[Bab 16] Di ambang kehancuran

1.2K 220 23
                                    

Happy reading!

====

Suasana hening membentang mengerikan di tengah mereka. Sesekali terdengar umpatan lirih yang meluncur keluar dari mulut Caterine. Membawa kedua kakinya ke atas, Naora duduk di atas kursi malas di beranda belakang rumah sahabatnya itu. Membawa kedua lutut melekat di dada, Naora memeluk dirinya sendiri. Mata sendunya hanya mampu melekat kosong langit Jakarta pada hari Sabtu yang berudara lembab dan berawan kelabu.

Tidak ada yang tertinggal dalam diri Naora saat ini selain kehancuran dan kesakitan yang tak tertanggungkan. Bahkan untuk menangis saja, Naora merasa tak sanggup. Pengkhianatan yang dilakukan Arzan sudah membuat kantong air matanya mendadak kering. Hati dan jiwa Naora berserakan setiap kali memikirkan nasib masa depan rumah tangganya yang gelap layaknya langit malam yang kekal tanpa ada harapan akan datangnya matahari pada esok hari.

Luapan amarah, benci juga kecewa sudah berkumpul di dalam rongga dada Naora, membentuk sebuah batu besar yang tak sanggup Naora singkirkan dari sana. Naora merasakan dadanya begitu sesak sampai membuatnya sulit bernapas.

"Wanita ini memang ular, Naora. Kamu bisa lihat, kan? Bagaimana dia mengatur setiap detail dengan sangat rapi," desis Caterine di depan kertas dan foto-foto yang berserakan di atas meja.

"Aku yakin, Farah melakukannya atas perintah Arzan," sahut Naora tanpa mengalihkan mata dari warna kelabu di langit yang menggantung kian tebal. Atmosfer mencekam kembali mengisi udara di antara mereka.

"Sebaiknya kamu bertanya langsung pada Arzan soal bukti foto-foto ini, Naora." Suara serak Caterine kembali bergema. Naora menggeleng pelan.

"Buat apa? Terakhir kali aku membicarakan kecurigaanku soal kedekatannya dengan Farah, Arzan marah-marah dan menganggapku hanya mengada-ada saja," tandas Naora mencoba meredam kesakitan dalam suaranya. "Dokumen dan foto-foto itu sudah menunjukkan padaku lebih dari cukup, Caterine. Aku tidak sanggup menoleransi penghinaannya lagi."

Sesudah mengatakan demikian, Naora memeluk dirinya lebih erat seolah dia ingin melindungi hatinya lebih banyak lagi. Sejak melihat sendiri apa yang dilakukan Arzan bersama Farah di belakang dirinya, Naora sudah tak sanggup lagi menatap mata Arzan. Membayangkan Arzan hampir setiap malam menghabiskan waktunya bersama Farah, bahkan hingga mengorbankan kebersamaan pria itu dengan Leoni, membuat perut Naora bergolak dan mual karena adukan emosi.

Caterine menghela napas panjang menyaksikan betapa kacaunya Naora saat ini—wajah pucat tanpa tersapu riasan apa pun dengan bola mata kosong. Naora bak zombie yang tersesat duduk di atas kursi malas beranda rumah Caterine. Wanita itu kembali mengumpulkan dokumen beserta foto-foto dari atas meja dan memasukannya ke amplop.

"Mau?" tanya Caterine menyodorkan kotak rokoknya ke arah Naora, yang langsung ditanggapi dengan gelengan tanpa perlu bersusah payah untuk berpaling. Naora sudah tahu apa yang ditawarkan Caterine padanya. Caterine mengedikkan bahu, lalu mencabut rokok dari kotak dan mulai membakarnya. Wanita itu menyandarkan punggung ke kursi saat asap nikotin berembus pelan di depan mulutnya.

"Lalu, apa yang akan kamu lakukan? Meminta cerai dari Arzan?" lanjut Caterine di tengah-tengah asap putih yang mengerubuti wajahnya.

"Entah. Aku belum bisa berpikir apa-apa saat ini, Caterine. Kepalaku rasanya mau meledak sekarang." Naora mengedikkan bahu.

"Sebaiknya memang kamu harus menenangkan diri terlebih dahulu, Naora. Karena seburuk apa pun kondisi hati kita, tetap harus gunakan kepala dingin untuk berpikir," tanggap Caterine. Jari-jari lentik milik Caterine menjentik ujung rokok ke atas asbak sebelum menjepitnya di sela-sela bibir. "Apalagi menyangkut soal perceraian. Ini masa depanmu, kamu harus mempertimbangkan dampak buruknya. Salah satunya adalah perusahaanmu."

Mendengar kata-kata Caterine, spontan Naora mengerang dari atas kursi.

"Ya Tuhan. Tak perlu kamu ingatkan." Kepala Naora tergeleng lemah.

"Aku harus, karena kamu tak bisa abaikan fakta itu. Arzan punya saham terbesar di Simple and Beauty. Apa yang bakal terjadi bila kamu memutuskan bercerai dari Arzan dan suamimu menarik dukungan saham 40 persen dari perusahaanmu?" tanya Caterine dalam bisikan. Asap putih beracun kembali memenuhi udara di sekitar mereka. "Usahamu bakal collapse. Padahal kamu tahu sendiri, kan? Tidak mudah mencari investor dengan modal sebesar itu, apalagi dalam waktu singkat."

"Aku sudah tahu situasinya dan tidak akan lupa, Caterine. Terima kasih buat kata-katamu yang sungguh menghibur," sindir Naora dengan mata terpejam serta kepala bersandar lelah di sofa. Terdengar decakan keluar dari mulut Caterine.

"Aku cuma mengingatkan. Keputusan yang kamu ambil sekarang, tidak hanya akan berpengaruh pada hidupmu dan Leoni kelak, tetapi juga hidup orang-orang di sekitarmu. Kamu tidak lupa kan? Aku, anakku juga orang-orang di tempat usahamu, hidup kami bergantung padamu."

Naora bergeming. Kesadaran itu pula yang terus menerus menampar benak Naora, membuatnya menggeram sarat amarah layaknya hewan buas yang terjebak dan terluka.

"Aku tahu Simple and Beauty adalah segalanya bagimu, begitu pula dengan saham 30 persen yang aku tanamkan di tempat usahamu. Uang itu berarti segalanya juga buatku. Sebagai sahabat aku mohon, pertimbangkan semua itu sebelum kamu mengambil keputusan untuk bercerai dari Arzan." Mendengar kata-kata Caterine, Naora langsung berpaling ke arah sahabatnya itu.

"Arzan yang membawa rumah tangga kami di ambang kehancuran. Lantas sekarang, apa aku harus diam saja sementara Arzan dan Farah menginjak-injak harga diriku? Apa salahku sampai Arzan tega melakukan ini padaku, Caterine?! Apa?" desis Naora tanpa menyembunyikan tatapan sakit hatinya. "Kamu jangan egois cuma memikirkan dirimu sendiri. Mudah banget kamu bilang begini-begitu, karena bukan kamu yang harus menanggung sakit hati ini. Tetapi aku. Aku!"

Menanggapi kegusaran Naora, buru-buru jemari Caterine menusukkan batang rokok ke atas asbak. Kepalanya tergeleng beberapa saat.

"Kamu tidak salah, Naora. Tidak sama sekali. Aku juga marah melihat foto-foto Arzan dan asisten pribadinya ini. Sungguh. Tetapi tolong, jangan bertindak irasional dalam menghadapi Arzan. Tuntutan cerai, sama artinya kamu mengorbankan usahamu, semua jerih payah yang sudah kamu bangun bertahun-tahun lamanya. Kerusakannya bakal makin luas dan parah. Kita bisa pikirkan cara lain yang lebih elegan."

"Apa maksudmu? Cara elegan supaya Arzan meninggalkan Farah?" Naora terang-terangan mendengus di depan Caterine. "Sekali selingkuh tetap selingkuh, Caterine. Arzan selama ini sudah berkali-kali berbohong padaku dan Leoni. Aku yakin, Arzan sudah sangat nyaman dengan kebohongannya."

Caterine tak menanggapi kata-kata sinis yang meluncur dari mulut Naora.

"Buang niatmu untuk bercerai dari Arzan, Naora. Kita pasti bisa temukan cara supaya Arzan segera sadar kalau wanita ular itu hanya menginginkan uangnya saja dan Arzan kembali berbalik padamu. Kita pasti bisa mengalahkan wanita itu. Percayalah."

Naora tergeleng lemah dan kembali melabuhkan tatapannya pada awan-awan kelabu yang menggantung kian tebal di atas langit Jakarta. Kedua lengan Naora sekali lagi memeluk dirinya sendiri yang hancur lebur dengan lebih erat.

~oOo~

Dalam perjalanan kembali ke rumah, berbagai persoalan itu terus berjejalan di dalam kepala Naora, membuat dirinya merasa babak belur dan kelelahan. Sebenarnya Naora belum benar-benar berpikir ke arah perceraian seperti yang dikhawatirkan Caterine padanya, meskipun saat ini hati Naora belum bisa menerima apa yang sudah Arzan lakukan padanya. Luka itu masih basah dan menganga di dalam dada Naora.

Begitu banyak pemikiran yang memberatkan hati Naora saat ini. Selain persoalan 40 persen kepemilikan Arzan di Simple and Beauty milik Naora, yang dikhawatirkan bakal ditarik Arzan bila mereka bercerai. Belum lagi masalah yang paling memberatkan pikiran Naora yaitu putri semata wayangnya, Leoni. Kandasnya bahtera rumah tangganya dengan Arzan, tidak hanya akan membuat dirinya yang bakal hancur, tetapi juga Leoni. Naora tidak mau Leoni ikut menanggung semua penderitaan yang Naora rasakah. Namun, sanggupkah Naora bertahan dalam badai kesakitan?

Orang tua Naora sudah memberinya role model yang baik. Pernikahan mereka langgeng, mereka bahagia dan saling mencintai satu sama lain hingga usia mereka sekarang. Naora ingin memberi Leoni teladan yang sama, tetapi mengapa sulit sekali?


====

partnya emang pendek2 yaa, aku usahain sering up date^^


[END] Dangerous AffairTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang