[Bab 23] Pertempuran terbuka

1.5K 236 25
                                    

Happy reading!

====

Naora duduk menunggu di dekat jendela café, sesekali ekor matanya memeriksa pergelangan tangan sebelum melabuhkan tatapannya kembali pada langit Jakarta pukul dua belas siang. Cahaya terik matahari dari luar meresap masuk melalui jendela kaca lebar yang tersebar di salah satu sisi dinding ruangan sehingga menciptakan suasana terang di dalam ruangan cafe yang berada di lantai dua.

Udara di sekitar cafe Aerglo sangat sejuk, namun tidak demikian dengan kondisi diri Naora. Apa yang wanita itu rasakan sekarang layaknya duduk di atas bara api. Panas, gelisah, dendam teraduk menjadi satu di dalam diri Naora. Saat ini hanya satu harapan Naora, nantinya dia mampu mengendalikan emosi.

Setelah dua hari Naora menunggu dengan diwarnai drama Arzan pindah kamar, akhirnya Farah menghubunginya. Melalui Audrey, sekretarisnya, Naora meminta Farah menemuinya di cafe Aerglo ini pada pukul dua belas siang.

Sebenarnya tujuan Naora sangat jelas, wanita itu ingin tahu sejauh apa hubungan antara Arzan dan asisten pribadinya tersebut. Naora ingin segera bisa mengambil keputusan untuk langkah hidupnya di masa mendatang, karena perselingkuhan Arzan sudah menyandera hati dan jiwa Naora dalam satu tahun ini.

Napas Naora terhela panjang. Sembari menurunkan wajah, tangan wanita tersebut kembali meraih cangkir latte di atas mejanya. Bibir Naora menyesap pelan gambar daun yang mengambang di atas minumannya. Sejak tadi pagi, hanya roti dan kopi saja yang sanggup Naora telan. Rasa lapar sudah menguap dari dalam lambung Naora.

Sudah lebih dari sepuluh menit dari pukul dua belas, tapi Farah tak kunjung menampakkan diri di depan Naora. Wanita itu nyaris kesal dan frustasi ketika tepat lewat lima belas menit dari waktu yang sudah dijanjikan, sosok yang dia tunggu akhirnya tiba.

Terbalut mini skirt hitam serta blus warna biru pucat, dengan enggan Naora harus mengakui kalau secara keseluruhan Farah memang tampak cantik. Pantas saja kalau Arzan tergiur dengan kecantikan asisten pribadinya tersebut. Sebelum benaknya mengembang tak jelas, segera saja Naora memaki dirinya sendiri.

"Selamat siang," sapa Farah saat tiba di dekat meja Naora. Suara Farah datar, sedatar permukaan wajahnya. Syukurlah, Naora tak merasa terintimidasi dengan kesan pertama yang ingin diberikan Farah padanya.

"Selamat siang, Farah. Silakan duduk," kata Naora serileks mungkin. Farah menarik kursi di depan Naora dan meletakkan pantat dengan mulut bergeming. "Silakan pesan minumanmu."

Farah menggeleng tegas.

"Tidak perlu. Saya datang ke sini hanya untuk mendengar apa yang ingin anda katakan. Itu saja," jawab Farah dengan irama angkuh. Oke. Naora mengangguk. Arzan sudah membuat wanita ini merasa di atas angin, pikir Naora mengertakkan gigi.

"Okay. Terserah apa maumu, Farah," sahut Naora sembari melipat jari-jari tangannya ke atas meja dan memandang Farah tajam. "Kalau begitu aku akan bicara singkat saja. Aku hanya ingin meminta satu hal padamu, yaitu jauhi Arzan demi kebahagiaan putri kami, Leoni. Bekerjalah secara profesional, bukan mencampuradukkan urusan kantor dengan urusan pribadi."

Farah mendengus keras.

"Anda tidak punya hak sama sekali untuk menilai sisi profesionalitas saya. Daripada anda mencari kambing hitam untuk masalah rumah tangga kalian, mengapa anda tidak mulai dengan introspeksi dan melihat kekurangan dalam diri anda sendiri?"

"Oh, begitu. Jadi menurutmu melakukan business trip sembari tidur dengan atasan itu sebuah profesionalitas? Hm?" jawab Naora tenang. Wanita itu berusaha menekan dalam-dalam adukan emosi yang mulai menggelegak dari dalam perutnya.

[END] Dangerous AffairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang