakan sebelumnya, sebuah luapan antusiasme dalam pengerjaan sebuah proyek. Saking gembiranya, Galen kesulitan menjaga ekspresi wajahnya tetap terlihat datar.

Setiap kali Galen berjalan menuju ruang meeting dan setiap kali itu pula Galen harus melewati ruang kerja Naora. Galen selalu merasakan panggilan yang begitu kuat menarik kedua bola matanya untuk memandang kaca jendela ruangan itu. Dari sela-sela gorden kerai, Galen bisa menemukan Naora tengah menunduk serius di depan meja kerja atau berdiri merenung di depan beberapa boneka manekin yang ada di ruang kerjanya. Hanya melihat Naora saja, sensasi kegembiraan langsung meluap dan melonjak hingga ke permukaan wajah Galen. Mengundang sudut-sudut bibir Galen melekuk ke atas dengan sendirinya.

"Hari ini saya izin pulang jam lima, Mas." Suara Joey yang menggema tiba-tiba di depan Galen, kontan mengeret tatapan Galen berlabuh ke arah stafnya. Diam-diam sejak tadi Galen memang tengah memperhatikan apa yang barusan terjadi di luar dinding kaca ruang meeting mereka saat ini.

Sudah seharian ini Galen beberapa kali mendapati Naora keluar masuk ruang kerjanya. Melalui kacanya, Galen melihat Naora berdiri di pinggiran balkon untuk membuat panggilan dari ponsel di tangannya. Sepertinya panggilan Naora gagal, karena terlihat wanita itu kembali menempelkan ponsel ke telinga sebelum mengetikkan sesuatu di layar ponselnya. Naora melakukannya dengan gestur gelisah dan tampak tertekan, seperti yang baru saja Galen saksikan sebelum wanita itu kembali berjalan masuk ruang kerjanya.

Galen memang tak tahu apa yang sedang melanda Naora hari ini, tapi pemandangan itu sungguh mengusik hati Galen.

"Okay. Silakan, Joey." Galen mengangguk dan kembali fokus dengan sistem di atas laptopnya. Biasanya Galen dan timnya keluar dari kantor Naora pukul setengah enam sore. Tomas dan Joey selalu ikut bersama dalam pajero Galen dan turun di halte busway terdekat. Namun, semalam terjadi insiden sebuah motor menabrak pajero Galen dari samping kiri hingga membuat lampu sein pada spion pajeronya pecah dan mati. Terpaksa tadi pagi Galen harus membawanya ke bengkel dan baru besok pagi bisa diambil kembali.

"Jiah, yang mau kencan sama manajer IT," timpal Tomas usil dari sebelah Joey, membuat pria muda itu mendengus sekilas dengan wajah merona.

"Kalau iri bilang bro!" tandas Joey terdengar kesal, membuat Tomas terkekeh senang. Galen hanya menanggapi dengan lirikan sekilas ke arah Joey dengan sebuah tawa kecil. Rupanya Joey akhirnya berhasil berkencan dengan Fayren.

"Aku mau pesan kopi. Siapa mau?" Galen menghentikan adu kata-kata di antara mereka dengan meraih ponsel dan bersiap membuat order minuman.

"Terima kasih, Mas Galen. Sudah jam segini, tanggung kalau mau minum kopi." Joey menanggapi dengan cepat.

"Saya juga tidak, Mas. Kepingin pulang jam lima." Tomas ikut menambahkan, membuat Joey seketika berpaling ke arah pria itu.

"Ngapain lo ikutan gue pulang jam lima?" tanya Joey penuh tuduhan.

"Siapa ikutan lo? Gue punya urusan sendiri, buat apa ikut-ikutan lo," balas Tomas takacuh. Galen hanya tergeleng melihat ulah kedua stafnya dan segera membuat order minuman sendirian. "Nanti biar saya yang ambil minuman Mas Galen di bawah."

"Thanks, Tomas," jawab Galen kembali fokus dengan pekerjaannya. Sudah tidak terdengar lagi adu celoteh di antara pria-pria muda yang duduk di depan Galen.

~oOo~

Galen mendapati jam sudah menunjukkan pukul enam sore, Joey dan Tomas sudah pulang sejak tadi. Membawa gelas kopi di tangan, Galen berniat keluar ruangan sejenak untuk membuang rasa penat. Suasana begitu sunyi saat Galen menjejakkan kaki di luar ruang meeting dan hendak menuju ke pinggir balkon. Tapi langkah Galen terhenti di tengah-tengah, dahinya mengernyit saat mendapati ruang kerja Naora masih terang benderang. Dari sela-sela gorden, Galen melihat Naora duduk dengan kepala tertunduk dan jari-jari berada di pelipisnya. Aura kesedihan tampak melingkupi Naora. Masalah apa yang sedang dihadapi wania itu hingga dia terlihat begitu sedih?

[END] Dangerous AffairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang